Share

Bab 14

Author: Su Yenni
last update Last Updated: 2024-01-03 15:39:10

Bab 14

"Kok, balik lagi, Mas? Motornya mana?" tanyaku pada Adit.

Mas Adit melangkah masuk, membiarkan Tante Marni ke luar meninggalkan rumah ini.

"Motornya mogok, masih diperbaiki di bengkel," sahut Mas Adit lalu beranjak dari ruang tamu menuju kamar kami dengan raut wajah masam. Aku mengikutinya ke dalam kamar.

Di dalam kamar, Mas Adit duduk di tepi ranjang. Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu atau mungkin juga kesal sebab motornya mogok.

"Mas kenapa?" tanyaku hati-hati. Mas Adit menoleh padaku.

"Sini," ucapnya sembari menepuk ranjang, memintaku untuk duduk di sampingnya.

Dengan beribu tanya di hati, aku melangkah menghampirinya, lalu duduk di sampingnya. Mas Adit menatap wajah ini lekat, membuat aku semakin merasa tak menentu.

"Kamu mau kita pindah dari sini?" tanya Mas Adit pelan. Tatapannya begitu serius.

Aku menggeleng.

"Kasihan Bapak sama Ibu, Mas. Biarlah kita di sini dulu sampai rumah ini benar-benar diambil oleh pemiliknya. Bapak masih berharap bisa membeli kembal
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Kubuang Tunangan Sampah Sebelum Menikah   Bab 14

    Bab 14"Kok, balik lagi, Mas? Motornya mana?" tanyaku pada Adit.Mas Adit melangkah masuk, membiarkan Tante Marni ke luar meninggalkan rumah ini. "Motornya mogok, masih diperbaiki di bengkel," sahut Mas Adit lalu beranjak dari ruang tamu menuju kamar kami dengan raut wajah masam. Aku mengikutinya ke dalam kamar. Di dalam kamar, Mas Adit duduk di tepi ranjang. Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu atau mungkin juga kesal sebab motornya mogok."Mas kenapa?" tanyaku hati-hati. Mas Adit menoleh padaku. "Sini," ucapnya sembari menepuk ranjang, memintaku untuk duduk di sampingnya. Dengan beribu tanya di hati, aku melangkah menghampirinya, lalu duduk di sampingnya. Mas Adit menatap wajah ini lekat, membuat aku semakin merasa tak menentu."Kamu mau kita pindah dari sini?" tanya Mas Adit pelan. Tatapannya begitu serius. Aku menggeleng. "Kasihan Bapak sama Ibu, Mas. Biarlah kita di sini dulu sampai rumah ini benar-benar diambil oleh pemiliknya. Bapak masih berharap bisa membeli kembal

  • Kubuang Tunangan Sampah Sebelum Menikah   Bab 13

    Bab 13Terkejut? Tentu saja. Ini kali pertama bibirku disentuh oleh seorang laki-laki. Aku mencoba melepaskan ciuman itu, tapi bukannya lepas. Mas Adit malah menarik tubuhku ke dalam dekapannya. Sesak terasa dada ini menahan debaran-debaran tak menentu yang terus menjalar di dalam sana. Kemudian, Mas Adit menggiringku menuju ranjang. Aku dan Mas Adit berbaring di atas ranjang. Entah bagaimana rina wajah ini. Malu bercampur tegang membaur menjadi satu. Aku benar-benar gerogi.Baru saja Mas Adit ingin melancarkan serangannya, tiba-tiba terdengar suara gaduh di luar kamar. Lalu, kemudian ada yang mengetuk pintu kamar kami."Fin, Fina!" Suara Ibu memanggilku.Mas Adit segera menggeser tubuhnya. Dengan malu-malu kami saling berpandangan. "Mas buka pintunya, ya," ucapnya kemudian. Aku mengangguk pelan. Mas Adit merapikan pakaiannya, lalu berjalan menuju pintu. Aku mengikutinya dari belakang."Maaf, Nak Adit, Ibu mengganggu. Itu di depan ada Tante Marni. Dia guling-guling di ruang tamu s

