"Lakukan saja apa yang aku inginkah, Pak Ustad. Jangan mempersulit!" kata Anne dengan nada tinggi.
Pak Amir selaku ustad di kampung itu pun akhirnya memulai acaranya. Dia meminta berkas yang resmi secara hukum negara. Kedua belah pihak sudah mengumpulkan berkas dan dijadikan satu di atas meja depannya. Tangannya membuka berkas tersebut dengan bergetar. Kedua bola matanya membulat dan mengerjab, lalu menatap pada manik mata Sarita."Apakah ini semua benar, kau terlahir tanpa nasab? Jika boleh saya tahu di mana ayah kandungmu?" tanya Pak Amir.Anne membulatkan kedua matanya, dia tidak percaya akan pendengarannya. Seorang wanita tua yang begitu baik ternyata memiliki seorang anak tanpa nasab. Dulu, wanita itu sempat pulang le kampung karena suatu alasan dan kembali dengan membawa bayi perempuan. Rupanya ini yang disembunyikan. Anne menggeleng keras."Mati!" jawab Mbok Marni datar."Tanpa nasab, bagaimana nikahnya dan siapa walinya?" Anne bertanya dengan nada kecewa."Bisa diwalikan dengan saya, bukankah ini hanya nikah agama?""Iya, cukup nikah agama sampai anak itu lahir. Setelahnya biar nanti dipikir ulang!" jawab Anne datar.Semua mata memandang pada wanita tua itu, sedangkan Sarita hanya menunduk dalam. Dia sama sekali tidak ingin menunjukkan kesedihannya sebagai wanita tanpa nasab. Lalu sebuah tangan kekar meraih jemarinya dan menggenggam erat tanpa berniat melepaskan. Dengan lantang diucapkan janji ijab qobul yang sesuai syariat agamanya.Setelah melalui berdebatan yang panjang, akhirnya Bagaskara harus menyetujui inginnya bunda. Dia harus puas dengan nikah secara agama. Semua dikarenakan status sosial Sarita dan seorang gafis yang sudah diinginkan oleh Anne. Maka acara ijab qobul pun dimulai."Saya terima nikah dan kawainnya Sarita binti Marni dengan mas kawin uang tunai sebesar lima ratus ribu dibayar tunai!"Sang ustad menarik napas panjang atas ucapan ijab yang dilakukan oleh Bagaskara tanpa dia pimpin lebih dulu. Bagaskara tidak mau dituduh mempermainkan hak wanita meski dia tanpa nasab. Dengan berat hati, sang ustad pun bertanya pada para saksi yang hadir saat itu."Bagaimana para saksi? Sah kah?" tanya sang ustad.Semua yang hadir langsung menjawab sah, mereka tidak berani berkata lain. Sebab ada pandangan tajam dari Bagaskara yang mengintimidasi mereka. Yang hadir saat itu bukan orang luar mansion, melainkan seluruh pelayan yang dihias sedemikian rupa agar terlihat orang luar dan anehnya penyamaran mereka sukses mengelabuhi penglihatan sang ustad.Ada kecurigaan yang terlihat di mata ustad tersebut, tetapi dia tidak ingin memperpanjang urusannya dengan Madam Anne yang terkenal kejam dan sadis itu. Dia lebih memilih keselamatan keuarga dan anak santrinya. Biar dosa ini dia tanggung sendiri asal para santrinya aman. Setelah prosesi nikah siri berhasil hingga usai, ustad tersebut pamit undur diri."Terima kasih, Ustad. Semoga selamat sampai rumah!" kata Mbok Marni."Semoga saja, Mbok. Jaga putrinya sebisa mungkin!" pesan ustad tersebut.Akhirnya sang ustad pun mulai melajukan kendaraannya meninggalkan rumah penuh misteri tersebut. Mbok Marni pun segera masuk kembali ke dalam. Dia segera bebenah apa yang sudah terjadi dan membereskan semua alat yang telah dipakai.Sementara dikamar Bagaskara, terlihat Sarita duduk di tepian ranjang. Pria yang baru saja menjadi suaminya hanya duduk di sofa menatap wajahnya tanpa kedip. Hal itu membuat Sarita salah tingkah."Jangan kira aku menikahimu karena cinta, Gadis Udik. Aku hanya inginkan keturunanku saja!" kata Bagaskara dengan nada datar.Sarita segera membuang pikiran baiknya akan niat anak majikannya itu. Lalu dia beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pintu keluar. Belum sampai kakinya mencapai pintu terdengar kalimat henti dari Bagaskara."Jangan keluar kamar sebelum waktunya, kau sudah menjadi istriku!" kata Bagaskara."Aku hanya ingin memgambil pakaian gantiku, Mas. Tidak lebih," jawab Sarita."Baik, segera dan jangan pakai lama. Aku tidak suka!"Sarita tidak menjawab apa yang dikatakan oleh suami yang beberapa