Share

Bagian Tiga

"Izinkan aku pergi dulu, akan aku selesaikan semuanya. Lalu kita bicara," ucap Ardi mendekat.

"Pergilah, tak perlu kembali."

"Riri, aku mohon." 

Riri bergeming, ia sudah tak mau menyikapi apa-apa lagi soal mereka. Seolah sudah menyerah dan pasrah. Ardi kemudian keluar dari kamar, sedangkan Riri kembali mengurai air mata melihat lelaki itu nyatanya sudah memilih perempuan itu daripada dirinya. 

Cukup lama berdiam, Riri memutuskan untuk bangkit dan membersihkan wajahnya dari air mata itu. Bergegas bersiap hendak pergi, langkah kaki keluar kamar diiringi suara gesekan antara wajan dan spatula, betapa Riti terkejut mendapati Ardi tengah memasak, bukankah tadi dia? 

"Sayang, aku sudah buat nasi goreng kesukaan kamu." 

Riri diam, dia tak menggubris ucapan suaminya itu, kali ini hatinya sudah kuat untuk membuat suaminya berpikir. 

"Aku akan pergi, kamu masih disini."

"Aku gak kemana-mana, ya tadinya aku mau menghampiri Rianti karena butuh bantuan buat mengantar makanan kesukaannya ke rumah sakit tapi aku sudah pesankan lewat online."

"Sejak kapan kamu mendadak pintar, mas." 

Ardi terdiam, dia merasa ledekan istrinya itu masih sebuah kemarahan yang belum usai. 

"Kamu ini kenapa sih? Aku pergi salah, aku gak pergi juga kamu pojokkan. Mau kamu apa?" 

Riri menatap tajam kembali pada suaminya itu.

"Kamu tanya mau aku apa mas?" tekan Riri.

"Mau aku kamu gak perlu bersahabat lagi dengan Rianti, bisa?" gertak Riri. 

"Kamu bisa gak jangan kayak anak kecil, aku dan Rianti itu gak ada apa-apa. Harus berapa kali aku yakinkan kamu, harus bagaimana aku buat kamu percaya?" 

"Dulu aku percaya tapi tidak sekarang," ucap Riri.

Riri menghela nafas, menjeda kalimatnya yang belum usai.

"Tidak ada hubungan tulus antara dua manusia dewasa berbeda jenis, jika bukan kamu yang merasa sangat mencintai Rianti mungkin bisa saja Rianti yang tak rela kehilangan kamu hingga dia selalu mengada-ada agar selalu dekat dengan kamu, mas." 

Riri melangkah meninggalkan Ardi, teriakan Ardi tak digubrisnya sama sekali. Ardi berlari mengejar dan segera menangkap tangan Riri yang dengan sigap ditepiskan oleh Riri. 

"Jangan pernah menemui aku jika kamu belum bisa memutuskan semuanya." 

Tatapan itu tajam menusuk sanubari Ardi hingga membuatnya terdiam dan hanya mematung memandangi kepergiaan Riri dengan sepeda motor kesayangannya itu. 

Sepanjang jalan derai air mata terus menganak sungai, sengaja Riri lakukan agar ketika di hadapan sahabatnya nanti dia tak akan menangis dan terlihat tegar. Tak lama dia memarkirkan sepeda motornya di sebuah cafe kecil di sebuah garasi rumah. 

Senyum terukir di bibir tipisnya, Laras menyambut kedatangan sahabatnya itu. Mereka sudah berteman lama, tentu saja Laras tahu keadaan Riri sedang tak baik-baik saja. 

"Ada apa?" tanya Laras.

Riri menghela nafas, ia mengatur nafasnya agar semua terlihat biasa saja. Keduanya sudah duduk di kursi berhadapan. Tanpa ragu Riri menceritakan semuanya. 

"Sudah aku bilang ada yang gak beres sama mereka, kamu masih saja bilang biasa saja." 

Laras menggerutu ketika mendapati temannya sakit hati karena sikap suaminya itu, Laras sudah terlalu sering mengingatkan Riri tapi Riri seakan menutup mata dan menganggap semua biasa saja. 

"Aku hanya mencoba mengikuti mereka saja, ras. Aku mau tahu sampai sejauh mana mereka selalu berusaha membangun persahabatan itu."

"Riri … Riri dan pada akhirnya kamu sakit hati, iya kan?" tanya Laras. 

Riri terdiam, ia merasa terpojok dengan ucapan temannya. Ia ingat betul sejak menikah sikap Ardi itu sangat baik, jujur dan tak ada sedikitpun yang disembunyikan begitupun dengan hubungan persahabatan yang masih terjalin meski lewat media komunikasi jarak jauh, Riri sempat kagum dengan persahabatan mereka bahkan bersedia membantu persiapan pernikahan Rianti. Keduanya pun hadir dan tampak akrab, Riri belum menyadari apapun. 

