"Kamu serius, Yum?" Netra Asti membulat mendengar penuturan adik iparnya.
"Aku serius, Teh. Kalau beneran hamil nggak masalah, tapi malah nggak mau ke rumah sakit."
"Kemarin beneran tespacknya. Kan, dari kamar mandi."
"Mungkin benar, tapi siapa tahu hamilnya bukan sama Aa."
Ayumi mencoba berspekulasi, kehamilan Mawar yang dinilainya tidak wajar karena tidak menutup kemungkinan hamil bohongan atau hamil bukan anak Bayu.
Asti menjadi ragu. Ia menghentikan tangisnya. Wanita itu mencoba berpikir untuk apa menangis kalau dirinya bisa melakukan apa pun sesuka hati pada Mawar.
"Kita ajak dia ke rumah sakit gitu? Pergoki kehamilannya berapa Minggu?"
"Nggak usah, Yum. Kita kerjain aja dia sampai bosan. Pasti dia senang liat Teteh nangis." Asti merasa kesal mengingat kejadian di ruang makan. Wajah polos, tapi banyak dosa Mawar membuatnya tidak bernafsu makan.
"Terus gimana?" Ayumi kembali bertanya.
"Seperti biasa aja."
"Maaf, Pa." Mawar terdiam setelah mendengar ucapan ayah mertuanya. Dia takut jika benar-benar diusir dari rumah.Ruang makan menjadi tenang setelah Mawar berhenti merengek. Masakan buatan Asti memang enak. Wajar saat itu Bayu memuji masakan sang istri.Mawar mengerucutkan bibir. Rasanya tidak terima dengan pujian suaminya pada kakak madunya. Ia memakan nasi goreng perlahan, sejujurnya memang enak. Akan tetapi, ia tidak mau mengakuinya.Setelah Bayu dan ayahnya pergi, Mawar pun ikut beranjak ke kamar. Namun, baru saja selangkah maju, tubuhnya dihalang oleh Asti."Aku sudah memasak, nih, kamu bersihkan. Aku mau ke pasar, membeli beberapa sayur untuk makan siang."Asti memberikan pel, sapu dan semprotan untuk pembersih meja. Sekaligus menyuruh Mawar mencuci piring. Dengan senyum, Asti melengang ke luar.Saat bersitatap dengan Rahayu, ia menyunggingkan senyum. "Mi, bagi-bagi tugas. Aku masak, dia merapihkan sisa makanan. Dari pada ma
"Kamu sedang menghindari seseorang?"Ayumi terus mendesak Mawar. Melihat gelagat tidak mengenakan dari adik iparnya, gegas wanita itu cepat beranjak dari tempatnya.Ayumi mendengkus kesal. Mawar begitu saja pergi tanpa menjawab semua pertanyaannya. Untuk apa pikirnya istri kakaknya berada di counter hape.Gadis itu kembali melangkah menuju rumah. Sesampainya Ayumi, ia cepat menghampiri Asti dan bercerita kejadian tadi."Aku sih, nggak denger apa-apa, Yum.""Sekarang pokoknya Teteh harus extra perhatiin dia. Kali aja ada gelagat tidak benar, dan bisa buat kunci kita mengusir dia.""Siapa yang mau kalian usir?"Asti dan Ayumi menoleh ke arah suara. Bayu sudah berdiri meminta jawaban mereka. Sempat gelagapan, tetapi Asti mencoba tenang."Kucing, Aa. Soalnya itu, dia masuk terus. Ikan Asti dicolong sama dia.""Emang nggak ditutup pintunya?""Asti lupa, sangking sibuk masak buat Aa. Hayuk atuh, kita ke kama
Mendengar perintah Bayu, Mawar segera berganti pakaian. Ia panik dengan apa yang akan terjadi nanti di sana. Kecemasan melanda saat tiba-tiba Bayu mengajaknya ke Dokter Kandungan.Bayu sudah menunggu di dalam mobil. Asti dan Ayumi saling pandang, ingin sekali mereka ikut ke dokter untuk memastikan kondisi kandungan Mawar.Akan tetapi, pasti Mawar akan mencari alasan untuk menolak. Sebab, ia tidak akan mau jika mereka ikut ke Dokter Kandungan.Mawar gegas masuk ke mobil. Tidak lama Bayu mengemudikan ke luar halaman."Mas, perutku sudah mendingan. Bagaimana kalau kita makan saja di luar?"Bayu mengernyitkan dahi. Pria itu berpikir kenapa malah berganti haluan. Niat untuk ke Dokter Kandungan malah mengajak dirinya makan."Mawar, ini sudah hampir malam. Kalau nanti tengah malam kamu kenapa-napa, aku yang repot." Bayu mengingatkan."Sudah baikkan, kok, Mas. Kayanya aku lapar saja, makanya agak sakit.""Kamu aneh, masa ng
Setelah pulang, Bayu segera masuk ke kamar Asti, tanpa berpamitan dengan Mawar. Pria itu terlanjur kesal dengan ulah istri keduanya. Bayu berganti pakaian, lalu salat, kemudian merebahkan diri di samping Asti."Aa, kenapa, kok suntuk?" tanya Asti.Bayu membalikkan badan ke arah Asti, hingga mereka saling bertatap. "Gimana Aa nggak sebel, Mawar bilang sakit perut, ya udah ayo, Aa anter ke dokter. Di jalan tiba-tiba katanya udah nggak sakit, bilang laper. Ngajak makan, eh, Aa tinggal ke toilet, Mawar ngilang."Asti mengerutkan kening. Wanita itu berpikir mengapa Mawar selalu menunda ke rumah sakit saat Aa Bayu mau mengantarnya?"Sabar, ya, Aa.""Aa kesel, Ti."Asti memeluk sang suami agar mereda emosinya. Lagi, Asti kembali memikirkan alasan Mawar. Sepertinya dia harus mencari tahu semuanya.Tidak lama Bayu tertidur pulas dan mulai mendengkur. Segera Asti mengambil ponsel untuk mengirim pesan pada Ayumi.[Yum, sudah tidur, blum?]
