Mama tidak menjawab semua pertanyaan yang aku ucapkan saat di kamar dan dia langsung keluar tanpa memberikan pernyataan apapun. Aku hanya bisa menarik nafas dalam-dalam dan terus memanjatkan doa Semoga Tuhan membolak-balikkan hati Mama yang keras dan tidak pernah merestui hubunganku dengan Nina.Saat makan malam berlangsung Mama juga masih bungkam dan tidak mau bicara. Dia hanya melayani papa dan juga Fildan tetapi tidak mengajakku berbicara. Aku pun tidak berani membuka percakapan dan memilih untuk menyelesaikan makan malamku dengan cepat lalu keluar dari rumah untuk mencari angin segar. Takut terlalu buntu untuk memikirkan hal ini aku memutuskan untuk menemui Mayang dan berharap dia bisa membantuku untuk meluluhkan hati Mama. Tidak ada yang berani mencegahku jika aku sudah mode marah seperti ini termasuk papa dan Fildan. Sikap dingin dan juga arogan ku memang menurun dari mama tetapi Mama tidak menyadarinya. Maka dari itu aku dan mama sering sekali bertengkar hanya karena sama-sama
Aku yakin Mayang tak begitu suka dengan jawabanku. Namun, itu sudah resiko jatuh cinta. Jika tidak meninggalkan maka ditinggalkan. Dia pun tak mengatakan apapun lagi setelah itu di ponsel, padahal biasanya dia selalu mengirimkan pesan di malam hari sebelum aku tidur.“Kamu tadi malam mendatangi Mayang?” tanya Mama saat pagi ini aku sedang sarapan. Aku pikir mama masih marah, nyatanya dia mau bicara juga denganku meskipun pertanyaannya seputar Mayang.“Iya. Aku hanya ingin meluruskan sesuatu yang bisa menimbulkan fitnah dan kesalahpahaman. Aku sudah percaya menikahi Nina dan sudah melamarnya kemarin. Tidak mungkin aku menerima permintaan keluarga Mayang untuk menikah. Jadi, sebagai lelaki yang baik tentunya aku nggak mau memutus hubungan silaturahmi mama dengan keluarga mereka meskipun kita tidak bisa jadi keluarga besan. Aku sedang berusaha untuk menjadi lelaki jantan, makanya aku menemuinya untuk mengatakan dengan baik-baik agar tidak berharap padaku lagi,” ucapku.Mama tidak menga
Aku melihat wanita yang cukup dewasa sedang menggendong anak perempuan Nina. Aku juga melihat wanita muda yang menyuguhkan minuman dan makanan ditemani oleh Mbak Aminah. Entah siapa mereka, sepertinya aku kurang mengetahui siapa saja keluarga besar Nina. Wajah mereka begitu sangat asing. "Maaf kalau kedatangan kami malah merepotkan dan mengagetkan semua orang. Saya selaku orang tua dari Ashraf datang jauh-jauh dari kota ke desa ini untuk satu hal yang cukup serius. Yang pertama-tama kami datang untuk silaturahmi dan mengenalkan anak kami yang pertama, Ashraf namanya. Yang kedua, Fildan. Kedua-duanya sama-sama dokter dan yang bersama saya ini istri saya yang sangat saya sayangi. Semoga, silaturahmi kami datang ke sini diterima dengan baik," ucap Papa sopan. Bahkan, tidak mengurangi rasa hormat dan juga menjagamu bahwa kamu sebagai keluarga terpandang untuk mengatur tata kelola dan ucapan di depan semua orang."Alhamdulillah karena kami akhirnya didatangi oleh orang yang cukup terpan
Pov NinaIni adalah hari yang paling membahagiakan. Tak ada yang paling membuatku tersenyum selain hari ini. Bang Ashraf melamarku, bahkan akan menikahiku 1 bulan lagi sesuai dengan perjanjian para tetua. Aku tak pernah membayangkan akan menikah dengan lelaki yang dulu sangat aku cintai. Meskipun Mas Ahmad masih menjadi lelaki yang menempati posisi tersendiri di hati ini, hadirnya Bang Ashraf dengan janji janji manisnya, aku pun semakin yakin akan serius dalam jenjang yang lebih serius.“Abang harap ini adalah pernikah terakhirmu, Dek. Abang ingin kamu jaga diri dengan baik selama ikut suamimu nanti. Abang lihat calon mertuamu hanya yang laki laki saja yang respek, selebihnya semoga tak seperti yang Abang pikirkan,” ucap Bang Cakra.“Iya, Bang. Nina yakin, diawali dengan doa keluarga Nina ini, Nina bisa menemukan kebahagiaan lagi setelah ditinggal pergi Mas Ahmad. Ini semua tak luput dari restu dan dukungan Abang dan Ibu, makasih Abang.”Aku memeluk Bang Cakra, meneteskan air mata bah
