Share

Mengundang Ibu dan Nuri Makan Malam

"Airin, cukup!" bentak ibu mertua karena aku terus mencecar Nuri dengan pertanyaan yang tentunya tidak bisa ia jawab.

"Loh memangnya kenapa sih, Bu? Aku hanya ingin tahu Nuri ini kerja apa? Ingat dia tinggal di rumah ibu Lo. Kalau misalnya dia kerja yang tidak benar kan ibu juga nanti yang kena masalah, kena malu," jawabku santai.

Terlihat wajah ibu merah padam menahan marah mendengarku mengucapkan kalimat kerja yang tidak benar.

"Sudah, Nuri, ayo kita pulang. Kamu tidak usah dengar apa kata Airin," ucap ibu kemudian menyimpan baju yang tadi di pegang nya kemudian menarik tangan Nuri pergi dari sana.

Aku tersenyum sinis melihat mereka pergi. Aku yakin ibu dan Nuri pasti sangat tersinggung dengan ucapanku tadi. Rasakan kalian, ini baru permulaan. Tunggulah kejutan-kejutan dariku selanjutnya yang akan membuat kalian jantungan.

Aku membeli beberapa potong baju, tas dan sepatu. Setelah itu aku bergegas meninggalkan mall. Aku melajukan mobil kembali ke rumah, masih ada waktu sekitar satu setengah jam sebelum Mas Handi menjemputku ke klinik dokter Fatimah. Aku ingin merebahkan badan sejenak, rasanya tubuh ini butuh istirahat walau hanya beberapa saat.

Tidak lama kemudian aku sudah sampai di rumah. Setelah memarkir mobil di garasi aku bergegas masuk langsung menuju kamar untuk rebahan.

Sesampai di kamar aku langsung menghempaskan tubuh ini ke atas ranjang.

Tuhan kuatkan aku untuk menghadapi ujian ini.

***

Kurang lima belas menit jam empat, Mas Alan datang. Dia masuk ke kamar saat aku sedang bersiap-siap.

"Kamu belum siap?" tanyanya mendapatiku memoles lipcream ke bibir ini.

"Sudah," jawabku menyimpan kembali lipcream ke tempatnya.

"Yuk,' ucapku kemudian mengambil tas selempang yang tergantung di samping meja rias.

Mas Alan memandangku dari ujung kaki sampai ujung rambut.

"Kenapa, Mas? Ada yang salah yah sama penampilanku?" tanyaku.

"Tidak kok. Ya udah, yuk berangkat," ucapnya kemudian berlalu keluar kamar, aku mengekor di belakangnya.

Mas Alan sudah keluar rumah duluan sementara aku masih di ruang tengah.

"Bi, nanti tidak usah masak untuk makan malam, pesan saja dari catering langganan," ucapku menyerahkan sepuluh lembar uang seratusan.

"Untuk berapa orang, Non?" tanya Bu Minah.

"Pesan untuk lima orang, Bi, pesan makanan seperti biasa yah," ucapku.

"Baik, Non," jawabnya.

"Usahakan makanannya sudah sampai rumah sebelum jam tujuh malam," ucapku lagi.

"Baik, Non," 

"Ya udah kalau gitu saya keluar dulu sama bapak, tolong rumah dibersihkan dan dirapikan lagi yah, Bi," ucapku sebelum melenggang keluar.

Aku sengaja menyuruh Bi Minah memesan makanan dari catering langgananku, karena malam ini aku akan mengundang ibu dan Nuri untuk makan malam di sini.

"Lama banget sih," celetuk Mas Alan begitu aku masuk mobil.

"Tadi aku bicara sebentar sama Bi Minah," ucapku sambil memakai safety belt.

Mas Alan tidak bicara lagi. Dia men-starter mobil kemudian dengan perlahan ia mulai melajukannya meninggalkan rumah menuju klinik dokter Fatimah.

"Mas, nanti jemput ibu dan Nuri untuk makan malam di rumah yah. Aku sudah memesan makanan di catering langgananku," ucapku memecah keheningan di dalam mobil.

