Jam setengah sembilan malam, Mas Alan bersiap untuk mengantar ibu dan Nuri pulang namun aku mencegahnya.
"Biar supir yang antar ibu dan Nuri pulang, Mas," ucapku menghentikan langkahnya.
"Loh kok gitu sih, Rin," ucap ibu tidak terima.
"Ini kan sudah aga malam, Mas Alan pasti capek. Dia juga harus istirahat kan," jawabku.
"Tapi kan dia bisa istirahat di rumah ibu," jawab ibu tidak mau kalah.
"Udah deh, tuh di luar Pak Mail sudah siapin mobil," ucapku mengarahkan pandangan keluar.
"Tidak apa-apa, Rin, biar aku anterin ibu sama Nuri pulang," ucap Mas Alan.
"Ya udah kalau gitu aku ikut," ucapku.
"Ngapain sih kamu pakai ikut segala," ucap Mas Alan kesal.
Aku juga mulai terpancing emosi mendengar ucapan Mas Alan.
"Memangnya kenapa kalau aku ikut?" tanyaku tidak mau kalah.
"Kamu di rumah saja lah," ucap Mas Alan.
"Biarin aja sih ibu sama Nuri diantar pulang sama supir," ucapku lagi.
"Ibu tidak mau diantar sama supir," ucap ibu ngotot.
"Oh ya udah kalau gitu nginap aja di sini, Bu, kamar tamu di rumah ini ada dua kok," jawabku langsung.
"Besok Nuri harus masuk kerja, jadi tidak bisa nginap," jawab ibu lagi.
"Ya udah biar supir nganterin kalian pulang," ucapku mulai tersulut emosi.
"Sudah sudah, ibu sama Nuri biar aku yang antar," ucap Mas Alan kemudian berjalan keluar rumah diikuti oleh ibu dan Nuri.
Aku yang tidak terima segera masuk kamar mengambil tas dan ponsel dan cepat cepat menyusul Mas Alan keluar.
Terlihat Nuri hendak membuka pintu depan.
"Eh, kamu di belakang, itu tempat saya," ucapku mendorong Nuri kemudian masuk ke dalam mobil.
"Loh, Airin," ucap Mas Alan begitu aku duduk di sampingnya.
"Kenapa? Kamu harap Nuri yang akan duduk di sini?" tanyaku.
"Ti...tidak," jawab Mas Alan gugup.
"Terus apa? Kenapa kamu terkejut gitu?" tanyaku ketus karena moodku sudah benar-benar rusak.
"Tidak, tidak apa-apa," jawab Mas Alan kemudian melajukan mobil setelah Nuri masuk.
Dari kaca dapat kulihat ekspresi Nuri yang tidak suka aku ikut dan duduk di depan. Pasti dia ingin sekali duduk di tempat ku ini supaya merasa jadi nyonya. Jangan mimpi kamu Nuri akan menggantikan tempatku sebagai nyonya.
Tidak lama kemudian kami sampai di rumah ibu, setelah memarkir mobil Mas Alan, aku, ibu dan juga Nuri turun dari mobil.
Aku berjalan cepat ke dekat Mas Alan dan menggandeng lengannya. Sekilas, Nuri terlihat tidak suka dengan apa yang aku lakukan.
"Mas, kita langsung pulang aja yuk," ucapku sedikit manja.
"Kenapa sih, Rin, buru-buru banget?" tanya ibu terdengar tidak suka.
"Loh memangnya kenapa, Bu? Aku dan Mas Alan juga butuh istirahat apalagi saat ini kita sedang program hamil jadi tidak boleh terlalu capek," jawabku bersandar manja di bahu Mas Alan.
"Program hamil?" tanya Nuri.
"Iya, kenapa?" jawab dan tanyaku balik.
"Eh nggak apa-apa, Mba," jawab Nuri kikuk.
"Alah percuma progam hamil, kalau memang udah mandul mau diapain juga tetap aja tidak bisa punya anak," ucap ibu memutar bola matanya.
"Yang mandul siapa sih, Bu?" tanyaku tidak suka dengan ucapan ibu barusan.