"Abang sudah janji akan cerita sama Nina tentang masalah yang terjadi, kan? Nina janji nggak bakalan kepikiran dan nggak bakalan merubah apapun yang sudah diputuskan kemarin. Nina sayang Abang, makanya Nina ingin abang berbagi masalah yang terjadi saat ini agar kita bisa mencari solusi nya sama sama," ucapku.Bang Ashraf menatapku lalu menatap ke arah jalan. "Mama sakit," ucap Bang Ashraf membuatku kaget. "Innalillahi, sakit apa, Bang?""Mama itu punya riwayat penyakit darah tinggi dan kemarin sempat ada pertengkaran antara Papa dan Mama. Jadi Mama sempet drop dan akhirnya dilarikan ke rumah sakit. Mama bilang kalau pernikahan ini tidak usah dilanjutkan tetapi Papa mengatakan lebih baik dilanjut kan saja meski tanpa mama. Papa yakin semuanya akan baik-baik saja meskipun tetap saja sebagai seorang anak perasaan tidak tega untuk menjadi sandungan. Apa kamu tidak keberatan jika nanti di acara resepsi tidak ada mamaku?" tanya Bang Ashraf menatapku sedih."Bang, kalau memang pernikahan
"Mbak, Bang Ashraf belum datang ya?" tanyaku yang hampir saja menangis. Jika tidak teringat Hari ini adalah hari bahagiaku tentu aku sudah menangis karena lelah menunggu kabar dari calon suamiku."Mungkin sebentar lagi."Suara pemandu acara sudah terdengar. Rangakaian Acara demi acara sudah dibacakan dan saat pengenalan calon mempelai pria aku benar-benar merasa bersyukur karena terdengar suara Bang Ashraf yang sudah datang di tempat acara. Rasa cemas dan khawatir yang tadi sempat tersemat kini berubah menjadi bahagia. Mbak Amelia menunjukkan video ucapan ijab kabul yang dilakukan oleh Bang Ashraf di depan penghulu, membuat air mataku akhirnya jatuh juga."Duh, kok nangis? Tahan ya?" MUA pun panik melihatku menangis. Aku tidak bisa mendung rasa sedih ini sehingga akhirnya merepotkan para penata rias. Setelah reda aku pun mengucap rasa syukur, akhirnya ijab kabul terlaksana."Kita harus turun dan menemui para tamu. Semoga calon suamimu siap melihatmu yang cantik bak bidadari ini,"
Hari pernikahan yang sangat kacau karena di saat tamu-tamu berdatangan untuk memberikan selamat justru kita berdua meninggalkan tempat acara. Memang keadaan ibu mertua tidak bisa disalahkan karena sakit tidak bisa diprediksi sebelumnya ataupun dibiarkan jika memang sudah kenyataannya seperti itu. Bang Ashraf terlihat sangat tegang saat menyetir sedangkan aku mencoba untuk menguatkan dengan mengulurkan tangan dan menggenggam lembut."Sabar ya bang, Semoga Mama nggak papa dan baik-baik saja.""Terima kasih, Nina, kalau kamu sudah mau mengerti. Maaf kalau kamu sempat khawatir dan was was aku nggak ngabarin. Aku nggak menghubungi kamu karena kemarin Mama Memang benar-benar marah sampai mengancam nggak mau diperiksa di rumah sakit. Bahkan dia menolak untuk berbicara dengan siapa saja. Yang bikin aku gak bisa berkutik, mama mengurung diri di kamar. Makanya aku nggak berani menghubungi kamu dan hanya menghubungi Bang Hadi untuk memastikan acara nikah kita di hotel benar-benar terlaksana. Mu
**Tentu saja aku kaget mendengar ibu mertuaku mengusirku. Aku menjadi sangat sedih dan kecewa, aku pun mundur setelah tangan yang tadinya aku ulurkan di kibaskan oleh Mama. Mama mertua terdengar kesulitan bicara, tapi dari tangannya aku tahu kalau Mama mertua tak suka denganku.“Sudahlah Ellena, mau kamu sebenci apapun sama Nina, dia sudah jadi istrinya Ashraf. Ingatlah kondisi kamu sekarang. Apa kamu nggak kasihan sama Bisma? Dia sampai menangisimu dan menemanimu sampai siuman. DIa suamimu dan dia yang akan selalu berada di sisi kamu, bukan anak anakmu yang akan sibuk dengan anak dan istrinya. Kalian sudah tak lagi muda, mau sengotot apapun menjodohkan kalau anaknya gak cinta mau apa?” tanya Pakde yang membuatku berkaca kaca. Tak menyangka Om Yudistira membelaku dan Bang Ashraf. Bahkan terlihat merestui pernikahanku.“Iya Mbak Ellena, yang kita butuhkan di usia sekarang adalah sehat dan umur panjang agar kita bisa selalu bersama dengan suami kita. Perihal anak anak yang sudah ingi