Arfin berhasil dibekuk polisi. Ia dijatuhi hukuman sesuai dengan perbuatannya. Pembunuhan terhadap Om Wisnu dan rencana pembunuhan terhadap Bu Sarti dan juga Alan.Airin bernapas dengan lega karena Arfin sudah berada dibalik jeruji besi. Kini saatnya ia mengakhiri hubungannya dengan Alan. Bagaimana pun juga ia ingin hidup dengan tentram dan bahagia tanpa dibayangi masa lalu.Proses perceraian nya dengan Alan berjalan dengan lancar yang pastinya dibantu oleh pengacara. Ia datang ke rumah Alan membawa surat cerai itu dan menyuruh Alan untuk menandatanganinya.Sementara Nuri ia sudah kembali ke kampung halamannya. Dengan segala penyesalan ia minta maaf pada Airin karena sudah mengacaukan rumah tangganya karena keegoisannya. Namun, yang ia dapat hanyalah kebahagiaan semu dan pada akhirnya ia memilih untuk pergi.Sebagai seorang kakak, Niko berjanji akan membiayai hidup Nuri dan calon anaknya. Bagaimanapun juga Nuri tetap lah saudaranya walau mereka beda ayah.Alan tidak dapat berbuat apa-
Enam bulan belakangan ini aku merasa Mas Alan berubah, selalu pulang larut malam bahkan terkadang ia tidak pulang ke rumah. Alasannya ia menginap di rumah ibunya. Memang rumahku dan rumah ibu mertua berada dalam satu kota."Mas, besok aku mau ke rumah ibu," ucapku."Mau ngapain ke rumah ibu?" tanya Mas Alan seakan ia keberatan kalau aku ke rumah ibunya."Yah mau ketemu ibu lah, lagian kan sudah lama juga aku tidak kesana," jawabku mengoles skincare malam ke wajah."Kalau tidak ada yang penting mending kamu di rumah saja," Lagi-lagi Mas Alan menghalangiku untuk ke rumah ibu."Memangnya kenapa sih, Mas? Aku tidak boleh ke rumah ibu kamu?" tanyaku menatapnya."Yah, bukan gitu, Rin," jawab Mas Alan."Ya udah kalau kamu larang aku ke rumah ibu kamu, besok aku ke kantor saja, mau lihat keadaan kantor," ucapku."Mau ngapain kamu ke kantor?" tanya Mas Alan jutek."Kamu nanya mau ngapain, Mas, jelas aku mau lihat keadaan perusahaan papaku lah. Kamu lupa perusahaan itu milik papaku yang sebent
Aku masuk ke rumah ibu mertua dan bertepatan saat ibu baru saja keluar dari kamarnya."Airin," ucap ibu terperanjat kaget."Pagi, Bu," sapaku seramah mungkin."Kok tidak bilang kalau mau kesini?" tanya ibu seperti tidak suka jika aku ke rumahnya."Sengaja, Bu, mau ngasih kejutan. Oh iya, ini aku bawakan sup ayam kampung kesukaan ibu," ucapku menyerahkan rantang yang kubawa.Ibu mengambil rantang dari tanganku kemudian membawanya ke meja makan, aku mengikutinya dari belakang.Namun baru beberapa langkah Mas Alan menahan tanganku."Kenapa, Mas?" tanyaku."Aku mau bicara sama kamu," jawab Mas Alan kemudian menarikku ke dalam kamar yang biasa kami tempati jika menginap di sini.Mas Alan menutup pintu kemudian menguncinya."Kenapa sih, Mas?" tanyaku saat di dalam kamar."Kamu ngapain kesini tidak bilang sama aku dulu?" tanya Mas Alan dengan tatapan menahan marah."Memangnya kenapa kalau aku kesini, Mas? Kenapa kamu melarang aku kesini? Karena perempuan itu?" tanyaku balas menatapnya dengan
Satu Minggu berlalu setelah aku mengetahui hubungan Mas Alan dan Nuri. Setelah hari itu, Mas Alan sudah jarang ke rumah ibu, dia bahkan selalu pulang tepat waktu dan sikapnya terhadapku sudah kembali seperti dulu lagi. "Mas, kita sudah menikah selama dua tahun," ucapku di sela makan siang."Terus?" tanya Mas Alan."Aku mau punya anak, bagaimana kalau besok kita ke dokter untuk melakukan program hamil," jawabku.Aku sengaja mengajak Mas Alan ke dokter untuk program hamil. Karena aku ingin mengetahui hasil pemeriksaan dirinya. Tiga hari yang lalu aku memeriksakan diri ke dokter dan dokter mengatakan kalau aku baik-baik saja, tidak yang bermasalah dengan organ reproduksi ku dan dokter juga mengatakan jika kemungkinan besar masalahnya ada pada Mas Alan sehingga kami belum memiliki anak. Tidak menuntut kemungkinan alasan ibu merestui Mas Alan menikah secara sembunyi-sembunyi dengan Nuri karena aku yang tidak kunjung hamil. Jadi, kalau aku tahu hasil pemeriksaan kesuburan Mas Alan itu bis