Bahkan rona bahagia yang terpancar begitu bercahaya dari kedua binar mata suaminya saat mengetahui Rianti akan pindah mengisi rumah neneknya yang tak jauh dari rumah mereka Riri menganggap itu biasa saja. Hubungan terjalin sangat baik, Riri mengenal suami Rianti dan sesekali mereka jalan bersama meski terkadang Riri merasa Ardi dan Rianti selalu asyik mengenang masa lalu tapi segera ditepisnya karena merasa masih ambang wajar. 

Rona bahagia kembali terpancar nyata ketika Ardi tahu Rianti hamil, kembali Riri tak merasakan apapun karena dia pun turut bahagia dengan kabar itu. Di saat dia dan Ardi menikah lebih dulu tapi belum diberikan kepercayaan ternyata ada sahabatnya yang tengah mengandung tentu saja Riri merasa turut bahagia. 

Selama Rainti mengandung tak ada yang mencurigakan semua baik-baik saja, Riri sering mengantar Rianti periksa kandungan tapi semua itu perlahan berubah ketika malam itu tiba. 

"Wah, selamat ya Mas Bayu. Memang kalau anak itu membawa rezeki," ucap Riri saat menghadiri undangan makan malam di rumah Rianti sebagai tanda syukur suaminya telah diterima sebagai ASN. 

"Iya, terima kasih. Tapi suami kamu jauh lebih keren, pengusaha."

"Eits, jangan salah semua lelaki yang ada di dekatku akan menjadi keren." 

Riri terlihat sedikit berubah mendengar ucapan Rianti, sedangkan Bayu merangkul istrinya itu seakan membenarkan dan bangga memiliki istri seperti Rianti. Dan ada mata yang melirik dan tersenyum getir melihat itu semua. 

"Kamu tahu Ri, suami kamu ini malasnya minta ampun. Kalau gak sama aku disemangatin terus gak mungkin lah sekarang punya outlet ponsel yang lumayan besar di kota ini." 

Lagi. Rianti terus membanggakan dirinya telah banyak membantu Ardi hingga mampu memiliki usaha yang luar biasa. Decak kagum justru terlihat di mata Bayu, dia seolah biasa saja mendengar ucapan istrinya itu. 

"Kamu memang hebat sayang," ucap Bayu mengecup kening Rianti. 

Riri tersenyum melihat kehangatan itu, pasangan itu memang romantis padahal konon katanya mereka menikah karena dijodohkan. Obrolan malam itu terus berlanjut hingga amanah itu keluar. 

"Disini Rianti gak punya siapa-siapa. Jadi aku titip dia pada kalian ya," ucap Bayu. 

"InshaAllah, mas. Mas tenang saja, nanti kami jagain Mbak Rianti, iya kan mas?" 

Riri menyikut Ardi, Ardi yang sejak tadi hanya diam saja langsung terkejut dan gelagapan. 

"Ah, i-iya pasti kita jagain." 

Riri masih belum menyadari sikap aneh suaminya itu, sejak itulah semua terasa janggal dan perlahan Riri mulai menyadari perubahan sikap suaminya terhadap sahabatnya itu. 

Gebrakan meja yang dilakukan Laras membuat Riri terkejut dan buyar sudah slide-slide masa lalu yang berputar di ingatannya itu. 

"Malah ngelamun. Terus selanjutnya gimana?" tanya Laras. 

"Aku akan menghubungi Mas Bayu, mencari apakah selama ini dia tahu kelakuan istrinya yang dikit-dikit minta bantuan mulu sama suamiku." 

"Hmm… ide bagus, eh bagaimana kalau kita cari tahu chatingan si wanita sundal itu sama suaminya?" 

Riri mengernyitkan dahinya, ia masih belum mengerti maksud Laras. Laras menghela nafas, seolah paham dengan sikap Riri.

"Kalau kita sadap nomor si Rianti itu, kita tahu tuh isi percakapan dia sama suaminya kayak gimana, kali aja selama ini suaminya gak tahu terus nyangkanya baik mulu tuh sama istrinya yang kegatelan. Gimana?" 

Laras mengangkatkan alisnya, menunggu persetujuan temannya untuk melakukan penyelidikan. 

"Setelah kamu tahu semuanya, baru deh lapor suaminya buat perempuan itu dipecat jadi istrinya. Gimana?" 

Terdiam Riri mendengar ucapan temannya itu, apakah itu jalan terbaik yang harus dia lakukan? 

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
benar tuh Riri apa kata teman mu Laras sadap aj tuh ponselny rianty yg percakapannya dengan suaminya bayu
goodnovel comment avatar
Nikmah Ezaweny
aku mulai ragu itu anak mungkin anak dari ardi...
goodnovel comment avatar
Anie Jung
Nah bagus itu ide nya Laras.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status