  • Kubuang Tunangan Sampah Sebelum Menikah   Bab 12

    Bab 12Aku berdiri terpaku menatap ke dalam manik mata Mas Adit. Aku bingung harus berkata apa. Jika saja aku punya ilmu menghilang, mungkin saat ini, aku akan langsung lenyap dari hadapan lelaki ini. Bisa-bisanya, aku menabraknya tepat di depan pintu. Kok, orang sebesar itu gak kelihatan olehku, ya? Bodohnya aku."Fina mau masuk ke kamar?" tanyanya membuat aku terkesiap."Eh ... itu, iya," sahutku gugup."Untung kamu nabrak Mas, kalau nabrak pintu, bisa benjol, Fin," ucapnya sembari tersenyum simpul. Dia pasti menertawakan aku di dalam hatinya. Gak lucu!Aku merengut lalu melangkah masuk ke kamar. Kutinggalkan begitu saja, Mas Adit yang masih berdiri di depan pintu kamar. Aku kembali duduk di depan cermin, berpura-pura menyibukkan diri mengusap wajah dengan kapas. Padahal, aku hanya ingin menyembunyikan kegugupanku.Tak lama, Mas Adit menyusul masuk ke kamar. Aku melirik sekilas. Lelaki yang masih mengenakan pakaian pengantin itu menutup pintu, lalu melangkah menghampiriku, membuat

  • Kubuang Tunangan Sampah Sebelum Menikah   Bab 11

    Bab 11Seakan terpengaruh kata-kata Rani, Bapak menatap ragu pada Mas Adit. Tak menjawab, lelaki yang sebentar lagi akan menjadi imam dalam rumah tanggaku itu hanya tersenyum."Mbak, silakan keluar saja dari ruangan ini. Saya tidak mau acara pernikahan anak saya kacau gara-gara ada Mbak di sini. Silakan ... pintu keluar ada di sana." Pak Bagio yang mulai kelihatan geram pada Rani berkata dengan tegas sambil menunjuk ke arah pintu rumah kami.Rani kelihatan salah tingkah. Mungkin dia malu karena ditegur seperti itu oleh ayahnya Mas Adit. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri dengan tatapan sinis. "Saya ini sepupunya Fina. Enak, aja, main usir begitu, ya, kan, Fin?" sahut Rani bersikeras."Udah, jangan ribut. Kamu tetap di situ, tapi tolong, jangan bikin ribut, Ran." Ibu ikut memberi pengertian pada Rani. Rani yang mungkin tak terima dipermalukan seperti itu, melirik tajam pada Ibu sembari mencebikkan bibirnya. Setelah suasana kembali tenang, acara pernikahanku dengan Mas Adit pun dilanju

  • Kubuang Tunangan Sampah Sebelum Menikah   Bab 10

    Bab 10.Aku juga belum tahu siapa yang akan menjadi calon suamiku. Aku berkata begitu agar laki-laki ini membatalkan niatnya untuk melamarku. Terlebih, Tante Marni, aku tak suka caranya menjodoh-jodohkan aku dengan lelaki yang sama sekali tak pernah kukenal."Tante tau, pasti pemuda miskin yang waktu itu datang bersama ayahnya, kan? Pikir ulang, Fin. Kamu akan sengsara hidup sama dia. Yang ada, kamu malah akan semakin gencar mengganggu Doni sebab hidup kamu susah sementara Doni dan Rani hidupnya serba berkecukupan."Ya, ampun, ini orang ngomongnya makin ke mana-mana. Yang ada dipikirannya cuma uang, uang dan uang. "Uang bisa dicari, Tante. Kebahagian itu gak melulu diukur dengan uang. Semua sudah diatur oleh Allah. Sudahlah, sebaiknya Tante pulang, aja. Jangan pernah datang lagi membawa laki-laki gak jelas untuk dinikahkan denganku."Muak sudah aku meladeni Tante Marni. Semakin diturut, dia semakin menjadi. Pagi-pagi sudah membuat mood-ku hancur."Ya, sudah, kalau gak mau. Tante itu

  • Kubuang Tunangan Sampah Sebelum Menikah   Bab 9

    Bab 9Pagi ini, kami sekeluarga sedang menikmati sarapan bersama. Tiba-tiba, terdengar suara Tante Marni memanggil-manggil dari depan rumah. Mendengar nada panggilannya, biasanya ada sesuatu yang sangat penting yang ingin disampaikannya."Pagi-pagi, udah ganggu hidup orang, aja," gerutu Faiz—adikku. Dia memang tak suka dengan Tante Marni.Ibu buru-buru melangkah menuju pintu. Tak ketinggalan, kususul Ibu ke depan sebab aku penasaran dengan apa yang akan disampaikan oleh Tante Marni.Ketika pintu terbuka, muncullah wajah Tante Marni bersama seorang laki-laki."Ada apa, Mar? Kamu bawa siapa ini?" tanya Ibu pada Tante Marni yang berdiri berdampingan dengan seorang laki-laki. Kalau dilihat dari wajahnya, kelihatan umurnya tak jauh beda dari Tante Marni, mungkin terpaut sekitar dua tahun lebih muda."Dipersilakan masuk dulu, dong, Mbak. Masak berdiri di depan pintu begini," sahut Tante Marni sambil cengengesan. Mau tak mau, Ibu mengajak mereka masuk juga."Ada perlu apa ke sini, Mar? Ini s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status