"Yah, kamu lah, dua tahun menikah kok belum hamil juga lihat tuh si Nuri baru...."
"IBU!" bentak Mas Alan menghentikan ucapan ibunyadsn seketika ibu sadar kalau hampir saja di salah ucap.
Aku mengangkat satu alis berusaha mencerna perkataan ini barusan, apa maksudnya ibu menyebut nama Nuri.
"Nuri kenapa, Bu?" tanyaku berusaha mengorek informasi.
"Ti...tidak apa-apa," jawab ibu gugup.
"Jawab sajalah Bu dengan jujur, Nuri kenapa?" tanyaku sekali lagi namun kali ini suaraku naik satu oktav.
"Tidak apa-apa, Airin, sudahlah ibu capek mau istirahat," ucap ibu kemudian berlalu masuk ke dalam rumah dan langsung diikuti oleh Nuri.
Aku akan cari tahu apa yang sedang di sembunyikan oleh ibu dan Mas Alan juga si Nuri itu.
"Ayo, pulang," ucap Mas Alan melepas tanganku dari lengannya kemudian ia masuk ke mobil.
Sepanjang perjalanan pikiranku terus berkelana memikirkan ucapan ibu tadi. Dia mengataiku mandul, okay sekarang bisa dipastikan salah satu alasan ibu merestui Mas Alan dan Nuri menikah secara diam-diam karena aku yang tidak kunjung memberinya cucu tapi kenapa harus diam-diam, kenapa tidak berterus terang padaku.
Selama ini yang bermasalah adalah anaknya, bukan aku jadi kalau sampai nanti Nuri hamil, bisa dipastikan juga itu bukan anak Mas Alan, Hm aku tidak sabar menunggu hasil pemeriksaan Mas Alan keluar dan menunggu kabar jika istri rahasianya hamil.
Tapi yang paling aku nantikan adalah bagaimana reaksi mereka ketika mereka tahu kalau selama ini aku sudah tahu perbuatannya yang curang. Tunggulah Bu, Mas Alan aku akan memberikan kalian kejutan.
Keesokan harinya saat sedang sarapan Airin minta izin untuk menginap di rumah orang tuanya di Semarang."Mas, hari ini aku mau ke Semarang. Mau nginap beberapa hari di rumah papa," ucap Airin."Ada apa emang di Semarang?" tanya Alan."Yah, aku kangen aja sama mama dan papa," jawab Airin sekenanya."Kamu tidak mau ikut, Mas? Sudah lama loh kita tidak kesana," tanya Airin."Lain kali saja deh, aku sibuk. Di kantor banyak kerjaan," jawab Handi kemudian meneguk segelas air."Ya udah aku berangkat yah," ucap Handi kemudian berdiri dan mengambil tas kerjanya."Hati-hati yah, Mas," ucap Airin.Alan melajukan mobilnya menuju rumah sang ibu, dia merasa sangat senang karena hari ini hingga beberapa hari kedepan Airin akan ke Semarang jadi ia akan bebas bersama Nuri.Tidak lama kemudian ia sampai di rumah sang ibu. Ia langsung masuk ke dalam rumah dan mendapati Nuri sedang duduk memainkan ponselnya di ruang tamu."Pagi, sayang," sapa Alan.Namun, Nuri hanya menoleh sekilas kemudian ia kembali fo
Nuri begitu senang karena akhirnya ia bisa ke Bali berdua dengan Alan, laki-laki yang sangat ia cintai itu sampai-sampai ia rela jadi istri kedua.Bu Sarti membantu Nuri menyiapkan pakaian ke dalam koper juga perlengkapan lainnya."Makasih yah, Bu, sudah bantuin aku," ucap Nuri pada ibu mertuanya itu."Iya sayang, kayak sama siapa aja pakai bilang makasih segala, yang penting pulang dari Bali kamu harus bawain ibu oleh-oleh calon cucu," ucap Bu Sarti tersenyum."Pokoknya ibu tenang aja," jawab Nuri."Kamu masih rutin kan minum jamu penyubur kandungan itu?" tanya Bu Sarti."Iya, Bu, aku selalu minum kok," jawab Nuri berbohong.Selama ini ia tidak pernah minum jamu yang diberikan mertuanya itu, ia menumpahkan isinya dan menggantinya dengan minuman yang hampir mirip warnanya dengan jamu itu."Bagus deh kalau gitu," jawab Bu Sarti.'Bawel banget deh nih ibu-ibu tua, untung aja aku cinta mati sama anaknya,' batin Nuri memutar bola matanya dengan malas."Ya udah kalau gitu ibu tinggal dulu