"Airin, cukup!" bentak ibu mertua karena aku terus mencecar Nuri dengan pertanyaan yang tentunya tidak bisa ia jawab."Loh memangnya kenapa sih, Bu? Aku hanya ingin tahu Nuri ini kerja apa? Ingat dia tinggal di rumah ibu Lo. Kalau misalnya dia kerja yang tidak benar kan ibu juga nanti yang kena masalah, kena malu," jawabku santai.Terlihat wajah ibu merah padam menahan marah mendengarku mengucapkan kalimat kerja yang tidak benar."Sudah, Nuri, ayo kita pulang. Kamu tidak usah dengar apa kata Airin," ucap ibu kemudian menyimpan baju yang tadi di pegang nya kemudian menarik tangan Nuri pergi dari sana.Aku tersenyum sinis melihat mereka pergi. Aku yakin ibu dan Nuri pasti sangat tersinggung dengan ucapanku tadi. Rasakan kalian, ini baru permulaan. Tunggulah kejutan-kejutan dariku selanjutnya yang akan membuat kalian jantungan.Aku membeli beberapa potong baju, tas dan sepatu. Setelah itu aku bergegas meninggalkan mall. Aku melajukan mobil kembali ke rumah, masih ada waktu sekitar satu s
Jam setengah sembilan malam, Mas Alan bersiap untuk mengantar ibu dan Nuri pulang namun aku mencegahnya."Biar supir yang antar ibu dan Nuri pulang, Mas," ucapku menghentikan langkahnya."Loh kok gitu sih, Rin," ucap ibu tidak terima."Ini kan sudah aga malam, Mas Alan pasti capek. Dia juga harus istirahat kan," jawabku."Tapi kan dia bisa istirahat di rumah ibu," jawab ibu tidak mau kalah."Udah deh, tuh di luar Pak Mail sudah siapin mobil," ucapku mengarahkan pandangan keluar."Tidak apa-apa, Rin, biar aku anterin ibu sama Nuri pulang," ucap Mas Alan."Ya udah kalau gitu aku ikut," ucapku."Ngapain sih kamu pakai ikut segala," ucap Mas Alan kesal.Aku juga mulai terpancing emosi mendengar ucapan Mas Alan."Memangnya kenapa kalau aku ikut?" tanyaku tidak mau kalah."Kamu di rumah saja lah," ucap Mas Alan."Biarin aja sih ibu sama Nuri diantar pulang sama supir," ucapku lagi."Ibu tidak mau diantar sama supir," ucap ibu ngotot."Oh ya udah kalau gitu nginap aja di sini, Bu, kamar tamu
Keesokan harinya saat sedang sarapan Airin minta izin untuk menginap di rumah orang tuanya di Semarang."Mas, hari ini aku mau ke Semarang. Mau nginap beberapa hari di rumah papa," ucap Airin."Ada apa emang di Semarang?" tanya Alan."Yah, aku kangen aja sama mama dan papa," jawab Airin sekenanya."Kamu tidak mau ikut, Mas? Sudah lama loh kita tidak kesana," tanya Airin."Lain kali saja deh, aku sibuk. Di kantor banyak kerjaan," jawab Handi kemudian meneguk segelas air."Ya udah aku berangkat yah," ucap Handi kemudian berdiri dan mengambil tas kerjanya."Hati-hati yah, Mas," ucap Airin.Alan melajukan mobilnya menuju rumah sang ibu, dia merasa sangat senang karena hari ini hingga beberapa hari kedepan Airin akan ke Semarang jadi ia akan bebas bersama Nuri.Tidak lama kemudian ia sampai di rumah sang ibu. Ia langsung masuk ke dalam rumah dan mendapati Nuri sedang duduk memainkan ponselnya di ruang tamu."Pagi, sayang," sapa Alan.Namun, Nuri hanya menoleh sekilas kemudian ia kembali fo
Nuri begitu senang karena akhirnya ia bisa ke Bali berdua dengan Alan, laki-laki yang sangat ia cintai itu sampai-sampai ia rela jadi istri kedua.Bu Sarti membantu Nuri menyiapkan pakaian ke dalam koper juga perlengkapan lainnya."Makasih yah, Bu, sudah bantuin aku," ucap Nuri pada ibu mertuanya itu."Iya sayang, kayak sama siapa aja pakai bilang makasih segala, yang penting pulang dari Bali kamu harus bawain ibu oleh-oleh calon cucu," ucap Bu Sarti tersenyum."Pokoknya ibu tenang aja," jawab Nuri."Kamu masih rutin kan minum jamu penyubur kandungan itu?" tanya Bu Sarti."Iya, Bu, aku selalu minum kok," jawab Nuri berbohong.Selama ini ia tidak pernah minum jamu yang diberikan mertuanya itu, ia menumpahkan isinya dan menggantinya dengan minuman yang hampir mirip warnanya dengan jamu itu."Bagus deh kalau gitu," jawab Bu Sarti.'Bawel banget deh nih ibu-ibu tua, untung aja aku cinta mati sama anaknya,' batin Nuri memutar bola matanya dengan malas."Ya udah kalau gitu ibu tinggal dulu