Kubalas Perbuatan Keluarga Suamiku

Kubalas Perbuatan Keluarga Suamiku

Oleh:  Maey Angel   Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 Peringkat
89Bab
15.8KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Seorang istri yang dihina keluarga suami lantaran belum juga memiliki keturunan. Setiap hari selalu saja ada perdebatan dan lagi lagi istri harus mengalah karena dianggap masih menumpang pada orang tua.

Lihat lebih banyak
Kubalas Perbuatan Keluarga Suamiku Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
default avatar
ilmupustaka.19
cuzz lanjut thor... makin seru ini...
2024-02-25 14:36:12
0
user avatar
Maey Angel
yuk jangan lupa tinggalkan komen di sini...... biar semangat ngetiknya
2024-01-28 13:28:22
1
89 Bab
kebiasaan
"Kemarin habis dari pasar, beli apa aja?" tanya Mita–kakak iparku."Kenapa? Kepo banget," selorohku malas."Kepo lah. Itu, Ahmad kerja bukan buat kamu habiskan uang gajinya. Pasar kok hampir tiap hari! Nggak kasihan apa? Gaji suami yang hanya kuli, tapi bini pegawean belanja sana sini. Boros!" serunya.Aku yang sedang memotong bawang berhenti. Mendelik ke arah kakak ipar yang sangat suka membuat tensi naik tanpa permisi. Nggak pagi, siang, sore, nggak seneng banget liat aku seneng."Situ ngiri? Jangan lupa, cicilan panci dibayar. Bukan hanya sibuk ngurusin urusan orang!" semburku lalu pergi dengan segera, meninggalkan pekerjaan yang seharusnya aku harus selesaikan segera."Na ….." Suara Ibu Mertua terdengar dari dapur saat aku baru saja hendak mandi. Aku letakkan handuk kembali, memilih mendekat ke arah ibu mertua yang umurnya tidak lagi muda."Iya, Bu."Aku melihat Mbak Mita yang sedang berada di samping Ibu Mertua, dengan wajah ditekuk dan bersimbah air mata."Kamu kebangetan, ya.
Baca selengkapnya
sudah pasti
...2"Mbak, Mas Ahmad kecelakaan di tempat kerja. Sekarang di rumah sakit Medika."Tanganku lemas seketika. Suamiku ….Aku gegas pergi. Aku tidak memperdulikan apapun selain keselamatan suamiku yang sedang mencari nafkah. Kabar yang disampaikan Romli membuatku sampai kehilangan akal dan langsung berjalan ke depan, meminta tolong pada tetangga untuk meminjamkan motornya kepadaku."Mau ke mana, Nin? Buru-buru amat? Mau ke pasar lagi?" sindir Mbak Mita.Aku tak menjawabnya. Kupilih tetap melajukan motor dan pergi menuju rumah sakit Medika yang jaraknya berkilo-kilo dari tempatku tinggal. Ya Tuhan, selamatkanlah suami hamba. Meski dia jelek, pendek, dekil, miskin, idup pula. Tapi aku sayang banget sama dia. Dia nggak pernah bentak aku dan maksa aku buat melakukan hal yang aku nggak suka, meski di rumah ibunya sendiri. Kekurangannya hanya satu, dia nggak mau misah dan hidup berdua saja denganku. Alasannya, sayang Ibu. Sudah berulang kali berdebat, akhirnya kalah dengan sogokan uang lembar
Baca selengkapnya
lagi
...“Loh, kok kamu di sini, Nin?” Ibu mertua tampak kaget begitu sampai ruangan Mas Ahmad dan melihatku yang sudah ada di sini.“Lah, Mbak Mita tadi nggak tanya Nina ada di mana. Asal nyerocos ae … malu nggak?” sindirku pada Mbak Mita. Dia melengos dan memilih duduk di kursi samping ranjang Mas Ahmad.“Kok bisa gini, sih, Mad? Mbak loh sudah bilang, nikah sama Nina itu bikin apes dan ekonomi seret. Wetonnya itu tiban apes. Ya jadi gini ‘kan kamu?” ucap Mbak Mita.Sungguh nih ipar kagak ada akhlak banget sumpah. Apa coba mengatakan hal seperti itu. Bahkan, Ibu mertua juga tidak membelaku sama sekali. “Nggak ada kaitannya sama weton, Mbak. Ahmad lagi apes aja. Jani nggak ikut?” Aku tahu Mas Ahmad sedang mengalihkan pembicaraan. Sedangkan aku memilih keluar ruangan Mas Ahmad. Malas harus mendengarkan ocehan ipar macam Mbak Mita. Bukan enak didengar, yang ada bikin telinga disko rutinan.“Mau ke mana, Nin?” cegah Mas Ahmad saat tanganku ingin menarik gagang pintu.“Ngadem bentar di luar