Airin sudah sampai di Malang, hari ini ia akan menginap di salah satu villa milik orang tuanya di sana. Lalu besok pagi-pagi sekali dia akan ke desa tempat orang tua Nuri berada.Ia akan menanyakan perihal pernikahan Nuri dengan suaminya.Sebuah mobil menjemput mereka di bandara lalu membawanya ke villa. Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke villa itu."Fey, malam ini kita nginap di sini dulu yah, soalnya kalau langsung ke tempat tujuan takut nya kita kemalaman di jalan," ucap Airin menarik kopernya masuk ke dalam villa."Aku sih ngikut aja, Rin," jawab Fey."Oh iya, kok kamu pergi liburan malah ngajak aku bukannya sama suami?" tanya Fey kemudian."Mas Alan sibuk Fey, di kantor banyak kerjaan," jawab Airin duduk di sofa."Oh gitu," ucap Fey ber-oh ria."Udah ah, aku mau ke kamar mau tidur sebentar," ucap Airin kemudian masuk ke dalam salah satu kamar.Di dalam kamar, Airin langsung merebahkan dirinya di atas ranjang."Mas Alan Mas Alan, tegannya kamu mengkhianati kepercayaan ku dan p
Sebelum berangkat Airin menelpon Santi, kepala keuangan di perusahaan sang ayah, tempat Alan bekerja."Halo, Bu Airin, ada apa menelpon sepagi ini? Maaf saya masih di rumah," ucap Santi begitu menjawab telpon Airin."Tidak apa-apa, Santi, saya hanya ingin minta tolong sama kamu," jawab Airin."Apa yang bisa saya bantu, Bu?" tanya Santi."Semua gaji Mas Alan mulai bulan ini transfer ke rekening saya," jawab Airin."Tapi, Bu," ucap Santi Ragu."Kenapa?" tanya Airin."Kalau Pak Alan marah bagaimana?" tanya Santi."Kamu tenang saja, itu jadi urusan saya," ucap Airin."Baik, Bu, saya akan melakukan sesuai permintaan Bu Airin," jawab Santi."Bagus, satu lagi. Bekukan kartu kreditnya juga," ucap Airin."Baik, Bu, akan saya urus hari ini," jawab Santi."Bagus, saya akan memberi kamu bonus bulan ini," ucap Airin kemudian mematikan sambungan telpon."Kita lihat Mas, bisa apa kamu tanpa uang dariku dan Papa. Apa Nuri akan mengeluarkan uangnya untuk kamu," ucap Airin sinis.Airin segera merapikan
Ini pertama kalinya Airin bertemu langsung dengan keluarga Pak Satrio. Selama ini ia tahu tentang Pak Satrio dan istrinya hanya dari cerita dan foto yang diperlihatkan oleh ayahnya. Tentang kebun jeruk dan peternakan sapi yang dimiliki oleh Pak Satrio, Airin juga mengetahuinya dari cerita sang ayah. Selama ini Airin memang menetap di luar negeri, ia baru menetap di Indonesia setelah pernikahannya dengan Alan dua tahun yang lalu.Mungkin kalian bertanya-tanya kenapa Pak Satrio tidak mengetahui jika Alan adalah suami Airin. Semua itu karena Pak Satrio tidak sempat hadir di pernikahan Airin, waktu itu istrinya sedang sakit jadi mereka tidak sempat ke Jakarta.***"Eh, Tante tanya apa tadi?" tanya Airin pura-pura tidak mendengar ucapan Bu Novi."Kamu sudah menikah belum?" Bu Novi mengulang pertanyaanya."Saya sudah menikah, Tante," jawab Airin dengan raut wajah sedih yang dibuat-buat."Yah, padahal Tante berencana menjodohkan kamu dengan Niko, anak Tante," ucap Bu Novi."Tapi pernikahan s
