Share

Ketahuan Bolos Sekolah

Sudah tiga hari ini Fikri tidak masuk ke sekolah,itu pun tanpa keterangan atau bisa dibilang dia bolos sekolah. Ada beberapa teman yang melapor kepada ibu Asnia selaku wali kelas XII.IPA 1 bahwa mereka melihat Fikri tadi pagi di sekolah tapi entah kenapa anak itu tidak pernah masuk ke kelas. Konsekuensinya adalah dikirimkan lah surat pemberitahuan dari sekolah ke rumah Fikri. Dan akibatnya Pak Kusuma menjadi sangat marah melihat tingkah laku anaknya itu yang belum juga bisa berubah.

Siang itu seperti biasa Fikri pulang ke rumah pukul 14.00 seperti jam pulangnya di sekolah. Ayahnya sudah menunggu di ruang tengah. Dengan amarahnya masih belum mereda, Fikri melangkah masuk menuju kamarnya tapi Pak Kusuma menghentikan langkahnya saat berada di ruang tengah.

"Fikri, kemari kamu!" Perintah Pak kusuma.

dengan langkah yang berat Fikri memaksakan dirinya untuk mengikuti perintah ayahnya. Fikri pun duduk di kursi tengah berhadapan dengan ayahnya. Sementara ibu Rani sedang tidak berada di rumah. Ia pergi ke rumah saudaranya sejak 2 hari yang lalu.

"Dari mana saja kamu? " Tanya Pak Kusuma.

"Aku baru pulang sekolah. " Jawab Fikri datar.

"Kamu tidak perlu bohong lagi sama papah, ini." Sambil melemparkan surat dari sekolah di meja ruang tamu tersebut.

"Ini surat dari sekolah, kamu sudah 3 hari tidak masuk kan?! kamu bolos? " Nada suara Pak Kusuma semakin meninggi.

Tidak ada jawaban dari Fikri

"Jawab pertanyaan papah Fikri!"

"Iya... Fikri memang tidak masuk, papah puas?!"

"Semakin hari sikap kamu makin menjadi-jadi kamu mau dikeluarkan lagi dari sekolah? Apa itu yang kamu mau? Jawab papah Fikri!"

"Biarin ph, biarin aku dikeluarin lagi, aku tidak peduli."

"Kamu..." Ketika akan meluapkan amarahnya Pak Kusuma seketika mengingat pesan ibu Rani istrinya bahwa dia harus menghadapi sikap saja dengan lembut. Jangan dengan kekerasan. Perlahan dia berusaha mengalah dan berusaha menjelaskan semuanya baik-baik kepada Fikri.

"Papah tahu kenapa kamu melakukan semua ini, papa minta maaf karena sudah menamparmu, tapi itu semua papah lakukan untuk kamu juga nak."

"Untuk Fikri pah? Bohong!"

"Semenjak mama meninggal papah tidak sayang lagi sama Fikri. Papah hanya memperhatikan istri papah yang baru itu."

"Kamu tahu kan setiap hari papah sibuk di kantor, papah tidak punya waktu untuk memperhatikan kamu, dan papa minta maaf. Papah tahu kamu belum bisa menerima pernikahan papa dengan ibu Rani, tapi cobalah untuk mengenali anak. Dia itu perempuan yang baik, dia juga menyayangi kamu seperti anaknya sendiri. Papah menikah dengan ibu Rani itu semua untuk kebaikan kamu juga nak, papah berharap ada yang bisa mengurus kamu di rumah, kamu bisa mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu lagi seperti dulu. Papah tidak mau kamu kesepian di rumah mama dan papah juga menikah dengan ibu Rani itu semua karena... " Pak Kusuma terhenti, seolah ada sesuatu yang menahannya, membuatnya tak mampu melanjutkan apa yang akan dia katakan.

"Karena apa pah? " Desak Fikri.

"Maafkan papah, saat ini papah belum bisa memberitahu kamu."

"Sudahlah, semuanya udah jelas. Papah tidak usah repot-repot lagi menjelaskan semuanya sama Fikri." Fikri pun berjalan meninggalkan Pak Kusuma, dan segera menuju kamarnya tanpa mempedulikan panggilan ayahnya.

"Fikri ! Fikri! "

Di kamar, Fikri termenung berusaha mencerna apa yang dikatakan ayahnya tadi, yang dia tahu semenjak kepergian mamanya, ayahnya tidak lagi sayang padanya. Karena itu dia pun menikah lagi. Tapi apa yang dikatakan oleh Pak Kusuma tadi benar-benar berbanding terbalik dengan apa yang dipikirkan oleh Fikri. Dan dia masih bingung dengan apa yang berusaha papanya ingin katakan tadi.

"Apa benar kata masih sayang sama aku? Apa benar dia menikah dengan ibu Rani itu semua untuk kebaikan aku juga? Supaya aku tidak kesepian di rumah? Dan apa yang ingin papa katakan tadi? Aarrkkk... Fikri mengacak-acak rambutnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status