Baca selengkapnya
berdua
...“Habis dari mana? Suami lagi sakit malah kamu ngeluyur,” sembur Mbak Mita.“Suka-suka Nina. Daripada di sini liat Mbak Mita, lama-lama bisa ikutan sakit. Mas, Nina pulang dulu, ya? Mau balikin motor sekalian ambil baju ganti,” pamitku.“Eh, nggak usah. Kelamaan nanti di rumah kalau kamu yang pulang. Biar Mbak aja sama Ibu yang pulang ke rumah,” cegah Mbak Mita.Alah, aku tahu modusnya. Palingan dia malas berlama-lama di rumah sakit. Mana bisa dia direpotkan sama aku dan yang lain. “Nggak usah, Mbak. Nina bentaran doang. Ngapain lama-lama. Kayak nggak ada kerjaan aja di sini.”“Ya emang gak ada. Kamu kan kerjaannya cuma nyusahin Ahmad.”Aku memutar bola mata jengah. Ibu mertua hanya diam saja, tak ikut menyela atau mendebat pernyataan Mbak Mita yang terdengar sangat tidak sopan.“Mad, Ibu pulang dulu, ya? Jani takut nyariin. Malam ini sama Nina saja di rumah sakit nggak apa, kan? Besok Ibu ke sini pagi-pagi sekalian bawa sarapan buat kamu dan Nina. Ya?” pamit Ibu mertua.“Ya, Bu. I
Baca selengkapnya
Tak boleh bekerja
Setelah tiga hari dirawat di rumah sakit, Mas Ahmad bisa pulang. Jangan ditanya biaya rumah sakitnya. Sebanyak dosa tetangga yang suka gibahin aku setiap hari. Beruntung sebagian biaya rumah sakit ditanggung BPJS sehingga aku masih sanggup mmebayarnya.“Kalau suami sakit itu, nggak usah ngelayap terus,” ucap Mbak Mita dengan nada menyindir saat aku baru hendak pergi ke warung. Sudah seminggu, kondisi Mas Ahmad belum bisa berjalan sendiri dan aku yang harus membantunya banyak hal.“Mau ke mana, Mbak?” tanya Jani.“Ke depan. Kenapa? Mau kasih ongkos jalan?”“Nitip beliin seblak sih,” perintahnya.“Beli sendiri, kakinya masih kuat jalan kan? Kalau udah nggak bisa jalan, tuker tambah saja sama kaki gajah,” selorohku.Aku berjalan mengabaikan wajah wajah yang mungkin saja kesal karena ucapanku. Bodo amat lah, aku lagi mode suntuk. Bagaimana tidak, biaya rumah sakit Bang Ahmad yang ditanggung BPJS sisanya aku bayar sendiri. Uang simpanan harus terkuras dan keluarga Mas Ahmad tak ada yang m
Baca selengkapnya
Putar otak
Sejak aku minta izin kerja dan ditolak mentah mentah sama Mas Ahmad, aku pun hanya bisa pasrah. Setiap hari, Ibu mertua merepet dan meminta banyak hal padaku. Menyuruhku ini itu, sampai telinga rasanya panas dan berdengung. Lagi lagi, emosiku hanya reda jika Mas Ahmad sudah menenangkanku. Sabar. Begitu yang Mas Ahmad selalu ucapkan. Entah sampai kapan sabar ini harus aku jalani. Nyatanya, paket sabar unlimited tak mungkin dijual di toko kelontong sehingga aku pun berada di titik jenuh dan stress setiap hari nya.“Ahmad belum sembuh?” tanya Mbak MIta dengan tatapan mengejek seperti biasanya.“Liat aja di dalam, pake tanya lagi,” jawabku malas, tanganku fokus mencabuti rumput.“Ditanya songong!”“Situ nanya belagu! Setiap hari pertanyaannya sama, nggak ada pertanyaan lain apa? Bosan dengernya,” jawabku.Semakin hari, diladeni dan disabarkan mereka semakin melunjak. Mereka selalu saja memancing amarahku bahkan dengan mengatakan hal-hal yang kadang membuat ku harus mengeluarkan kata-kat
Baca selengkapnya
sisa 5000
