Share

Bab 71

Author: HierzhaThree
last update Huling Na-update: 2025-07-12 00:13:57

Tok! Tok! Tok!

Terdengar suara ketukan dari luar. Ratna yang sedang menggoreng pisang, segera mematikan kompor dan keluar. Ia membuka pintu, dan terlihat Erwin ada di depan pintu.

“Assalamu alaikum Bu,” ucap Erwin kemudian mencium punggung tangan Ratna.

“Wa alaikum salam. Duduk dulu Nak Erwin. Ibu lagi goreng gorengan pisang, sebentar ya,” ucap Ratna mempersilakan kemudian masuk ke dalam.

Tak berapa lama, Ratna keluar dengan membawakan minuman dan gorengan pisang. Ia letakkan di atas meja tepat didepan Erwin.

“Athala kemana, kok nggak ada suaranya,” ucap Erwin.

“Dia sudah tidur dari sore. Sepertinya kelelahan.”

“Athala sekarang setiap hari yang jemput Rio ya Bu.”

“Iya. Andini sekarang ada tambahan pelajaran sampai sore, makanya yang jemput Rio. Tapi kalau Andini pulang cepat, selalunya Andini kok yang jemput.”

“Andini nya sekarang mana Bu?” tanya Erwin.

“Dia belum pulang. Biasanya dia pulang jam 9,” jawab Ratna.

"Setiap aku ke sini, kok Andini nggak pernah ada sih, Bu?" tanyanya, sedi
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Ku Bayar Derita Ibuku sebagai Menantu   Bab 75

    Matahari bersinar terik di langit siang, menyorot tanah yang berdebu dan panas. Suara palu berdentam bersahutan dengan deru mesin bor yang menggema di area pembangunan kontrakan. Ratna dan putrinya, Andini, berjalan menyusuri tanah yang masih setengah rata, membawa beberapa kantong plastik besar berisi makanan dan minuman. Keringat mulai mengalir di pelipis mereka, tetapi senyum tetap menghiasi wajah keduanya.Ketika mereka mendekat, seorang pria berbadan tegap dengan kaus lusuh yang basah oleh keringat menoleh. Wajahnya langsung berbinar begitu melihat mereka."Wah, Bu Ratna dan Mbak Andini datang!" serunya, mengusap tangannya yang berdebu ke celananya sebelum melangkah mendekat.Pria itu adalah Pak Sarman, mandor proyek yang mengawasi pembangunan. Para pekerja lain yang tengah sibuk memasang bata dan mengangkat semen menoleh, lalu menghentikan pekerjaan mereka sejenak.Ratna tersenyum hangat. "Iya, Pak Sarman. Saya bawakan makanan buat bapak-bapak semua. Capek, kan, kerja di bawah p

  • Ku Bayar Derita Ibuku sebagai Menantu   Bab 74

    Bu Rodhiah baru saja pulang dari rumah sakit ketika Hera menyambutnya dengan penuh semangat. Wajah wanita paruh baya itu tampak letih, matanya sayu, dan langkahnya sedikit terseret. Beberapa jam di rumah sakit membuatnya kelelahan, terutama karena harus bergantian dengan Linda mengurus cucunya yang baru lahir, sementara Andi sedang keluar."Ibu capek banget ya?" tanya Hera, membawakan segelas air putih.Bu Rodhiah hanya mendesah panjang. Ia melepas kerudungnya dengan gerakan malas, lalu menghempaskannya ke kursi sebelum duduk dengan lemas. Setelah meneguk air, ia akhirnya membuka suara."Anisa baik-baik saja, bayinya juga sehat," katanya, suaranya terdengar lemah namun tetap mengandung nada kesal. "Tapi kamu tahu sendiri Anisa itu. Baru melahirkan saja sudah banyak maunya. Minta dirawat di ruang VVIP, katanya capek habis melahirkan. Habis itu, dia nyuruh-nyuruh Ibu dan Linda ini-itu, rempong sekali!"“Ya kan Lin?” tanya Bu Rodhiah pada Linda yang sedang berjalan menuju kamarnya.“Iya.

