Kubuang Tunangan Sampah Sebelum Menikah

Kubuang Tunangan Sampah Sebelum Menikah

Oleh:  Su Yenni  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
14Bab
489Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Kegagalanku menikah denganmu tak membuatku jatuh dan rapuh. Sampah sepertimu memang harus dibuang ke lubang sampah. Mau tau bagaimana kehidupan Fina setelah gagal menikah dengan Doni? Ikuti kisahnya di sini, ya.

Lihat lebih banyak
Kubuang Tunangan Sampah Sebelum Menikah Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
14 Bab
Bab 1
Bab 1Mendadak, aku merasa sesak napas ketika melihat mobil Mas Doni—calon suamiku— terpampang dalam sebuah video yang tersebar di aplikasi Facebook. "Sepasang sejoli yang sedang indehoy, pingsan di dalam mobil."Begitu caption yang tertulis di unggahan tersebut. Dengan mata berkaca-kaca, kutelisik setiap detik video yang sedang diputar. Diposting sekitar satu jam yang lalu. Betapa sakit hati ini, bagai ditusuk beratus pisau belati. Tak kusangka belahan hati tega berbuat sehina ini. Mas Doni—lelaki yang sebentar lagi akan menjadi imam dalam rumah tanggaku—sedang dalam keadaan lemas tak berdaya, mungkin tak sadarkan diri dalam sebuah mobil yang terparkir di tepi hutan kota. Bukan hanya kondisinya yang setengah bug*l membuat jantungku mau lepas, tapi wanita itu, wanita yang terkulai lemas di sampingnya adalah Rani—adik sepupuku—juga dalam kondisi yang sama.Mendidih darahku. Tercekat rasanya tenggorokanku. Ingin aku ke sana dan menghajar dua manusia yang tak punya rasa malu itu. Namu
Baca selengkapnya
Bab 2
Bab 2Setelah keluar dari rumah sakit, Mas Doni dan kedua orang tuanya langsung datang ke rumahku tanpa rasa malu sedikit pun.Dengan sekuat hati, aku menemui mereka ditemani oleh Bapak dan Ibu."Mau apa kalian datang ke sini?" tanya Bapak tenang tapi wajahnya terlihat tegang dan merah padam. Mungkin beliau sedang menahan emosi."Begini, Pak. Kami mohon keluarga Bapak tidak terpancing dengan isu yang beredar. Doni itu dijebak. Dia diberi obat bius oleh si Rani itu, makanya sampai pingsan. Di saat pingsan itulah si Rani membuka pakaian Doni. Sudah sejak dulu si Rani itu ingin mendekati Doni, tapi Doni menolak. Dia mengira dengan cara licik seperti itu akan bisa menjadi menantu di rumah kami. Saya tidak akan mudah tertipu. Kami ingin Fina yang jadi istrinya Doni." Mama Mas Doni berkata dengan wajah penuh harap. Dia pikir segampang itu memaafkan perbuatan anaknya."Anda pikir kami orang bodoh, tidak bisa membedakan mana yang dijebak dan mana yang benar-benar dibudak oleh nafsu?" Bapak me
Baca selengkapnya
Bab 3
Bab 3"Astagfirullah. Rani hamil?" Ibu menutup mulutnya sembari membelalak. Aku pun sama terkejutnya dengan beliau. Tapi wajar, sih, jika Rani hamil, mereka, kan, memang melakukannya.Lelaki bejat, untuk perempuan murahan. Benar-benar pasangan serasi. "Iya ... hamil! Aku sudah memeriksanya ke bidan," ucap Tante Marni. "Sudah biasa zaman sekarang, bukan Rani, aja yang begitu, gadis-gadis di luar sana juga banyak yang hamil duluan. Masih mending Rani gak gugurin kandungannya," lanjut Tante Marni lagi yang membuat aku dan Ibu kompak beristigfar. Sepicik itu pikiran Tante Marni. Dia membenarkan dan seolah mendukung perbuatan anaknya hanya untuk mendapatkan lelaku kaya seperti Mas Doni."Rani itu tetap salah, Marni. Hamil di luar nikah itu bukan perbuatan yang patut untuk dibenarkan. Jual murah itu namamya." Ibu mencoba menasehati Tante Marni. Namun, wanita yang usianya dua tahun di bawah Ibu itu sepertinya tidak terima. Matanya tajam menatap wajah Ibu. "Bilang aja iri, Mbak. Kalian sa