Pagi hari aku sudah bangun awal. Sengaja agar Ibu dan Jani belum bangun, aku sudah selesai. Aku tak mau mereka ribut, mencari perkara dan memakan semua hasil yang sudah aku siapkan sejak semalam. Aku Menggoreng sempolan, lalu meletakkannya dalam wadah kotak hadiah sabun yang aku simpan di kamar. Tentu saja aku simpan yang sekiranya bisa aku gunakan, jika di luar akan lenyap dalam seketika. 50 tusuk sempol aku buat. Aku pun bisa mendapatkan 50 ribu jika sampai habis nantinya karena aku menjualnya 1000 per tusuk.“Ini buat Mas, udah Nina sisakan. Buat Ibu dan Jani juga sudah di atas meja, sarapan udah Nina masak juga. Jadi, boleh Nina berangkat sekarang?” tanyaku.“Ini masih jam 6, Nin. Nggak terlalu pagi?”“Biar banyak yang beli, Nina pergi dulu ya?” Aku bersalaman pada mas Ahmad sebelum pergi.Saat keluar dari kamar aku melihat janin yang sedang menikmati Sempur yang aku sisakan. Terlihat Dia sangat menikmati dengan nasi hangat yang sudah aku masak."Kamu habiskan semua, Jan?" tany
Baca selengkapnya
kucing sialan
"Laris?" tanya Mas Ahmad begitu aku sampai di kamar. Dia tersenyum kalau membiarkan ku duduk di sampingnya."Alhamdulillah. Setidaknya aku bisa membeli bahan lagi untuk jualan besok. Hari ini belum terlihat hasilnya tetap insya Allah besok pasti bisa lebih banyak lagi. Hanya sisa 5000, boleh aku tabung?" tanyaku.Mas Ahmad tersenyum lalu meraih tanganku dan mengusapnya."Itu hasil dari pekerjaanmu dan gunakan apapun sesuai dengan keinginan. Asal, kamu tidak punya rasa sombong dan juga tidak boleh berbangga diri meskipun sudah mencari uang sendiri.""Insyaallah, Mas. Ingatkan Nina kalau lupa, ya?" ucapku.Aku mengambil toples bekas sosis yang aku simpan di dalam lemari lalu aku masukkan uang itu ke dalamnya. Uang 5000 pertama yang menjadi awal aku berjualan Sempol dan berniat akan mulai berusaha untuk bisa bangkit dengan kaki sendiri dan berusaha untuk membantu Mas Ahmad mencari nafkah."Mas udah makan?" tanyaku."Udah, sempolan bikinan kamu enak banget. Tadi Mas habiskan sama ibu," u
Baca selengkapnya
Ramli pulang
"Perkara ikan saja kamu bikin geger, Nina," ucap ibu mertuaku."Kalau ngambilnya ngomong sih Nggak masalah Bu, ini ngambilnya diam-diam banyak banget lagi. Di rumah Ini kan juga butuh makan dan ada 4 orang yang harus Nina penuhi perutnya biar nggak kelaparan. Isinya cuman 10 diambil 7, sisa 3. Lalu Nina makan apa?""Kamu kan bisa goreng lagi atau membelinya lagi. Apa-apa dibikin ribut, malu sama tetangga ribut sama saudara sendiri. Kamu kan juga punya uang, nggak usah pelit sama saudara sendiri.""Bukan Nina pelit, tapi Mbak Mita Yang keterlaluan. Salah Mbak Mita sendiri selalu bikin ribut sama aku!"Selera makanku mendadak hilang mendengar Ibu lebih membela anaknya yang mencuri ikan itu. Aku tidak jadi mengambil nasi dan langsung masuk ke kamar lalu merebahkan diri di atas kasur. Mas Ahmad yang mendengar perdebatanku hanya mengusap pundak lalu mengatakan sabar seperti biasanya."Sabar, Nina. Mas janji Setelah sembuh nanti bakalan beliin kamu ikan yang lebih banyak. Nggak usah diambi
Baca selengkapnya
Hanya suamiku
"Mas, Aku senang kamu pulang. Rindu rasanya melihatmu setelah beberapa hari tidak pulang ke rumah," ucap Mbak Mita manja. Padahal biasanya wanita itu terlihat galak dengan suaminya dan kali ini terasa aneh karena mendadak menjadi manja dan genit setelah suaminya pulang dengan membawa mobil.Ramli memang bekerja di salah satu perusahaan yang terletak di kota. Biasanya selalu bolak-balik seminggu sekali dan kali ini kepulangannya menjadi istimewa karena dia membawa mobil yang cukup bagus ke rumah."Aneh sekali kalian, biasanya kan aku memang pulang tak menentu." Mas Ramli pun sepertinya heran melihat kelakuan dari istri dan juga keluarganya.Bukan hanya ibu dan Mbak Mita yang heboh melihat kepulangan kakak iparku tetapi Jani juga ikut heboh melihat mobil yang mentereng di depan halaman rumah."Ini sih keren banget! Kakak ipar berapa hari di rumah?" tanya Jani."Lusa aku sudah harus pulang karena mungkin aku akan sering bolak-balik ke rumah dan ke kantor. Sudah difasilitasi mobil dari p
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status