Bab 124
"Apa? Bapak menuntut kami untuk bicara sopan?" Darah Davin mendadak menggelegak mendengar nada tinggi yang dikeluarkan oleh Arza. "Ya. Sebenarnya saya tidak terlalu menuntut. Tetapi setidaknya sadar diri saja kalian sebagai anak. Meski bagaimanapun, seburuk-buruk apapun, dan sejahat apapun saya, saya ini tetaplah ayah kandung kalian yang harus kalian hormati dan harus kalian hargai! Hal yang tidak bisa kalian pungkiri bahwa dalam tubuh kalian mengalir darahku. Tidak sepatutnya kalian berlaku sombong. Memuji-muji ayah sambung secara berlebihan di hadapanku. Sedangkan aku lah ayah kandung kalian. Aku lebih berhak untuk kalian hormati." sifat asli Arza muncul di hadapan. Davin menatap sinis Arza. Dari sudut bibirnya terlihat sebuah sunggingan senyum yang semakin membuat Arza merasa diremehkan sedemikian rupa. "Seseorang yang tidak
Bab 125 "Bagaimana, Pak? Apa Anda masih saja ingin mengelak sekarang?" tanya Davin menyudutkan. Arza semakin tertegun. Akan tetapi Arza tidak segera patah arang. Bukan Arza namanya bila harus menyerah begitu saja.Memang benar, orang licik akan selalu mencari cara apa saja untuk menutupi kesalahan. "Davin dan Divan, saya ingatkan kepada kalian berdua untuk tidak terlalu cepat dalam menuduh seseorang! Jika kalian tidak teliti dan asal menuduh, maja kalian bisa dituntut akibat tuduhan kalian sendiri. Kalian jangan seenaknya mengatakan jikalau itu yang menghubungi Nadine adalah aku. Darimana kalian bisa berkesimpulan seterti itu, sedangkan kalian sendiri tidak menyadari bahwa itu yang chat saja bukan nomorku." Arza menyanggah. David dan Divan benar-benar lemas. Arza memang merupakan sosok yang sulit untuk di
Bab 126"Loh kan saya telatnya hanya sebentar, Pak." Arza beralasan. "Meskipun sebentar anda telah melanggar perjanjian. Oleh karena ini, Bapak juga diwajibkan untuk membayar biaya over time." Arza garuk-garuk kepala. "Masa sih saya harus kasih denda overtime juga?" protes Arza kurang setuju. "Bapak ini bagaimana? Kan Bapak sendiri sudah tahu peraturannya bagaimana. Makanya kalau tidak mau membayar denda keterlambatan, sebaiknya bapak perlu disiplin waktu. Ingat dengan perjanjian." tutur lelaki tersebut seperti merendahkan. Memang Arza tidak menampik bahwa itu adalah murni kesalahan dan keteledorannya dalam mengolah waktu dan tidak menepati perjanjian. Namun untuk membayar denda, rasanya berat ia lakukan, sebab mengingat saldo ATM yang sungguh di ambang pintu. Akan tetapi, sekuat ap
Bab 127 "Pak Arza, Davin dan Dvan adalah dua remaja yang telah beranjak dewasa. Tentu saja aku tidak bisa mengembalikan mereka padamu begitu saja. Sebab mereka bukan barang. Mereka sudah dewasa, sudah bisa mengambil keputusan sendiri. Bahkan mereka berdua adalah anak-anak yang cukup cerdas. Mereka bisa mengendalikan diri sendiri." jelas Arza panjang lebarArza menelan ludah, ada rasa malu menyusup hatinya ketika mendengar ucapan dari George. Apalagi ketika mendengar nada George yang kurang bersahabat. "Tapi, mereka telah bersikap durhaka, Pak. Mungkin bapak tidak akan percaya jika aku katakan mereka benar-benar berkata secara gamblang bahwa mereka berdua hanya ingin memanfaatkan harta Bapak saja, selaku ayah sambung mereka. Jujur, sebenarnya aku tidak ingin mengatakan ini. Tapi demi kebaikan Bapak, terpaksa aku bersikap jujur." lagi-lagi Arza mengucapkan sebuah kebohongan besar. &nb