waktu lalu mengikrarkan janji suci untuknya. Setelah kepergian istrinya, Bagaskara duduk terpekur menatap layar laptopnya, tetapi pikirannya melayang menerawang jauh. Mengingat sosok mantan istrinya yang telah pergi bersama pria lain dan menuduhnya sebagai pria mandul.Kini dia bisa mengangkat kepalanya, dia sudah membuktikan pada dunia bahwa dia mampu mencetak anak melalui rahim anak pembantu."Tunggu anak pembantu, apa kata dunia? Bagaskara pembisnis muda punya keturunan dari pembantu. Sial, sial!" decak Bagaskara. "Tidak apa, mungkin akan aku pertahankan lebih dulu hingga anak itu lahir, lalu kuceraikan dia. Bagus!" gumam Bagaskara sambil mulai menggerakkan jari jemarinya.Hari terus berlalu, Sarita pun masih meneruskan kuliahnya yang tinggal menunggu keputusan sidang hasil skripsinya. Perut wanita itu kini sudah terlihat membuncit karena usia kandungannya memasuki minggu ke 12. Sarita masih melakukan pekerjaan berat di mansion, Anne tidak memedulikan keadaan sang menantu. Dia masih saja menyuruh Sarita untuk mengangkat barang belanjaannya."Bawa beras ini ke gudang, Sarita!" perintah Anne."Baik, Bunda!" jawab Sarita."Bunda, hai! Panggil aku Madam, Ma-dam!" hardik Anne."Baik, Madam!" jawab Sarita dengan nada datar.Wanita muda itu pun segera mengangkat karung beras yang berisi 25 kg ke dalam gudang. Semua pekerja yang lain tidak berani membantu pekerjaan Sarita, bukan karena meraka tidak berempati tetapi lebih pada rasa takut akibat ancaman phk dari majikannya itu. Sarita sudah paham akan tekanan majikannya mengenai statusnya, maka perempuan itu tidak marah pada pekerja yang lain.Dengan bersusah wanita muda itu menarik karung beras tersebut hingga masuk ke gudang. Setelah sampai, dia istirahat sesaat mengelap dahinya yang berkeringat. Lalu dia pun menerima botol air minum dari uluran tangan seorang pekerja pria dari balik jendela."Terima kasih, Kang!" kata Sarita.Tidak ada jawaban dari balik jendela, Sarita pun melongokkan kepalanya hanya ingin melihat siapa yang telah memberinya botol air minum. Namun, tidak ada. Tidak ada sosok pria yang berdiri di balik jendela kamarnya.Sarita terbangun masih dalam pelukan Sagara, bahkan sinar mentari pagi sudah menyapa lembut kulitnya. Dia sedikit terkejut saat ujung kakinya tersentuh oleh buih air. "Dimana aku?""Sudah bangun? Lihatlah, sinar jingga menghiasi langit timur!"Sarita bangkit dari posisinya, dia berdiri menatap sinar jingga sambil merentangkan kedua lengannya. Dadanya terlihat naik perlahan menandakan sedang menghirup udara. Sagara ikut berdiri dan berjalan mengikis jarak, lalu dipeluknya tubuh Sarita dan berbisik, "Bagaimana dengan tawaranku semalam, Sayang?"Sagara meletakkan kepalanya pada ceruk lerer Sarita dan mulai menghidu aroma yang sudah membuatnya candu. Telapak tangan Sarita pun bergerak mengusap kepala Sagara. Wanita itu menyunggar surai rambut sang lelaki, kemudian menekannya lembut. Sarita merasa nyaman dengan setiap sentuhan Sagara, tetapi sisi hatinya yang lain masih enggan untuk menyambut cinta yang ditawarkan. "Akankah kau selalu ada untukku?" tanya Sarita lembut. Tidak ada jawaba
Di antaranya bukti keterlibatan Madam Anne atas kematian Alinsky Waluyo. Meskipun dari hasil pemeriksaan, Alinsky dinyatakan meninggal karena kecelakaan tunggal.Akan tetapi, pada fakta yang ditemukan, Alinsky meninggal karena luka parah yang dideritanya setelah kecelakaan yang dialaminya, dan yang lebih mengejutkan ternyata kecelakaan tersebut dipicu karena rem blong sebab tali rem mobil Alinsky telah dipotong. Tidak hanya itu saha, Madam Anne bahkan memerintahkan seseorang untuk membuat sebuah rekaman palsu yang menceritakan bahwa Alinsky pergi dari rumah Pradipta dengan seorang pria. Kemudian dengan segala tipu daya dan rayuan, Madam Anne pun mendekati Pradipta yang tengah terluka dan kehilangan Alinsky serta calon anak yang masih berada di kandungan Alinsky untuk selamanya. Pradipta yang merasa kecewa dengan sikap Alinsky pun perlahan mulai termakan omongan Madam Anne muda dan bersedia menikahi Madam Anne beberapa bulan setelah kepergian Alinsky yang tanpa kabar tersebut.Yang