Asti berpikir keras bagaimana caranya untuk mengajak Bayu untuk ke Dokter Kandungan. Tidak mungkin dia bilang kalau mau cek kesuburan Bayu karena nyatanya Mawar bisa hamil anak sang suami.Kecurigaan Asti semakin menjadi, saat Mawar terlihat sudah bersiap untuk pergi. Wanita hamil yang mengaku keram perut kemarin terlihat sangat sehat berjalan."Yum, aku mau ikutin Mawar. Kamu di rumah saja, gimana?" Aku meminta saran pada Ayumi yang sedang makan."Nggak apa-apa kalau sendiri?" tanya Ayumi memastikan."Tenang aja. Aku bisa, kok. Untungnya aku sudah rapi, kalau Mas Bayu pulang, bilang saja aku lagi ke swalayan.""Sip."Gegas Asti mengikuti Mawar. Namun, ia harus menjaga jarak agar tidak mencolong oleh wanita itu. Segera ia menutup wajah dengan masker setelah ojek datang.Asti meminta tukang ojek mengikuti kemana taxi online itu pergi. Sempat mereka kehilangan jejak, tapi kembali terlihat taxi yang ditumpangi Mawar.Taxi itu berh
Mawar masih saja ketakutan jika suatu hari Asti memberikan fotonya dengan Roy Sebelum itu terjadi, mawar telah memikirkan cara.Mawar menemukan ide untuk menghapus semua foto dalam ponsel Asti. Ia mengendap-endap masuk ke kamar kakak madunya. Mawar tahu Asti sedang masak di dapur.Matanya menyelusuri isi kamar, tetapi sama sekali tidak menemukan benda yang ia cari. Mawar mengembuskan napas kasar, tangannya terus mengobrak-abrik laci kamar. Sama saja hasilnya nihil."Cari apa Mawar?"Mawar terlonjak kaget mendengar suara memanggilnya. Ia membalikkan badan, saat itu Asti sudah berada di ambang pintu."Cari ini?" Tangan Asti menunjukkan ponsel miliknya.Seketika raut wajah Mawar berubah pias. Tidak menyangka Asti lebih cerdik darinya. Mau beralasan apa pun tetap sulit.Asti menyunggingkan senyum melihat Mawar mati gaya. Sebelumnya Asti sudah melihat saat Mawar akan masuk ke kamar. Hanya saja, ia belum selesai memasak. Lagi pula, ponselny
Semakin hari, Roy seperti meneror Mawar. Pria itu selalu meminta bertemu. Kini, Roy meminta Mawar datang ke rumah kontrakannya.Sekali lagi Mawar menolak, tetapi Roy selalu mengancam akan menemui suaminya. Ketakutan Mawar akhirnya membuat ia setuju bertemu dengan Roy."Kamu mau kemana?" tanya Rahayu."Ada urusan, Mi," jawab Mawar."Kemana?"Rahayu mulai curiga karena Mawar sekarang sering keluar rumah. Namun, ia tidak sama sekali berbicara akan pergi kemana.Mawar mencoba tenang di hadapan sang ibu. Ia tahu kalau Rahayu sedang mencurigainya. Akan tetapi, ia tak mau sang Ibu tahu tentang pertemuannya dengan mantan kekasihnya dulu."Aku pergi dulu, Mi."Setelah berpamitan Mawar langsung meninggalkan kamar. Sementara, dari kejauhan Asti memandang penuh curiga.'Sudah beberapa hari ini Mawar selalu keluar siang hari. Apa dia menemui selingkuhannya itu? Ah, aku mau mengikuti, tapi aku belum masak.' Asti bergumam dalam hati.
Mawar sudah dipindahkan ke ruangan. Rahayu masih saja menangisi sang anak sampai Ayumi merasa curiga dengan sikap ibunya.Sejak datang dan sampai Mawar masuk ke dalam ruangan, Rahayu tak henti mencemaskan Mawar. Seharusnya jika hanya sebagai menantu, tidak seharusnya menangis seperti sedih menangisi sang anak."Mami, jangan nangis terus. Lebay banget, sih. Itu, kan menantu Mami bukan anak Mami. Jadi, nggak usah sampai menghabiskan air mata," oceh Ayumi kesal.Rahayu salah tingkah dengan apa yang dituturkan sang anak. Memang dia mencemaskan Mawar karena memang dia anak kandungnya. Akan tetapi, tidak mungkin ia bicara sesungguhnya dengan Ayumi.Rahasia besar itu sudah tersimpan sejak lama. Saat wanita itu datang dan mengaku janda tanpa anak."Mami sedihlah, kan itu anak kita tunggu-tunggu. Eh, malah keguguran." Rahayu mencari alasan agar Ayumin tidak semakin curiga."Ya, nggak gitu juga kali."Ayumi meninggalkan sang ibu. Gadis itu memi