"Hm," jawab Mas Alan terlihat acuh.

Tidak lama kemudian kami sampai di depan klinik dokter Fatimah.

Setelah memarkir mobil aku dan Mas Alan turun dan masuk ke dalam klinik.

"Eh Airin, sudah datang toh, ayo langsung masuk ke ruangan saya," ucap dokter Fatimah yang kebetulan baru saja menunaikan shalat asar di musholla samping ruangannya.

"Terimakasih dok," ucapku kemudian mengikutinya masuk ke dalam ruangan.

Di dalam ruangan itu aku dan Mas Alan menceritakan masalah kami yang ingin memiliki anak. Setelah itu dilakukan lah serangkaian pemeriksaan terhadap Mas Handi, karena sebelumnya aku sudah periksa dan hasilnya aku normal tidak ada yang bermasalah.

"Loh, kok kamu tidak diperiksa sih, Rin?" tanya Mas Alan heran.

"Kamu aja dulu, Mas, nanti aku belakangan. Ia kan dok?" aku meminta pembelaan dari dokter Fatimah.

"Iya, Pak Alan, benar. Airin akan diperiksa nanti setelah anda," jawab dokter Fatimah lembut.

Setelah beberapa saat.

"Kalau hasil pemeriksaannya sudah keluar saya akan menghubungi Airin," ucap dokter Fatimah.

"Baik, dok, terimakasih," ucapku.

"Sama-sama, semoga harapannya untuk memiliki anak cepat terwujud yah," ucap dokter Fatimah sebelum kami meninggalkan klinik.

Aku memang sudah menceritakan semuanya ke dokter Fatimah perihal masalah ku dengan Mas Alan dan dia bersedia untuk membantu. Kebetulan dokter Fatimah ini sahabat baik mama dan dia sangat sayang padaku, dia sudah menganggapku sebagai putrinya sendiri. Maklum dokter Fatimah hanya memiliki satu anak laki-laki yang usianya hampir sama denganku.

***

Tepat jam tujuh malam Mas Alan datang bersama ibu dan Nuri. Aku memang sengaja menyuruhnya untuk menjemput ibu mertua dan istri rahasianya itu.

"Selamat datang di rumah saya, Nuri," sambutku dengan hangat.

Nuri terlihat memperhatikan setiap sudut rumah ini. Mungkin dia takjub dengan arsitekturnya yang elegan juga furnitur dalam rumah ini terlihat elegan dan mewah berbeda dengan yang biasa ia lihat di rumah ibu. 

"Ayo, Bu, Nuri, langsung ke meja makan. Saya sudah siapkan makan malam spesial untuk kalian," ucapku tersenyum dengan manis.

Lagi-lagi Nuri terlihat memperhatikan penampilanku dari ujung kaki sampai ujung rambut. Malam ini aku memang hanya memakai piyama berbahan satin yang lembut warna merah maron namun tampak elegan.

"Kok, bengong, Nuri? ayo," ucapku kemudian menarik tangannya. 

Aku sengaja bersikap seramah mungkin pada Nuri di hadapan Mas Alan.

"Kamu yang masak semua ini, Airin?" tanya ibu kemudian duduk di salah satu kursi.

"Oh tidak dong, Bu, mana sempat aku masak sebanyak ini. Semua ini kupesan di catering langgananku," jawabku tersenyum.

"Semuanya?" tanya ibu dengan mata terbelalak.

"Iya, Bu, kenapa?" tanyaku.

"Kamu kok boros banget sih, Rin," ucap ibu terdengar tidak suka.

"Loh kok boros sih, Bu? Semua ini aku pesan untuk makan malam kita uang kedatangan tamu spesial," ucapku tersenyum melirik Nuri yang tampak kikuk.

"Sudah, sudah. Tidak usah debat, lebih baik kita makan saja," ucap Mas Alan menghentikan pembicaraanku dengan ibu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status