Materi aku sampaikan sesuai dengan apa yang harus aku ajarkan. Namun suara dari luar kelas membuat kami semua terganggu dan akhirnya penasaran dengan suara apa itu. Aku keluar untuk melihatnya Begitu juga dengan mahasiswa yang lain hingga aksi Fildan membuat aku benar-benar kaget. Adikku itu … ah, ya ampun. Aku menengok ke arah Nina yang juga tidak kalah terkejutnya dengan ku. Dipandang oleh seluruh mahasiswa membuat aku jadi salah tingkah. "Seorang mahasiswi cantik bernama Nina Ramadhani, maukah engkau menjadi kakak iparku? Aku sedang membantu apa aku melamarmu jadi tolong terimalah biar aku bebas untuk memilih pacar," teriak Fildan yang menggunakan tuas sebagai media untuk menembak Nina.Terlihat di tangannya sebuah selebaran bertuliskan ajakan menikah denganku dan itu benar-benar membuatku malu karena banyak sekali mahasiswa. Mungkin Jika aku seorang mahasiswa juga tidak masalah tetapi aku adalah seorang dosen, gimana pasti hal semacam ini akan menjadi sorotan dan contoh.TerimaT
Pov NinaAku tidak menyangka kalau Bang Ashraf bakalan mengajakku menikah lagi. Dulu, saat dia melamarku, aku sedih bukan main karena sudah yakin akan ditentang keluarganya. Meskipun sekarang masih sama, tapi ada ayahnya dan Fildan yang katanya sudah merestui. Bahkan Fildan membuat kejutan di kampus hingga membuatku terpana dan tak menyangka.Setelah dari kampus, Bang Ashraf langsung menuju ke rumah Ibu. Dia serius dengan lamarannya dan menyatakan niat baiknya pada Bang Hadi. Aku pun lebih banyak diam dan menyimak bagaimana cara Bang Ashraf melamarku. Dia begitu berwibawa, bahkan mengatakan dengan lantang akan datang bersama keluarganya minggu besok.“Aku butuh waktu untuk mendiskusikan ini, tapi yang jelas aku serius melamar Nina untuk jadi istriku,” ucap Bang Ashraf.Ibu terlihat tersenyum, lalu mengangguk pelan. Bang Hadi pun memberikan jawaban yang cukup menggetarkan hatiku. “Sekiranya serius, datang saja. Pintu rumah ini terbuka untukmu yang sudah terlihat baik budinya. Yang pe
Pov AshrafAku akhirnya pulang dengan hati yang berbunga setelah mendapatkan restu dari kedua orangtua Nina. Tinggal aku katakan pada semua orang di rumah bahwa aku sudah akan menikahi Nina. Satu satunya orang yang harus aku temui dulu adalah Papa. Papa adalah orang yang mungkin bisa menjadi penengahku jika nanti Mama protes karena aku ingin menikahi wanita yang dulu ditentang Mama untuk aku nikahi.Aku langsung menuju ke kantor Papa. Aku menghubungi Fildan untuk memastikan Papa ada di kantor. Fildan cukup cerdas ternyata untuk jadi comblangku. Dengan kejadian di kampus tadi, Nina pasti tak ada keraguan lagi untuk menerimaku. Mungkin dia malu dengan status jandanya, tapi aku harus jadi orang yang menenangkan baginya. Bukankah cinta tak perlu alasan?Sesampainya di kantor, Papa baru aku hubungi. Papa terlihat kaget mendengarku sudah ada di kantor. Di sana sudah ada Fildan yang ternyata lebih dulu sampai.“Duluan aku nih, apa aku dulu nih yang nikah?” kekeh Fildan.Aku menoyor pundak
Pov AshrafSetelah mendapatkan dukungan dari ayah dan Fildan, tentu aku semakin yakin jika pernikahan ini pasti akan terjadi. Aku memutuskan untuk kembali ke rumah bersama dengan mereka dan kita akan membicarakannya bersama-sama saat makan malam nanti."Mama mau bicara sama kamu, Ashraf," ucap Mama saat Aku baru saja masuk ke dalam kamar.Padahal aku sudah hendak berbicara dengan mama saat nanti selesai makan malam tetapi Mama justru menghampiriku saat baru pulang. Ini benar-benar suatu hal yang mendebarkan dan aku berharap Mama tidak memintaku untuk aneh-aneh sebelum Aku mengatakan hal yang sebenarnya ingin aku sampaikan nanti."Ada apa, Ma? Ashraf begitu lelah dan ingin sekali mandi terlebih dahulu. Kita bicara nanti aja selepas makan malam.""Gak bisa, Mama harus bicara sekarang karena Mama cuman butuh ngomong sama kamu. Bukan sama papa atau adik kamu yang tidak bisa sepaham dengan Mama," tegas mama.Terpaksa aku pun harus duduk kembali dan harus bersiap mendengarkan semua ucapan m
