Bab 138
"Wanita tidak tahu malu! Ternyata kau sudah punya suami. Kok bisa-bisanya selama ini kamu mengaku masih lajang?" gertak Arza. Zea mendengus kesal. Tak rela rasanya hatinya di bentak-bentak. "Lalu apa pedulimu? Apapun yang berkaitan denganku tidak ada urusannya sama kamu. Kau tidak usah terlalu turut serta mencampuri hidupku, Arza!" Balas Zea.Arza menatap Zea dengan kebencian.
"Pokoknya aku tidak mau tahu, sekarang kembalikan semua uang uangku!" kembali Arza berucap. Seperti kesetanan, sorot pandangan Arza demikian menakutkan. Kekesalan Zea semakin menjadi-jadi dengan sikap Arza yang dianggapnya terlalu bar bar. "Uang mana yang kau maksud!" tanya Zea. "Hei jangan pura-pura tidak tahu kau!" lagi-lagi suara Arza lebih terdengar seperti gertakan. Kedua mBab 139 "Aku akan tetap melaporkanmu tidak usah membujuk bojoku. Karena itu tidak akan berhasil. Tidak akan, Arza!" Zea mengambil langkah menjauh untuk meninggalkan Arza. "Tunggu ..." Secepatnya, Arza cepat-cepat berlari mengejar Zea dan menarik tangan wanita tersebut. Tak urung Arza merasa kian terbalut masalah jika wanita itu nekat melakukan laporan. "Ada apa lagi ini? Nggak usah main tarik-tarik dong!" Zea berusaha melepaskan tangannya. "Tolonglah! Tidak usah terlalu mudah mengambil keputusan ingin lapor-melaporkan. Ingat! Ini adalah masalah kita berdua. Hanya kita yang tahu akan hal ini. Apa kau ingin menjerumuskan diri sendiri?" Zea melengos. "Memangnya kamu takut? Aku saja merasa penjara itu tidak terlalu
Bab 140 "Ah tidak. Dia cuma orang biasa. Tapi kau tidak boleh bicara sembarangan di hadapannya. Bisa fatal akibatnya nanti!" ucap Arza memperingatkan. "Kamu melarang, tapi seperti enggan menjelaskan siapa dia itu sebenarnya? Setidaknya bisa kau kelaskan dong apa alasan di balik laranganmu!" Zea protes. "Haduh bukannya aku tidak mau menjelaskan sama kamu. Tapi kamu tidak bakalan bisa mengerti." Arza menyela. "Mengapa kamu bilang aku tidak bisa mengerti? Emangnya kamu pikir aku ini tidak punya otak?" Arza terdiam beberapa saat lamanya. "Jujur saja Arza, aku tak suka apabila ada seseorang yang suka memporak-porandakan pikiranku. Aku tak suka memikirkan sesuatu yang tidak penting seperti kamu dan rencana ini, Arza! Bisa dibilang kalau aku amat menyesal telah bekerjasama dengan seseorang yang t
Bab 141 "Assalamualaikum, Ma!" George mengucapkan salam. "Ya, waalaikumsalam, Pa." Nadine bergegas ke depan dan membuka pintu buat suaminya. Dengan segera Nadine meraih koper di tangan George dan mempersilahkan George untuk masuk.Nadine bisa melihat George berada dalam kondisi setengah menggigil. Musim hujan yang tengah mendera, mengundang hadirnya cuaca dingin. Nadine melepas kan jaket George."Ayo ganti baju dulu, Pa!"Nadine masuk ke dalam diikuti oleh langkah George di belakangnya. Dengan terampil Nadine menyiapkan pakaian ganti buat sang suami."Dingin ya, Pa? Sebentar, Mama buatin teh hangat dulu?" Tanpa menunggu jawaban George, Nadine menuju ke belakang dan berniat untuk menyiapkan segelas teh hangat buat sang suami.