Keesokan harinya setelah sarapan Airin mengutarakan niatnya yang ingin membeli kebun jeruk Pak Satrio yang luasnya berhektar-hektar itu."Kenapa tiba-tiba kamu ingin membeli kebun jeruk saya?" tanya Pak Satrio menelisik."Jadi gini, Om, saya dan Papa mau membangun villa dan penginapan," jawab Airin."Saya dan Papa akan membelinya dengan harga tinggi kok, Om," ucap Airin lagi."Dan juga, Papa bekerja sama dengan perusahaan Jepang akan mengembangkan tempat wisata di desa ini," lanjut Airin.Pak Satrio tampak manut manut mendengar perkataan Airin. Laki-laki itu tampak mulai tertarik dengan tawaran Airin."Saya pikirkan dulu yah, Nak Airin," ucap Pak Satrio."Om pikir pikir aja dulu," jawab Airin."Ya udah, Om, kalau begitu saya permisi ke kamar dulu," ucap Airin kemudian meninggalkan Pak Satrio sendirian di taman belakang."Darimana, Rin?" tanya Fey begitu Airin masuk kamar."Taman belakang," jawab Airin kemudian menghempaskan tubuhnya di atas sofa."Jelasin sama aku, maksud perkataan ka
Pak Satrio yang baru saja pulang dari peternakan sapinya, ia melihat banyak sekali panggilan tidak terjawab dari putrinya.Pak Satrio langsung menelpon balik putrinya."Halo," ucap Pak Satrio begitu Nuri menjawab telpon."Halo, Pa, darimana aja sih. Daritadi aku telponin tapi nggak dijawab," ucap Nuri sedikit kesal."Maaf, sayang, tadi Papa ke peternakan sapi dan lupa bawa ponsel," jawab Pak Satrio."Ada apa, Nak?" tanya Pak Satrio kemudian."Aku butuh uang, Pa," jawab Nuri."Uang? Memang suami kamu tidak ngasih uang?" tanya Pak Satrio."Mas Alan ngasih kok, Pa, tapi sekarang aku lagi butuh banget, Pa," jelas Nuri."Okay, okay, kamu butuh berapa?" tanya Pak Satrio."Papa ada uang seratus juta nggak?" tanya Nuri."Apa? Seratus juta?" tanya Pak Satrio memastikan."Iya, Pa, aku mau papa kirimin uang seratus juta," jawab Nuri."Papa tidak ada uang sebanyak itu, Nuri," jawab Pak Satrio."Nggak ada? Kok bisa? Kebun jeruk kan baru panen," ucap Nuri."Iya, tapi kali ini banyak jeruk yang busu
Nuri sangat senang karena sang ayah mengirimkan uang sesuai nominal yang ia minta. Akhirnya ia bisa foya-foya dan belanja sepuasnya.Sementara Alan, dia masih dibuat bingung sekaligus pusing kenapa bisa gajinya belum masuk juga sampai hari ini padahal Santi mengatakan sudah mengirimkan semua gaji karyawan. Alan juga menanyakan ke karyawan lain perihal gaji dan mereka menjawab kalau gaji mereka sudah masuk sejak tanggal satu."Mas, kamu kenapa sih dari tadi diam aja, ada apa?" tanya Nuri kesal melihat suaminya yang hanya diam."Aku lagi pusing, sebenarnya kenapa gajiku belum masuk," jawab Alan."Udahlah nggak usah dipikirin lagi, toh papa aku sudah ngirimin uang," ucap Nuri ketus."Kalau seterusnya gaji aku tidak masuk begini bagaimana?" tanya Alan dengan suara tinggi."Tidak mungkin kan kamu terus-terusan minta ke papa kamu," lanjut Alan."Yah nggak mungkin lah gaji kamu tidak masuk sampai seterusnya, mungkin ini hanya ada kesalahan teknis saja. Nanti kalau kita balik Jakarta kamu ur