"Begini, Ri. Jagan sampai karena kedekatanmu dengan pria lain, membuat buaya buntung mendapat angin segar. Menjadikan hubunganmu sebagai celah untuk menyerangmu balik." Mega bicara serius. Yah, kapan juga dia gak serius? Dia kan orang yang bekerja di bidang hukum."Maksudnya?" tanyaku keheranan."Di pengadilan itu yang bicara adalah bukti. Bukan kejujuran seseorang." Mega menjawab sambil mengenakan kembali kacamatanya. Untuk kemudian menatap deretan aksara di atas kertas yang kuserahkan. Aku mulai paham ke mana arah pembicaraan wanita yang selalu tampak rapi tersebut."His. Tapi itu gak masuk akal, Ga. Aku dan Doni tak punya hubungan lain. Semua hanya sebatas kerja," kilahku. Lagian mana mungkin aku jatuh cinta pada Doni. Tak akan pernah. Apalagi sampai menjalin hubungan, kalau itu terjadi, pasti aku sudah kehilangan kewarasan."Ya, sudah lah. Tadinya aku gak mau ikut campur urusanmu. Tapi ternyata kamu berniat menceraikan suamimu. Jadi aku pikir, salah jika aku diam saja gak membahas
"Hamil?!" Mataku melebar. Apa ini cuma akal-akalan Mbak Wenda untuk menjegal rencana Mas Rayyan untuk menceraikannya."Hem? Nggak mungkin Mas." Aku menggeleng. Mementahkan apa yang Mas Rayyan katakan.Pria itu masih tampak frustasi. Beberapa kali mengacak rambut. Lalu mengusap wajahnya. Baru ini aku melihat Mas Rayyan seperti itu. Lelaki yang bawaannya lembut dan tenang itu, sekarang sedang sangat gelisah. Mungkin karena ini bukan lagi hanya menyangkut pernikahan tapi juga bayi yang sudah lama ditunggunya."Jadi ... Mas gak jadi ceraikan Mbak Wenda?" Dia tampak ragu. Duh, kamu sangat bodoh kalau bayi itu alasan kalian batal nikah Mas. "Aku ....""Ceraikan, Mas! Wanita seperti dia tidak bisa diberi hati. Aku bahkan tak yakin kalau anak dalam kandungannya anaknya Mas Rayyan. Lalu kenapa Mas bisa ambil kesimpulan itu anak Mas?" Kutekan kakak iparku itu dengan pernyataan-pernyataan yang membuatnya mau membuka pikiran.Sudah jelas sekali, Mbak Wenda itu wanita jalang. Tidur bukan hanya d
Bayangan itu semakin mendekat, diikuti langkah kaki yang membuat buluku meremang. Takut. Tenang, Ri. Berpikir jernih. Jangan biarkan rasa frustasi dan takut aku membuatku tak bisa melawannya. Jalan satu-satunya bagi orang terdesak, adalah melawan penjahatnya. Aku terhenyak ketika sebuah tangan memegang pundak. Sontak tubuhku berbalik. Tanpa melihat siapa, kuayunkan kaki mendorong tubuhnya terjungkal di anak-anak tangga.'Dug!' Kepala orang itu menghantup dinding. Yang kemudian diikuti suara sakit."Auh!"Aku masih terpaku di tempat. Ingin berlari ke arahnya melihat siapa orang itu, tapi takut dia bawa senjata tajam. Akhirnya kuputuskan untuk naik ke atas. Memenggil satpam dari "Kamu gak papa?" Seorang pria berlari mendekati orang jahat itu. Tapi ... suaranya sangat kukenal.Akhirnya kunyalakan lampu untuk memastikan siapa yang datang dan dugaanku itu benar."Mas Rayyan?!" Mataku membeliak. Kenapa malam-malam dia ada di sini?Suara seseorang yang mengaduh kesakitan di bawah sana meng
"Apa Anda sudah menceraikan istri Anda?" tanya manajer Kafe. Dia tidak mengizinkanku pergi begitu saja. Kami harus bicara katanya."Begini Mas Doni. Ini sebenarnya urusan pribadi saya dan ...." Ucapanku terpotong. Doni menempelkan punggung ke kursi belakang. "Heh." Pria tampan itu menaikkan satu sudut bibir. Seolah meremehkan keputusanku yang menutup rapat kisah rumah tangga kami.Aku sudah pernah merasakan kejam dan fitnah banyak, bahkan dikhianati orang terdekat yang paling kupercayai di dunia ini. Tak ada kebaikan yang kudapat setelah mempercayai mereka. Justru mereka memanfaatkan keluguan dan kebaikanku.Begitu pun pemuda ini, mana bisa aku percaya padanya."Saya sebenarnya tidak tertarik pada urusan orang lain. Tapi pengecualian buat Mbak Ria." Doni menyilang tangan di dada. Entah, apa maksudnya? Aku memang menatap sesuatu yang berbeda dari tatapan pemuda pada wanita yang menjadi bosnya tersebut."Hem." Aku manggut-manggut. Menunjukan padanya, bahwa itu tak masalah bagiku."Ya.