Bab 142 "Ini tehnya, Pa. Silakan diminum!" Nadine menyodorkan sebuah nampan ke hadapan suaminya."Makasih, Ma."Nadine mengambil posisi temlat duduk di samping George."Pa!""Ya, Ma." George melirik istrinya. "Beneran Papa ingin menangguhkan laporan ke polisi?Tunggu apalagi, Pa? Perbuatan orang-orang jahat itu semakin menjadi-jadi. Apalagi salah satu diantara mereka berada dalam rumah ini aku takut dan khawatir, Pa." Nadine mengutarakan kekhawatirannya. "Tenang saja, Ma. Aku sudah bicarakan ini pada Richardo. Mama tenang saja tidak usah terlalu bingung karena masalah ini Papa yang akan mengatasinya." "Iya, Pa. Tapi pertanyaannya, mau sampai kapan?" "Ma, Mama harus tenang. Semuanya sedang dalam proses. Hmm ... apa Mama melihat Bik Lasmi bertingkah aneh lagi?" George menyelidiki.&nb
Bab 143 Waktu terus berlalu, hari ini George beserta anak-anak sedang berkumpul di ruang keluarga. "Nih kan asik kalau seluruh keluarga tengah berkumpul. Bibik ikut senang dengan kebahagiaan kalian." Bik Lasmi tiba-tiba datang tergopoh-gopoh. Senyum wanita itu mengembang. "Iya, Bik. Alhamdulillah meskipun kesempatan seperti ini tidak cukup sering, Tuhan masih memberi kesempatan kepada kami untuk berkumpul." tutur Davin. "Bibi siapkan makanan duli ya untuk kalian." Bik Lasmi melangkah cepat menuju ke dapur. "Bik Lasmi! Nggak usah repot-repot, Bik. Biar Mama sama Alea saja yang nyiapin segalanya. Kebetulan aku sama Mama pengen masak bareng hari ini." Alea mencegah langkah Bik Lasmi. Nadine tersenyum manis dengan ucapan Alea. Anak itu cukup pintar menyusun kata beralasan tanpa beresiko menyinggung.
Bab 144 Bik Lasmi diam membisu. Pertanyaan Nadine benar-benar menusuk dada. Entah mengapa Bik Lasmi merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan pertanyaan Nadine. Seolah ada sesuatu semacam sindiran terselip di sana. "Maaf, Nyonya. Saya masih belum mengerti apa maksud dari pertanyaan Nyonya?" Bik Lasmi merasa bingung harus berucap seperti apa.Nadine menatap Bik Lasmi tajam. Membuat gemetar sang penerima tatapan. "Bik Lasmi, kurasa pertanyaan yang kuajukan tadi cukuplah jelas. Aku merasa Bibik sedang menyembunyikan sesuatu. Jujur saja, Bik!" Nadine kembali membuat Bik Lasmi tergagap."Maaf Nyonya, sungguh aku tidak pernah menyimpan apapun, apalagi rahasia-rahasiaan di rumah ini. Aku ... aku cuma kaget atas pertanyaan Nyonya yang seperti menyudutkan aku. itu yang membuatku bingung." Bik Lasmi terlihat ketakutan.
Bab 145 Dengan cepat Bik Lasmi masuk ke kamar dan menghubungi seseorang. "Halo, Non Debbie!" Bik Lasmi antusias ketika menyaksikan panggilannya dengan cepat di tanggapi oleh Debbie. "Ya, Bik. Ada apa?" "Apa non Debbie sudah melakukan sesuatu? Maksudku semacam laporan atau gimana gitukan. Soalnya Bibik mendengar ada suara mobil polisi tuh." "Belum, Bik. Lagian kan kalo polisi pengen ke sana rasanya nggak mungkin juga mereka nyalain sirine." jawab Debbie. "Haa? Jadi ...?" Bik Lasmi nampak kecewa. Habis sudah harapannya untuk menerima transferan dari Debbie. Sesuai perjanjian, jika kiatnya berhasil, maka ia akan segera menerima imbalan. Itulah poin terpenting yang ingin di kejar oleh Bik Lasmi. "Sabar dulu, Bik. Sedang ku usahakan agar lebih cepat." ucap Debb
Bab 146Dengan bergegas Zea melangkah sembari merogoh tas yang ia sandang di bahunya.. "Ini orang nggak sabaran banget sih. Tadi juga udah dibilang kalau jam berapa gitu kan. Buru-buru amat dia orangnya. Ketahuan kalau kebelet tuh orang." Zea setengah menggerutu. Dengan cepat Zea memeriksa ke arah layar ponsel. "Hah kok bukan dia? Siapa lagi ini? Hmm ... palingan juga dari pria yang lain yang ingin segera mendapatkan jam jatah dari aku." Zea tersenyum-senyum sendiri."Dia nggak tahu apa, kalau aku lagi ada job sama laki-laki lain. Kan udah di kasih tahu lewat status tadi." Zea masih menggerutu panjang. Dengan cepat Zea mematikan telepon tersebut. Dan berniat ingin kembali menghampiri Debbie.Akan tetapi baru saja beberapa langkah kakinya beringsut, panggilan tersebut muncul kembali. Deng