Bab 115
"Mmaaf, Nyonya. Aku hanya ingin memastikan saja." Bik Lasmi terlihat gugup. Nadine bisa maklum dengan sikap yang di tunjukan oleh Bik Lasmi. Gugup wanita paruh baya tersebut tentu karena ulahnya sendiri. "Bukannya tadi Bibik bilang ingin membersihkan taman?" Bik Lasmi semakin serba salah mendengar pertanyaan dari Nadine. "Mmaaf, Nyonya. Tadi Bik Jum meminta bantuan saya untuk membantunya membereskan rumah. Soalnya, Katanya dia sedang tidak enak badan." Bik Lasmi beralasan. "Oh ya? Kalau begitu mengapa Bik Jum tidak bilang kalau sakit?" Nadine bertanya. "Entahlah, Nyonya. Mungkin dia tidak enak kali." sahut Bik lasmi. "Hmm, Baiklah, baiklah Nyonya. saya akan melanjutkan pekerjaan saya membersihkan taman." Bik Lasmi tergesa-gesa melangkah meninggalkan NBab 116 "Aku tidak akan bilang ke siapa-siapa, Pak Arza. Aku maklum Bapak mengkhawatirkan masalah itu. Tapi setidaknya Bapak juga mengerti keadaanku. Aku sekarang benar-benar sedang membutuhkan uang. Tolonglah, Pak! Beri aku pinjaman. Aku tidak meminta banyak, Pak. Lima belas juta saja, itu sudah cukup untuk menutupi kekurangan dari usaha rumahan yang sedang kami rintis." ucap Pak Farid memelas.Arza di buat cukup terenyuh mendengar jumlah rupiah yang di sebutkan oleh Pak Farid. "Lima belas juta kamu bilang sedikit?" Arza membulatkan mata. "Bagi orang sepertiku tentu banyak banget, Pak. Tapi kalau menurut pengusaha besar seperti Bapak, tentu saja lima belas juta itu uang kecil. Bahkan satu hari pun Bapak bisa mendapatkannya dengan mudah. Bahkan lebih dari itu. Iya kan?" Pak Farid mengerlingkan mata. Arza menghela nafas panjang. Terbersit sebuah
Bab 117 "Debbie, bagaimana? Apa semuanya telah selesai?" tanya Zea. Dilihatnya Debbie menghempaskan tubuh ke sofa. Bersender santai sembari menyeruput minuman kaleng. "Mudah-mudahan, Mbak. Jika aku turun tangan secara langsung, sepertinya semua yang telah kita susun ini tidak akan gagal." jawab Debbie dengan kepercayaan diri penuh. "Kuharap demikian. Semua orang tentu tidak ingin rencananya gagal bukan?" Zea menanggap datar. Debbie memperhatikan ekspresi yang ditunjukkan oleh muka Zea. "Kok muka Mbak Zea nampak kayak kurang bersemangat gitu? Apa Mbak Zea kurang yakin dengan rencanaku?" Debby bertanya. Buru-buru Zea sadar akan sikapnya yang mungkin saja kurang berkenan. "Ah bukan begitu maksudku. Aku hanya bertanya-tanya, apakah kamu y
Bab 118"Aku bersyukur sekali, Ma." George yang sedari tadi duduk menghadap komputer di atas meja kerjanya tiba-tiba berucap mengejutkan Nadine."Bersyukur karena apa, Pa?" Nadine menyipit heran. "Bersyukur sebab rumah tangga kita tidak tumbang karean orang-orang yang berusaha menghancurkannya." sahut George."Ya, padahal hampir saja kita terjerumus pada perceraian akibat ulah mereka." tandas Nadine. George mematikan komputer di hadapannya. George melangkah mendekati istrinya. "Ma, sebenarnya ada yang ingin Papa bicarakan." ucap George pelan. Nampak jelas jika tidak ada nada gurauan atau candaan dalam ucapannya. Terlihat serius menunjukkan tanggung jawab sekaligus kelembutan sikap sebagai suami, membuat kewibawaannya semakin istimewa di mata Nadine.&n
Bab 119 "Kak, aku ingin bicara serius!" Alea menghampiri kedua kakaknya. "Ya bicara saja, Alea. Kami tidak melarangmu." Divan menyunggingkan senyum. "Memangnya adik kami yang cantik ini mau bicara apa?" tanya Davin lembut."Aku ingin bicara serius mengenai masalah Mama sama Papa." jawab Alea seperti menahan keraguan.Davin diam. Mencerna ucapan si adik. Dari raut mukanya, jelas Alea sedang tak bersenang hati. "Apa? Masalah mama sama papa? Hal apakah yang kamu ketahui soal mereka, Alea?" Divan memutuskan untuk menyelidiki prasangka sang adik. "Aku mengetahui sesuatu yang menurutku cukup besar, Kak. Makanya sekarang aku memutuskan untuk membicarakannya kepada kakak-kakakku ini." sahut Alea perlahan. Ekspresinya menampakan cara tak biasa, Alea yang terkenal sebagai a
Bab 120 Davin dan Divan merasa jantungnya berdegup lebih cepat ketika mendengar penuturan sang papa bagaimana perbuatan yang dilakukan oleh Arza terhadap mama mereka. Termasuk ancaman yang pernah Arza lontarkan. "Nak, sabarkan hati kalian. Sedikitpun tidak ada niat papa untuk memperkeruh hubungan kalian sebagai seorang anak terhadap ayah kandung. Tapi papa mengatakan semua ini supaya kalian tahu apa sebenarnya yang terjadi. Karena papa sadar, kalian sudah dewasa untuk tahu. Ingat pesan papa! Jangan larut dalam emosi. Kontrol diri dari orang-orang yang jahil akan keluarga kita! Mari kita cari jalan keluar masalah ini secara baik-baik dan bersama-sama." ucap George sembari menatap kedua putra sambungnya yang sudah ia anggap seperti anak sendiri. "Pa, terimakasih telah mengatakan semua ini, dan terimakasih karena tidak merahasiakan hal ini dari kami." tutur Divan.