Terdengar desahan panjang dari arah kursi samping.Kutatap dari ekor mata, wanita jelita itu menyandar di kursi. Lelah. Namun, matanya tak juga terpejam.'Ri ... kalau saja boleh, aku ingin membuang semua beban di pundakmu.'Tapi aku ini siapa? Aku hanya seorang kakak ipar yang bahkan tak pernah membantu kehidupannya.Tak menyangka jika malam ini akan jadi malam tak biasa. Kami harus bolak-balik mengurus Doni dan Pak Reno secara bersamaan. Kulihat wanita yang kini duduk dengan panik di sampingku. Berkali ia menengok ke belakang, melihat keadaan Pak Reno yang sudah banyak kehilangan darah.Kasihan dia. Dia selalu menderita karena kakaknya. Sejak dulu kali pertama kami bertemu. Wenda sangat ketus pada Ria. Dan sikapnya mulai melunak, kala adik perempuannya itu menikah dengan Revan. Semua karena uang. Sementara aku ... ada di tengah mereka. Hubunganku dengan Wenda sebenarnya hanya soal waktu. Sejauh mana bisa bertahan menghadapi perangai buruknya. Semua bisa kuterima, tapi tidak dengan
"Ap-apa maksudmu, Ri?" Suaraku nyaris tak terdengar.Ria malah bergerak mendekat. Ia bahkan menempelkan sisi tubuhnya, yang membuatku sontak sedikit menjauh. Apa dia membuat rencana dadakan? Ya, ini pasti hanya pura-pura, dia menyeret namaku untuk melindungi diri dari Revan."Mas, masa lupa. Baru juga ngobrol tadi." Ria menatapku membelakangi suaminya dengan berkedip-kedip. Hem, benar dugaanku. Dia asal berbuat tanpa meminta persetujuan."E-e iya, Ri." Dia sudah banyak membantu kehidupan kami. Lebih dari itu Ria telah banyak menderita karena kami, terutama atas sikap Wenda. Tidak mungkin aku menentang rencananya."Em. Ya, Van!" Suaraku meninggi, seiring keprercayaan diri yang tiba-tiba ada. Tapi ... kenapa aku jadi percaya diri? Apa karena Ria mengatakan akan menikah denganku? Oh, tidak. Mungkin kah tanpa kusadari mulai ada ketertarikan padanya.Oh, itu tidak mungkin! Pasti ini hanya perasaan tak enak karena selalu membuatnya susah.Lelaki itu kini mengalihkan pandangannya padaku. Waj
"Aku sama sekali tak percaya." Ria akhirnya mulai berbicara setelah lama terdiam. Mungkin, dia kaget dengan semua yang terjadi. Apalagi saat tahu ternyata Doni anak konglomerat, yang sedang berpura-pura menjadi orang biasa demi dia. Ah, aku merasa sedang bermain film. Terjebak dalam permainan kehidupan mereka. "Semua bisa saja terjadi demi cinta. Terkadang, demi cinta orang menghalalkan segala cara. Meski cara itu haram untuk ditempuh!" paparku dengan percaya diri.Namun, aku merasa semua ini ada keganjalan. Semua kejadian ini apakah Revan pelakunya? Tapi, semua aset sudah diganti atas nama Ria. Tidak mungkin Revan mau mencelakai Ria. Atau ... orang itu hanya mau mencelakai orang-orang yang dekat dengan Ria? "Termasuk Mas Revan dan Mba Wenda. Mereka memilih jalur haram dengan berzina dibanding, jujur padaku kalau mereka saling suka. Entah, cinta atau hanya sekedar suka tidur bareng. Tinggal bilang padaku saja, kalau mereka saling suka biar aku bisa mundur. Karena mungkin, diriku in
“Mas Rayyan, temani aku ketemu Doni lagi bisa?” pertanyaan Ria membuatku bertanya-tanya. Apa dia sekedar menanyakan tentang kesehatannya atau ingin membahas rencana pernikahan kita di depannya. Dalam kondisi Doni masih perawatan, apa Ria tega. “Ah, yuk.” Aku tidak perlu bertanya lebih jauh tentang apa yang dipikirkannya. Walaupun aku masih belum yakin tentang perasaannya terhadap Doni. Secara Doni seorang anak sultan yang sebenarnya justru bisa membahagiakan Ria dibandingku yang pekerjaan aja masih mengemis pada wanita ini. Saat kami memasuki lift. Rasanya kok jantung berdebar tidak biasanya. Ah, ini gara-gara omongan Ria jadi kebawa perasaan. Entah kenapa perasaanku tiba-tiba melayang mendengar statemennya mengajak nikah. Apa dia melakukannya karena kondisinya memang seperti ini. Aku jelas tidak bisa meninggalkannya sendirian karena kalau dilihat lagi, Revan dan Wenda bisa berbuat di luar dugaan terhadap wanita disampingku. Memang di sisi lain aku juga takut syetan menggodaku da