Share

3. Nikah Siri

"Lakukan saja apa yang aku inginkah, Pak Ustad. Jangan mempersulit!" kata Anne dengan nada tinggi.

Pak Amir selaku ustad di kampung itu pun akhirnya memulai acaranya. Dia meminta berkas yang resmi secara hukum negara. Kedua belah pihak sudah mengumpulkan berkas dan dijadikan satu di atas meja depannya. Tangannya membuka berkas tersebut dengan bergetar. Kedua bola matanya membulat dan mengerjab, lalu menatap pada manik mata Sarita.

"Apakah ini semua benar, kau terlahir tanpa nasab? Jika boleh saya tahu di mana ayah kandungmu?" tanya Pak Amir.

Anne membulatkan kedua matanya, dia tidak percaya akan pendengarannya. Seorang wanita tua yang begitu baik ternyata memiliki seorang anak tanpa nasab. Dulu, wanita itu sempat pulang le kampung karena suatu alasan dan kembali dengan membawa bayi perempuan. Rupanya ini yang disembunyikan. Anne menggeleng keras.

"Mati!" jawab Mbok Marni datar.

"Tanpa nasab, bagaimana nikahnya dan siapa walinya?" Anne bertanya dengan nada kecewa.

"Bisa diwalikan dengan saya, bukankah ini hanya nikah agama?"

"Iya, cukup nikah agama sampai anak itu lahir. Setelahnya biar nanti dipikir ulang!" jawab Anne datar.

Semua mata memandang pada wanita tua itu, sedangkan Sarita hanya menunduk dalam. Dia sama sekali tidak ingin menunjukkan kesedihannya sebagai wanita tanpa nasab. Lalu sebuah tangan kekar meraih jemarinya dan menggenggam erat tanpa berniat melepaskan. Dengan lantang diucapkan janji ijab qobul yang sesuai syariat agamanya.

Setelah melalui berdebatan yang panjang, akhirnya Bagaskara harus menyetujui inginnya bunda. Dia harus puas dengan nikah secara agama. Semua dikarenakan status sosial Sarita dan seorang gafis yang sudah diinginkan oleh Anne. Maka acara ijab qobul pun dimulai.

"Saya terima nikah dan kawainnya Sarita binti Marni dengan mas kawin uang tunai sebesar lima ratus ribu dibayar tunai!"

Sang ustad menarik napas panjang atas ucapan ijab yang dilakukan oleh Bagaskara tanpa dia pimpin lebih dulu. Bagaskara tidak mau dituduh mempermainkan hak wanita meski dia tanpa nasab. Dengan berat hati, sang ustad pun bertanya pada para saksi yang hadir saat itu.

"Bagaimana para saksi? Sah kah?" tanya sang ustad.

Semua yang hadir langsung menjawab sah, mereka tidak berani berkata lain. Sebab ada pandangan tajam dari Bagaskara yang mengintimidasi mereka. Yang hadir saat itu bukan orang luar mansion, melainkan seluruh pelayan yang dihias sedemikian rupa agar terlihat orang luar dan anehnya penyamaran mereka sukses mengelabuhi penglihatan sang ustad.

Ada kecurigaan yang terlihat di mata ustad tersebut, tetapi dia tidak ingin memperpanjang urusannya dengan Madam Anne yang terkenal kejam dan sadis itu. Dia lebih memilih keselamatan keuarga dan anak santrinya. Biar dosa ini dia tanggung sendiri asal para santrinya aman. Setelah prosesi nikah siri berhasil hingga usai, ustad tersebut pamit undur diri.

"Terima kasih, Ustad. Semoga selamat sampai rumah!" kata Mbok Marni.

"Semoga saja, Mbok. Jaga putrinya sebisa mungkin!" pesan ustad tersebut.

Akhirnya sang ustad pun mulai melajukan kendaraannya meninggalkan rumah penuh misteri tersebut. Mbok Marni pun segera masuk kembali ke dalam. Dia segera bebenah apa yang sudah terjadi dan membereskan semua alat yang telah dipakai.

Sementara dikamar Bagaskara, terlihat Sarita duduk di tepian ranjang. Pria yang baru saja menjadi suaminya hanya duduk di sofa menatap wajahnya tanpa kedip. Hal itu membuat Sarita salah tingkah.

"Jangan kira aku menikahimu karena cinta, Gadis Udik. Aku hanya inginkan keturunanku saja!" kata Bagaskara dengan nada datar.

Sarita segera membuang pikiran baiknya akan niat anak majikannya itu. Lalu dia beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pintu keluar. Belum sampai kakinya mencapai pintu terdengar kalimat henti dari Bagaskara.

"Jangan keluar kamar sebelum waktunya, kau sudah menjadi istriku!" kata Bagaskara.

"Aku hanya ingin memgambil pakaian gantiku, Mas. Tidak lebih," jawab Sarita.

"Baik, segera dan jangan pakai lama. Aku tidak suka!"

Sarita tidak menjawab apa yang dikatakan oleh suami yang beberapa waktu lalu mengikrarkan janji suci untuknya. Setelah kepergian istrinya, Bagaskara duduk terpekur menatap layar laptopnya, tetapi pikirannya melayang menerawang jauh. Mengingat sosok mantan istrinya yang telah pergi bersama pria lain dan menuduhnya sebagai pria mandul.

Kini dia bisa mengangkat kepalanya, dia sudah membuktikan pada dunia bahwa dia mampu mencetak anak melalui rahim anak pembantu.

"Tunggu anak pembantu, apa kata dunia? Bagaskara pembisnis muda punya keturunan dari pembantu. Sial, sial!" decak Bagaskara. "Tidak apa, mungkin akan aku pertahankan lebih dulu hingga anak itu lahir, lalu kuceraikan dia. Bagus!" gumam Bagaskara sambil mulai menggerakkan jari jemarinya.

Hari terus berlalu, Sarita pun masih meneruskan kuliahnya yang tinggal menunggu keputusan sidang hasil skripsinya. Perut wanita itu kini sudah terlihat membuncit karena usia kandungannya memasuki minggu ke 12. Sarita masih melakukan pekerjaan berat di mansion, Anne tidak memedulikan keadaan sang menantu. Dia masih saja menyuruh Sarita untuk mengangkat barang belanjaannya.

"Bawa beras ini ke gudang, Sarita!" perintah Anne.

"Baik, Bunda!" jawab Sarita.

"Bunda, hai! Panggil aku Madam, Ma-dam!" hardik Anne.

"Baik, Madam!" jawab Sarita dengan nada datar.

Wanita muda itu pun segera mengangkat karung beras yang berisi 25 kg ke dalam gudang. Semua pekerja yang lain tidak berani membantu pekerjaan Sarita, bukan karena meraka tidak berempati tetapi lebih pada rasa takut akibat ancaman phk dari majikannya itu. Sarita sudah paham akan tekanan majikannya mengenai statusnya, maka perempuan itu tidak marah pada pekerja yang lain.

Dengan bersusah wanita muda itu menarik karung beras tersebut hingga masuk ke gudang. Setelah sampai, dia istirahat sesaat mengelap dahinya yang berkeringat. Lalu dia pun menerima botol air minum dari uluran tangan seorang pekerja pria dari balik jendela.

"Terima kasih, Kang!" kata Sarita.

Tidak ada jawaban dari balik jendela, Sarita pun melongokkan kepalanya hanya ingin melihat siapa yang telah memberinya botol air minum. Namun, tidak ada. Tidak ada sosok pria yang berdiri di balik jendela kamarnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status