Sarita terdiam, wanita itu menatap pada Sagara begitu juga sebaliknya. Hanya Alifian yang terlihat asyik sendiri tanpa beban. Kemudian dia beranjak meninggalkan kedua orang dewasa menuju ke teras rumah. Sesekali kepalanya menoleh ke belakang guna memastikan apakah keduanya sudah berjalan. Namun, hingga kaki kecil sampai di ambang pintu kedua orang dewasa belum juga terlihat membuat Alifian berteriak memanggil bundanya. "Sebaiknya kita antar dulu putra kamu itu, Sari. Setelahnya baru ke butik bahas lebih lanjut," kata Sagara sambil meraih jemari Sarita dan menautkan pada jemarinya. Sarita terdiam mengikuti semua pergerakan Sagara wanita itu sama sekali tidak menolak ataupun menghindar. Hingga sampai di depan Alifian pun tautan jemari mereka tidak terlepas. "Masuklah bersama Alif di belakang, Sari!"Sarita segera masuk menyusul putranya dan duduk di samping Alifian. Pria kecil menatap bundanya sekilas lalu berpaling ke samping melihat jalanan yang mulai padat. Mobil berjalan perlaha
Tangan kanan Sagara mengepal erat, sebuah bogem mentah sudah hendak dihadiahkannya untuk Bagaskara. Namun, diurungkan karena ada jemari lentik yang menghentikan niatan tersebut. Sagara memalingkan wajah ke samping. Tampak pemilik jari tersebut menggelengkan kepala sambil menyuguhkan senyum lembut yang mampu melelehkan hatinya. Emosi Sagara seketika menguap begitu saja, sementara Bagaskara semakin merasa geram karena mantan istri malah memberikan senyum terbaik pada laki-laki selain dirinya. Gelap mata! Itu yang dirasakan Bagaskara saat ini. Penuh emosi, Bagas menarik bahu pria yang lima tahun lebih tua tersebut. Giginya gemeretuk, rahangnya mengencang, mata pun sudah memerah, dan detik berikutnya ... Bugh! Bagas meninju rahang Sagara yang langsung terhuyung. Sungguh beruntung, pengendalian keseimbangan pria itu cukup baik sehingga dia tidak sampai terjatuh hanya sedikit oleng saja. Sagara ingin membalas Bagas, tetapi Sarita dengan cepat menarik tangan Sagara. Sambil memberikan s
Aknat dan Bagas refleks saling bertukar pandang saat mendengar pertanyaan hakim ketua. Apa maksud hakim ketua dengan mempermainkan? Kenapa lelaki jelang senja itu bisa berkata demikian? Jangan-jangan .... Didorong oleh rasa penasaran, Aknat pun bermaksud kembali maju untuk memeriksa ulang apakah ada kesalahan yang tidak disengajanya saat menyerahkan bukti ketidakberesan Sarita sebagai ibu. Akan tetapi, baru saja mengangkat tubuhnya dari kursi, ketua majelis hakim yang terhormat sudah mengangkat tangan -- melarangnya untuk maju. Akhirnya, dengan penuh kebingungan, Aknat menuruti perintah ketua majelis sidang. Sambil bertanya-tanya, Aknat menatap hakim ketua dan Bagaskara bergantian. Pemuda itu bahkan hanya bisa mengedikkan bahu ketika Bagaskara menanyakan hal tersebut padanya. Ketua majelis hakim yang terhormat masih menatap Aknat dan Bagaskara dengan tatapan tajam penuh kemarahan. Pria yang sudah berprofesi menjadi hakim selama dua puluh tahun tersebut merasa terhina. "Apa maksud
Keesokkan paginya tidak jauh dari sebuah rumah mewah bercat putih, tampak sebuah city car berwarna hitam. Pengemudi city car tersebut tampak serius mengamati rumah mewah yang dijaga ketat oleh seorang petugas keamanan. "Aku harus bisa masuk ke rumah itu untuk mencari berkas-berkas penting yang mereka sebutkan kemarin. Hanya saja bagaimana ya caranya?"Pemuda tersebut memutar otaknya -- mencari cara agar dia bisa masuk ke dalam rumah mewah dan menjalankan misinya tanpa ketahuan oleh penghuni rumah. Dia pun memeriksa seluruh penjuru mobilnya. Elfrada mengobrak-abrik seluruh isi dashboard mobil dan menemukan dua buah benda yang diyakini bisa membantu meloloskan niatnya masuk ke dalam rumah target. Dengan keyakinan penuh, lelaki tersebut mempersiapkan diri. Setelah semua siap, dia kembali mengawasi rumah mewah yang hanya selisih dua rumah dari tempatnya. Beberapa menit kemudian, tampaklah sebuah mobil mewah dan elegan berwarna silver metalik keluar dari halaman rumah tersebut. Dengan