Share

Bab 6. Titik kecurigaan

Hatiku berdesir saat melihat keakraban mereka. Ramah sekali Ibu melayani si Embaknya layak seperti teman yang baru bertemu.

Ya Allah, semoga saja kehadirannya menjadikan rumah tangga ini lebih baik. Aku bermunajat dalam hatii, lalu berjalan keluar.

“Ini, Mbak, minumnya,” tawarku dengan meletakkan gelas di depannya.

“Makasih, Bu,” jawabnya dengan senyuman ramah.

“Sama-sama. Owh ya, nanti kamar untukmu tidur, Kamu beresin sendiri ya, nanti Aku kasih Sprei yang baru.“

“Baik, Bu.“

Aku melirik ke arah Ibu mertua. Tumben hanya diam? Baguslah, setidaknya tidak menurunkan harga diri di depan pembantu baru ini.

“Mau diantar sekarang apa nanti saja?“

“Em, terserah, Ibu.“

“Owh ya, maaf sebelumnya. Di sini ada dua lelaki yang bukan mahrammu, aku harap, Kamu ubah cara berpakaianmu yang lebih sopan, ya.“

“Em, baik, Bu.“

“Punya tidak bajunya? Jangan-jangan semua terbuka begitu?“ tanyaku dengan menatap lekat ke arahnya. Entah kenapa saat berbicara dengannya hawanya sensitif melulu.

“Rata-rata seperti ini, Bu.“

Aku menggeleng tidak paham maksud kedatangannya. Niatnya mau jadi pembantu apa penggoda lelaki sih?

Pake baju juga kelihatan belahan dadanya, apalagi rok yang dipakai seatas lutut.

“Sudahlah, Sherly. Jangan banyak protes, kasian dia baru nyampe ini!“ Ibu menimpali dengan wajah sedikit tertekuk.

Aku mendesah lalu mengeluarkan unek-unek apa yang ada di benak dengan sedikit penekanan.

“Bu, maaf. Bapak kan masih sehat, bagaimana respon Bapak nanti kalau melihat setiap hari lengkukan tubuh Mbak ini? Ibu mau jika sampai anak dan suami, Ibu zina mata setiap hari?“

“Ngomong apa sih, Kamu. Gak usah berlebihan! Lagian juga. Mana mungkin Mas Bambang tergoda. Kalau Pram mah bisa jadi. Secara punya istri modelan begitu.“ Ibu mencebikku, kurang ajar sekali mulutnya.

Ya Allah, maafkan hamba-Mu ini yang banyak mengumpat.

“Bu, aku ngomong begini, demi kebaikan kita, Bu. Kalau berpakaian sopan pun kita juga nyaman.“ Aku menjawab dengan nada yang lebih halus lagi, ngomong sama Ibu itu harus banyakin stok sabar. Bisa cepat berkerut ini wajah.

Ibu hanya melirikku lalu menoleh ke arah jendela dengan mulut menya-menye. Biarlah.

“Mbak, aku minta tolong, ya! Mulai besok berpakaian yang sopan ya, kalau gak ada, nanti aku kasih punyaku,” suruhku ke arah calon pembantu itu, bagaimanapun aku harus tetap berbuat baik. Siapa tau kehadirannya benar meringankanku.

"Terimakasih,Bu.“

“Sama-sama, owh ya nama, Kamu siapa dan darimana?

“Clara, dari Depok, Bu.“

Ow ... Ow ... Ow

Aku mengangguk, sekarang aku mengerti, mungkin ini sebagian rencana dari Ibu juga mas Pram. Dua hari yang lalu pulang membawa bayi dari Depok, dan sekarang langsung menyusul seseorang lagi yang katanya mau jadi pembantu. Sungguh membagongkan.

Pintar sekali kalian menyusun rencana! 

Tidak mungkin seorang wanita yang berpakaian seksi dan gaya metropolitan mau jadi pembantu, pakaiannya aja serba terbuka. Lihatlah rambutnya, dibuat curly juga memakai bulu mata palsu. 

Huh dasar! Kalian kurang pintar, Mas.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
es teh manis
aku suka kl tokoh utamanya cerdas g melulu melow ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status