Share

Bab 7. Dapat kiriman video?

Mata ini terus memindai wanita yang sedang duduk menunduk di depanku. Apakah aku terlihat bodoh sekali? Sampai mereka begitu menyusun rencana tidak rapi blas. Seharusnya biar kelihatan alami, setidaknya diubah dulu kek cara berpakaiannya. Ya minimal berpakaian seperti emang dari desa. Kan juga bukan melalui agensi. Harusnya emang kurang pengalaman dan baru mau bekerja. 

Okelah, aku akan tetap pura-pura tidak tahu dan mengikuti rencana mereka. Bukankah manis sekali saat mendengarkan tukang bohong ngarang cerita. 

“Owh ya, Kamu sudah dikasih tau belum sama Ibu tugasnya ngapain saja di sini?“ tanyaku ke arah si Clara.

Setelah sekian menit hanya ada hembusan napas, akhirnya aku mulai mengobrol kembali.

“Belum, Bu.“

“Kamu tahu kan, posisi kamu di sini hanya pembantu? Bukan baby sitter? Itu artinya kalau Pembantu itu mengerjakan semua pekerjaan rumah juga membantu mengasuh bayi yang ada di rumah ini, sedangkan untuk baby sitter itu kusus memegang bayi dan kebutuhan bayi, hanya itu. Kamu paham?“

“Paham, Bu.“

“Mumpung belum terlanjur, aku tanyan ya, kamu sanggup melakukan semua?“ tanyaku dengan sedikit penekanan.

“Sangguplah, Bu. Kecil itu.“

“Baiklah, Amira kebetulan lagi tidur, Kamu boleh istirahat dulu, untuk bersih-bersihnya mulai besok gak papa. Nanti malam aku kasih jadwal jam berapa harus ngapain.“

Wanita itu mengangguk, rona wajahnya berubah menjadi agak merah kegelapan. Sepertinya sedang menahan sesuatu, marah mungkin atau malu? Hahaha entahlah. 

Ini baru permulaan kali. 

“Yuk aku antar ke kamarmu,” ajakku sambil beranjak.

Ibu mertua lebih dulu beranjak, bola mataku sedikit membulat saat melihat tangan Ibu.  

“Wah, gelangnya baru ya, Bu?“ tanyaku menahan tangan Ibu yang tersemat sebuah gelang emas dengan aksen beberapa mutiara di tengahnya.

“Iya, dong.“ Ibu menjawab sembari menarik tangannya dan mengelus gelangnya berulangkali. 

Banyak sekali duitnya, kemarin lagi beli tas juga gamis yang katanya ngabisin duit pake juta. Sekarang gelang baru. 

Wahhh. Daebak.

“Wah, keren. Banyak sekali duitnya, Bu. Padahal bapak kerjanya cuma mancing ya, Bu? Wah jangan-jangan pas mancing nemu berlian di perut ikan?“ candaku dengan sedikit menyindir.

“Sudahlah, jangan kepo!“ sungutnya ke arahku lalu pergi begitu saja.

Aku menatap kepergiannya dengan sedikit sesak dalam dada. Ibu mertuaku begitu royal dengan dirinya sendiri. Bahkan bisa dibilang boros demi egonya. 

Sedangkan aku sebagai menantunya untuk membeli baju pun menunggu ramadhan tiba itupun duitnya ditambah sama Ibu kandungku. Padahal di rumah ini yang bekerja hanyalah Mas Pram. Itupun kurasa mengumpulkan uang setahun tak kan bisa secepatnya terkumpul banyak uang, lantas ibu dapat uang darimana?

Bapaknya pun pulang cuma makan dan tidur setelah itu menghabiskan waktunya hanya memancing dan tidak pernah membawa hasil tangkapan ke rumah. Setiap ditanya pasti jawabannya sudah dimakan bersama teman sekalian pas mancing langsung dibakar.

Entahlah mungkin benar atau gak dapat ikan. Aku tidak tahu.

Aku mendengkus dan kembali beranjak untuk mengantarkan mbaknya ke kamar. 

“Itu lemari kecil nanti buat menyimpan bajumu ya,” tunjukku ke dalam kamar yang terletak disamping dapur. Kamar ini memang sengaja dulu dibuat untuk diperuntukkan pembantu. 

Satu ranjang berukuran 120x200 cm dan ada lemari juga meja untuk keperluan si Mbaknya.

Clara mengangguk dan menyeret kopernya ke dalam kamar. Aku bergegas mengambilkan sprei yang tersimpan rapi di kamarku. 

Setelah itu aku mengantarkan kembali sprei itu ke kamar Clara. 

Ponselku berdering lagi, aku sedikit berlari ke meja dapur dan langsung mengambil benda pipih itu, kuusap layar ponsel dan ternyata temanku, Ratih yang menelpon.

Kupencet tombol hijau dan menempelkan ponselnya ke telinga.

“Hallo, Ratih,” sapaku.

“Aku lagi mengirimkan sebuah video tapi masih loading, nanti, Kamu cermati baik-baik ya!“

Keningku mengernyit, sudah lama tidak kontak-kontakan, tiba-tiba mengabari mengirimkan video, video apa?

Dia temanku masa kecil di kampung, baru lebaran kemarin bertemu dan bertukar nomor WA setelah itu kami asik sendiri sampai lupa saling kirim kabar. Dia memang sekarang tinggal sama dengan kotaku yang sekarang.

“Video apa, Ratih?“

“Nanti, Kamu tahu sendiri, Sherly. Sudah ya, aku matikan telepon, ini ada pelanggan datang.“

Sambungan telepon sudah berakhir. Kini aku menunggu dengan setia membuka WA dia untuk menerima kiriman video. Duh, Ratih bikin penasaran saja.

Next lagi ya...

Terimakasih 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status