  • Ku Bayar Derita Ibuku sebagai Menantu   Bab 73

    Andi menundukkan kepala, menahan rasa gengsi yang sejak tadi bergolak dalam dadanya. Tangannya mengepal di atas pahanya, lalu membuka dan mengepal lagi, seolah sedang menimbang-nimbang sesuatu.“Mbak…” suaranya terdengar ragu, hampir berbisik.Ratna menghela napas pelan, tetap duduk tenang di kursinya. Ada firasat tidak enak yang menyelinap di benaknya. Tatapannya mengamati Andi, adik iparnya yang kini tampak gelisah.“Ada apa?” tanyanya akhirnya.Andi menelan ludah, mengangkat wajah sekilas sebelum menunduk lagi. Ia mengatur kata-kata dalam kepalanya, takut terdengar memalukan.“Aku, ingin meminjam uang, Mbak.”Ratna mengangkat alisnya sedikit, meski ekspresinya tetap datar. “Untuk apa?”Adik iparnya itu tidak termasuk orang yang kekurangan. Ia tahu Andi memiliki pekerjaan tetap di sebuah bank, gajinya pun lumayan dibanding suami Hera dan Linda. Jadi, kenapa sampai harus meminjam uang? Atau memang ada sesuatu yang benar-benar urgent?“Anisa baru saja melahirkan,” jawab Andi pelan.Ra

  • Ku Bayar Derita Ibuku sebagai Menantu   Bab 72

    Andi menghela napas panjang, matanya menatap lekat istrinya yang duduk di sofa dengan wajah tertunduk. Di sudut ruangan, beberapa kantong belanjaan berisi perlengkapan bayi berjejer rapi—baju-baju mungil, selimut lembut, box bayi, ayunan, hingga stroller mahal yang harganya pasti tidak murah.Jantungnya berdebar tak nyaman. Dari mana Anisa mendapatkan uang untuk membeli semua ini? Seingatnya, setiap bulan uang yang ia berikan selalu habis tanpa sisa."Dari mana kamu dapat uang buat beli semua ini, Nis?" tanyanya dengan suara yang berusaha ia tahan agar tetap tenang. Namun, gejolak dalam dadanya sudah tidak bisa dibendung.Anisa masih menunduk. “Uangku,” jawabnya pelan.Andi mengernyit. “Uang dari mana? Bukankah uang yang aku kasih tiap bulan langsung habis?”Anisa menggigit bibirnya. Tangannya meremas kain dress yang ia pakai, seolah mencari pegangan agar dirinya tetap kuat. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya, tapi ia tetap diam. Ia takut Andi curiga, dan mencari tahu darima

  • Ku Bayar Derita Ibuku sebagai Menantu   Bab 71

    Tok! Tok! Tok!Terdengar suara ketukan dari luar. Ratna yang sedang menggoreng pisang, segera mematikan kompor dan keluar. Ia membuka pintu, dan terlihat Erwin ada di depan pintu.“Assalamu alaikum Bu,” ucap Erwin kemudian mencium punggung tangan Ratna.“Wa alaikum salam. Duduk dulu Nak Erwin. Ibu lagi goreng gorengan pisang, sebentar ya,” ucap Ratna mempersilakan kemudian masuk ke dalam.Tak berapa lama, Ratna keluar dengan membawakan minuman dan gorengan pisang. Ia letakkan di atas meja tepat didepan Erwin.“Athala kemana, kok nggak ada suaranya,” ucap Erwin.“Dia sudah tidur dari sore. Sepertinya kelelahan.”“Athala sekarang setiap hari yang jemput Rio ya Bu.”“Iya. Andini sekarang ada tambahan pelajaran sampai sore, makanya yang jemput Rio. Tapi kalau Andini pulang cepat, selalunya Andini kok yang jemput.”“Andini nya sekarang mana Bu?” tanya Erwin.“Dia belum pulang. Biasanya dia pulang jam 9,” jawab Ratna."Setiap aku ke sini, kok Andini nggak pernah ada sih, Bu?" tanyanya, sedi

  • Ku Bayar Derita Ibuku sebagai Menantu   Bab 70

    Tangan Anisa dengan cekatan memasukkan berbagai perlengkapan bayi ke dalam troli. Stroller mahal, boks bayi bermerk, pakaian lucu-lucu, hingga mainan edukatif. Semuanya dibeli tanpa ragu.Farhan yang sejak tadi menemaninya hanya bisa tersenyum kecil, sedikit geleng-geleng kepala melihat betapa bersemangatnya wanita itu."Anisa, yakin segini banyak? Nggak takut dimarahin Andi?" goda Farhan sambil melirik harga barang-barang yang cukup fantastis.Anisa mendengus pelan, wajahnya seketika berubah sinis saat nama suaminya disebut. "Kalau belanja sama Andi, mana bisa aku bebas beli ini semua? Alasannya pasti klasik, masih banyak kebutuhan lain."Farhan terkekeh. "Ya, masuk akal sih. Tapi, tenang aja, aku yang bayarin semua ini."Anisa tersenyum puas. "Makanya aku lebih suka belanja sama kamu, Han."Farhan hanya tertawa kecil, sementara Anisa sibuk memilih barang-barang tambahan. Setelah selesai, mereka pun menuju kasir. Saat barang-barang itu dikemas, Anisa menoleh pada Farhan."Aku mau ke

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status