Baca selengkapnya
Bab 4
Bab 4Kuatur napas sedemikian rupa untuk menetralisir degup jantung yang tak karuan. Kupejamkan mata sembari mengucap bismillah. "Mohon maaf sebelumnya. Untuk saat ini, Fina belum bisa membuka hati untuk siapa pun, Pak. Kejadian kemarin, benar-benar bikin Fina trauma," jawabku lirih. Aku berbalik, lalu beranjak menuju kamarku."Owalah, Fin ... Fin! Sudah untung ada yang mau. Malah sombong. Sok nolak segala. Belagu kamu, Fin. Jangan jual mahal ... tar Jangan-jangan, si Fina masih mengharapkan Doni. Wah ... gak bisa dibiarkan ini." Terdengar suara Tante Marni mengataiku yang tidak-tidak. Kalau saja tidak ada tamu Bapak, sudah kuberi hadiah mulut lemesnya itu."Mar, sebaiknya kamu pulang saja, ya. Ini urusan keluarga kami. Gak baik kamu ikut campur. Langkah, rezeki, jodoh dan maut seseorang, itu urusan Allah. Kita gak bisa memaksa. Sebaiknya, kamu urus, aja si Rani, bentar lagi mau nikah, kan?" Jawaban Ibu benar-benar mewakili isi hatiku. "Ya, sudah, kalau gak mau terima saranku. Aku p
Baca selengkapnya
Bab 5
Bab 5"Mau apa kamu, Mas? Lepaskan tanganku!" bentakku dengan tatapan nyalang. Mas Doni malah tersenyum sungging."Lepasin, Mas atau aku teriak?" seruku lagi sambil mencoba menarik tangan dati genggaman Mas Doni."Teriak aja, paling juga orang-orang akan mengira kamu yang ganggu aku sebab belum bisa move on dari aku." Mas Doni menyeringai nakal membuat emosiku semakin membuncah."Mau apa kamu, Mas?" Kuturunkan sedikit nada bicaraku, berharap bisa bicara baik-baik dengannya. "Gitu, dong. Aku gak mau macem-macem, kok. Dengarkan baik-baik!" Raut wajah Mas Doni sangat serius. "Aku gak pernah mencintai Rani. Dia yang ngejar-ngejar aku. Aku dijebak sama dia, Fin. Tolong, mengertilah," lanjutnya lagi."Dijebak apanya, Mas? Kalian melakukannya, sampai Rani hamil begitu. Kamu harus tanggung jawab dengan apa yang sudah kamu berbuat. Kalau kamu gak punya rasa apa-apa terhadap Rani, gak mungkin kamu dan dia berada dalam satu mobil. Itu mobil kamu, Mas. Bukan mobil Rani.""Dia yang ajak aku perg
Baca selengkapnya
Bab 6
Bab 6Mungkin, karena merasa berbahaya, takut kalau motor yang kami tumpangi oleng dan jatuh sebab kaki Mas Doni berulang kali menendang ke arah motor, Mas Adit memperlambat laju motornya. "Kita berhenti dulu, ya, Dek," ucapnya sebelum motor benar-benar berhenti."Untuk apa, Mas? Jangan pedulikan dia," sahutku panik. Aku takut terjadi perkelahian antara Mas Adit dan Mas Doni. Bisa berabe urusannya. Aku tak mau berurusan lagi dengan Mas Doni."Tapi, kalau begini terus, bisa bahaya, Dek. Kita bisa jatuh dari motor." Aku diam, tak tahu harus berkata apa. Mas Adit benar. Kami bisa babak belur kalau jatuh dari motor.Mas Adit mengerem mendadak saat motor yang kami tumpangi sedikit oleng akibat tendangan kaki Mas Doni. Kami segera menepi lalu lelaki bertubuh atletis itu memarkirkan motornya dan turun, lalu berjalan menghampiri Mas Doni. Tatapan matanya tampak tajam menatap lelaki yang hampir saja membuatku celaka, tadi. "Ada masalah apa, anda menendang motor saya?" Begitu tenangnya Mas Ad