Bab 128"Kamu tetaplah pada pekerjaanmu sebagai satpam. Tidak usah banyak ikut campur masalah kami. Dunia pengusaha seperti kami pastilah berbeda dengan duniamu." ucap Arza dengan sombongnya. Sejenak kesombongan itu membuatnya berbunga-bunga. Sebab seratus persen Arza percaya bahwa Pak Farid sungguh akan menganggap jika apa yang Arza ucapkan adalah benar. "Eh bentar, jangan dimatiin dulu." cegah Pak Farid buru-buru sebelum Arza mematikan telepon. "Apalagi? Jangan lama-lama! Aku ada bahasan yang amat penting sama George yang harus di selesaikan." sahut Arza judes. "Iya, iya aku tahu. Ini saya mau bilang, tepatnya mau kembali minta tolong.""Minta tolong apa lagi?" Arza mulai was-was."Hmm ... Pinjem uang dikit lagi dong, Pak. 5 juta aja. Gimana?" Lagi-lagi Arza dibuat emosi karena lagi pria itu kembali ingin mem
Bab 129Matahari pagi mulai bersinar, menghalau mbun di atas dedaunan, menciptakan suasana yang lebih hangat. Di sebuah cafe kecil, George menyeruput beberapa kali minuman kopi hangat di hadapannya. Ya George bersama Davin dan Divan memang biasa menghabiskan waktu lari pagi bersama di taman pusat kota.Cafe kecil namun terkesan rapi dan segar tersebut menjadi pilihan mereka untuk melabuhkan lelah.Tak heran jika ketiganya terlihat akrab dan jarang ada yang percaya jika hubungan mereka bukanlah anak dan ayah kandung. Sedari dulu, dua anak tersebut memang dekat terhadap sang papa. Dari kejauhan sepasang mata menatap iri sekaligus benci pada kebersamaan tersebut. "Cuaca pagi ini sangat mendukung ya, Pa." ucap Divan sembari mencomot gorengan yang terhidang di depan matanya. 
Bab 130"Pak George, bisakah Bapak meluangkan waktu untuk bicara denganku barang sejenak." Arza menghampiri George. "Mau bicara apa ?" jawab George tanpa menoleh. Arza menelan saliva melihat sikap dingin yang ditunjukkan oleh George. "Maaf Pak George, apa Bapak tidak berkenan dengan kedatanganku keruangan Bapak?" tanya Arza mulai merasa tidak enak terhadap sikap George yang baginya terlampau berubah. "Maaf, sebenarnya kau tahu sendiri, bahwa sekarang diriku sedang berada dalam jam kerja. Aku tidak menerima pembahasan lain di luar dari ranah pekerjaan." sahut George sembari masih sibuk dengan komputer di depannya. "Kalau begitu, baiklah saya akan menunggu Bapak ketika pulang nanti. Maafkan jika kehadiranku mengganggu kinerja Pak George!" suara Arza mendayu-dayu bak suara perempuan yang tengah merayu.
Bab 131 Arza kebingungan . Sejak awal ia tidak mengira jika George akan bertanya sedetail itu, sebagaimana selama ini sikap George yang tidak terlalu banyak bertanya. Jelas saja Arza tergagap. "Mmm ... Foto ini saya dapatkan dari teman. Saya hanya ingin memberitahu hal ini sama Pak George agar bapak tidak terkecoh dengan sikap licik Nadine." Arza mengucapkan sesuatu yang tidak bisa dipercaya oleh George. "Teman yang mana?" lagi-lagi pertanyaan yang semakin membuat arza kalaf. "Hmm! Kalau masalah itu saya tidak bisa memberi tahu Bapak sekarang. Dia meminta untuk menjaga privasinya. Katanya sih begitu." ucapkan Arza. "Jika benar demikian kenyataannya, apakah kau berani mempertanggungjawabkan keaslian foto ini?" pertanyaan Arza semakin membuat Arza terpojok.
Bab 132 "Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Arza terus mencari cara. "Oh ya, coba aku menghubungi Zea saja sekarang. Siapa tahu dia bisa membantuku dalam masalah ini." Arza merogoh tas kecil yang sedari tadi ia sandang. Tangan kanannya mengeluarkan sebuah benda pipih. Tidak butuh waktu terlalu lama untuk menunggu jawaban dari Zea. "Ya halo selamat siang Arza!" Sapa Zea. "Zea, apa kau bisa membantuku sekali ini saja." "Oh ya? Membantu ngapain lagi emangnya? Sepertinya aku sudah malas bekerja sama denganmu. Kau tidak pernah bisa membuktikan yang telah kau ucap. Dari dulu kau bilang dan meyakinkan aku kalau George pasti akan menceraikan Nadine. Tapi nyatanya hingga saat ini belum ada titik terang. Udahlah! Aku malas bekerja sama dengan orang yang tidak jelas macam