Mama tidak menjawab semua pertanyaan yang aku ucapkan saat di kamar dan dia langsung keluar tanpa memberikan pernyataan apapun. Aku hanya bisa menarik nafas dalam-dalam dan terus memanjatkan doa Semoga Tuhan membolak-balikkan hati Mama yang keras dan tidak pernah merestui hubunganku dengan Nina.Saat makan malam berlangsung Mama juga masih bungkam dan tidak mau bicara. Dia hanya melayani papa dan juga Fildan tetapi tidak mengajakku berbicara. Aku pun tidak berani membuka percakapan dan memilih untuk menyelesaikan makan malamku dengan cepat lalu keluar dari rumah untuk mencari angin segar. Takut terlalu buntu untuk memikirkan hal ini aku memutuskan untuk menemui Mayang dan berharap dia bisa membantuku untuk meluluhkan hati Mama. Tidak ada yang berani mencegahku jika aku sudah mode marah seperti ini termasuk papa dan Fildan. Sikap dingin dan juga arogan ku memang menurun dari mama tetapi Mama tidak menyadarinya. Maka dari itu aku dan mama sering sekali bertengkar hanya karena sama-sama
Aku yakin Mayang tak begitu suka dengan jawabanku. Namun, itu sudah resiko jatuh cinta. Jika tidak meninggalkan maka ditinggalkan. Dia pun tak mengatakan apapun lagi setelah itu di ponsel, padahal biasanya dia selalu mengirimkan pesan di malam hari sebelum aku tidur.“Kamu tadi malam mendatangi Mayang?” tanya Mama saat pagi ini aku sedang sarapan. Aku pikir mama masih marah, nyatanya dia mau bicara juga denganku meskipun pertanyaannya seputar Mayang.“Iya. Aku hanya ingin meluruskan sesuatu yang bisa menimbulkan fitnah dan kesalahpahaman. Aku sudah percaya menikahi Nina dan sudah melamarnya kemarin. Tidak mungkin aku menerima permintaan keluarga Mayang untuk menikah. Jadi, sebagai lelaki yang baik tentunya aku nggak mau memutus hubungan silaturahmi mama dengan keluarga mereka meskipun kita tidak bisa jadi keluarga besan. Aku sedang berusaha untuk menjadi lelaki jantan, makanya aku menemuinya untuk mengatakan dengan baik-baik agar tidak berharap padaku lagi,” ucapku.Mama tidak menga
Aku melihat wanita yang cukup dewasa sedang menggendong anak perempuan Nina. Aku juga melihat wanita muda yang menyuguhkan minuman dan makanan ditemani oleh Mbak Aminah. Entah siapa mereka, sepertinya aku kurang mengetahui siapa saja keluarga besar Nina. Wajah mereka begitu sangat asing. "Maaf kalau kedatangan kami malah merepotkan dan mengagetkan semua orang. Saya selaku orang tua dari Ashraf datang jauh-jauh dari kota ke desa ini untuk satu hal yang cukup serius. Yang pertama-tama kami datang untuk silaturahmi dan mengenalkan anak kami yang pertama, Ashraf namanya. Yang kedua, Fildan. Kedua-duanya sama-sama dokter dan yang bersama saya ini istri saya yang sangat saya sayangi. Semoga, silaturahmi kami datang ke sini diterima dengan baik," ucap Papa sopan. Bahkan, tidak mengurangi rasa hormat dan juga menjagamu bahwa kamu sebagai keluarga terpandang untuk mengatur tata kelola dan ucapan di depan semua orang."Alhamdulillah karena kami akhirnya didatangi oleh orang yang cukup terpan
Pov NinaIni adalah hari yang paling membahagiakan. Tak ada yang paling membuatku tersenyum selain hari ini. Bang Ashraf melamarku, bahkan akan menikahiku 1 bulan lagi sesuai dengan perjanjian para tetua. Aku tak pernah membayangkan akan menikah dengan lelaki yang dulu sangat aku cintai. Meskipun Mas Ahmad masih menjadi lelaki yang menempati posisi tersendiri di hati ini, hadirnya Bang Ashraf dengan janji janji manisnya, aku pun semakin yakin akan serius dalam jenjang yang lebih serius.“Abang harap ini adalah pernikah terakhirmu, Dek. Abang ingin kamu jaga diri dengan baik selama ikut suamimu nanti. Abang lihat calon mertuamu hanya yang laki laki saja yang respek, selebihnya semoga tak seperti yang Abang pikirkan,” ucap Bang Cakra.“Iya, Bang. Nina yakin, diawali dengan doa keluarga Nina ini, Nina bisa menemukan kebahagiaan lagi setelah ditinggal pergi Mas Ahmad. Ini semua tak luput dari restu dan dukungan Abang dan Ibu, makasih Abang.”Aku memeluk Bang Cakra, meneteskan air mata bah