Bab 121Davin akhirnya menghentikan laju mobil. Jalanan yang sempit sedikit membuatnya kesulitan mencari posisi parkir yang tepat.Arza semakin gemetaran. Tiba-tiba ada rasa ketakutan merasuki pikirannya. Melihat kedua putra kandungnya tersebut telah tumbuh dengan gagah. Dua orang remaja iru semakin mendekat. Semakin langkah mereka mendekat, semakin pula badan Arza gemetar. Arza mencoba mengintip dari balik kaca jendela.Arza tersadar, bahwa ia harus melakukan sesuatu.Dengan hati-hati, Arza meraih gagang pintu dan berniat untuk menutupnya.Namun kiatnya ternyata terlambat. Davin dan Divan telah terlanjur berada di depan pintu. Dengan amat terpaksa Arza harus ada mengurungkan niat."Selamat pagi! benarkan ini adalah tempat tinggal Pak Arza?" tanya Davin. suara Davin yang berwibawa membuat Arza merasa segan. Suara itu terdengar pelan, tanpa nada tinggi, namun entah mengapa suara itu benar-benar me
Bab 122 "Jujur? Jujur seperti apa yang dimaksud oleh kalian?" Arza menyembunyikan keadaan hatinya yang masih saja merasakan ketakutan. "Kami ingin bertanya, sebenarnya apa tujuan Bapak waktu itu datang berkunjung ke rumah kami? karena kami tahu, sejak awal tepatnya saat pertama kali kedatangan bapak, Bapak sudah tidak bisa berucap jujur kepada satpam. Dan kala itu juga Papa sedang tidak ada di rumah. Sedangkan sebelumnya satpam sendiri telah mengatakan bahwa tuan rumah sedang tidak menerima tamu hari itu. Tapi Anda tetap ngotot." tutur Davin membuat Arza semakin tak tenang."Kalian bohong!" sergah Davin. Tentu sajaArza tak bisa bohong, sebab kebenaran informasi itu sudah mereka dapatkan dari Pak Satpam."Oke, jika kali ini Bapak anggap ucapanku bohong, terus apa maksud dari rekaman CCTV ini?" Davin menyodorkan sebuah rekaman yang memperlihatkan dimana Arza sedang celingak-celinguk di luar pagar kediaman Nadine. S
Bab 123 Beberapa detik Arza terpaksa duduk terdiam karena bingung dan merasa sangat sangat tersudutkan oleh perkataan Davin. "Namanya saja orang tua, Nak. Ayah ini juga manusia. Dan kalian tahu bahwa manusia adalah tempatnya lupa. Apalagi ayah sudah tua seperti ini. Tolong maklumi kekeliruan ayah, Nak. Ayah hanya ingin yang terbaik untuk kalian." Arza bertutur panjang lebar berusaha meluluhkan kedua putranya yang bagi Arza terlalu berkeras hati tersebut. "Anda terlalu pandai dalam bersandiwara, Pak. Benar-benar kami mengakui hal itu. Di mulut Anda berkata selalu ingin yang terbaik untuk kami berdua. Tapi kenyataannya bapak melakukan sesuatu yang bisa mencelakakan kami. Bukankah itu sebuah keterbalikan yang nyata?" ucap Davin dengan nada kecewa. "Maafkan ayah, Nak. Ayah tidak pernah ingin mencelakakan kalian sedikitpun. Ayah sungguh tidak mengerti apa yang kali