Baca selengkapnya
Bab 7
Bab 7Beberapa hari lagi, resepsi pernikahan Rani dan Mas Doni akan digelar. Hampir setiap hari Tante Marni datang ke rumah untuk menceritakan persiapan pernikahan putrinya tanpa rasa sungkan dan malu sedikit pun. "Minggu depan Rani akan menikah dengan Doni. Kalian bantu-bantu, ya, Mbak. Fina harus datang. Harus lihat Rani dan Doni menikah. Biar gak kepikiran Doni terus, jadi gak ganggu-ganggu dia lagi. Tapi, Jangan bikin malu. Jangan sampai kamu curi-curi kesempatan untuk mendekati Doni. Kalian di belakang saja, bantu-bantu tukang masak sebab ini acara besar dan mewah, jadi gak bisa sembarangan. Tamunya juga orang-orang kaya," jelas Tante Marni dengan penuh semangat.Aku hanya tersenyum sungging mendengar penuturan adik ipar Bapak itu. Kentara sekali bahwa Tante Marni memang sangat ingin menjadi besan keluarga Mas Doni. "Tante gak takut Mas Doni akan melakukan hal yang sama dengan wanita lain seperti yang Mas Doni lakukan dengan Rani waktu itu?" tanyaku pura-pura serius.Seketika
Baca selengkapnya
Bab 8
Bab 8Bukan main terkejutnya aku. Jantungku serasa ingin melompat ke luar. Kutarik paksa tanganku yang sedang digenggam oleh Mas Doni. Tanpa perlawanan, dia segera melepaskannya. Ketika aku ingin cepat-cepat pergi dari ruangan itu, tiba-tiba Rani berteriak lebih keras lagi."Tunggu, Fin! Mau ke mana kamu?" Aku menghentikan langkahku, lalu berbalik. Dengan degup jantung yang tak beraturan, aku menatap pada Rani. Wajahnya kelihatan merah padam. Matanya nyalang menatap seolah ingin menerkamku."Kur*ng ajar kamu, ya! Bisa-bisanya kamu mencoba merayu Mas Doni. Sadar, Fin ... dia sekarang sudah jadi suamiku. Jangan gangguin suami orang, dong. Apa kamu gak mampu cari laki-laki lain, hah? Kamu masih mengharapkan Mas Doni?"Bukan aku yang merayu Mas Doni, Ran. Percayalah! Dia yang ...," ucapku lirih. Aku tak tahu harus bilang apa lagi. Aku benar-benar malu dengan kejadian ini. Pasti orang-orang akan mengira bahwa akulah yang menganggu Mas Doni. "Trus, kamu mau bilang, Mas Doni yang merayu k
Baca selengkapnya
Bab 9
Bab 9Pagi ini, kami sekeluarga sedang menikmati sarapan bersama. Tiba-tiba, terdengar suara Tante Marni memanggil-manggil dari depan rumah. Mendengar nada panggilannya, biasanya ada sesuatu yang sangat penting yang ingin disampaikannya."Pagi-pagi, udah ganggu hidup orang, aja," gerutu Faiz—adikku. Dia memang tak suka dengan Tante Marni.Ibu buru-buru melangkah menuju pintu. Tak ketinggalan, kususul Ibu ke depan sebab aku penasaran dengan apa yang akan disampaikan oleh Tante Marni.Ketika pintu terbuka, muncullah wajah Tante Marni bersama seorang laki-laki."Ada apa, Mar? Kamu bawa siapa ini?" tanya Ibu pada Tante Marni yang berdiri berdampingan dengan seorang laki-laki. Kalau dilihat dari wajahnya, kelihatan umurnya tak jauh beda dari Tante Marni, mungkin terpaut sekitar dua tahun lebih muda."Dipersilakan masuk dulu, dong, Mbak. Masak berdiri di depan pintu begini," sahut Tante Marni sambil cengengesan. Mau tak mau, Ibu mengajak mereka masuk juga."Ada perlu apa ke sini, Mar? Ini s
Baca selengkapnya
Bab 10
Bab 10.Aku juga belum tahu siapa yang akan menjadi calon suamiku. Aku berkata begitu agar laki-laki ini membatalkan niatnya untuk melamarku. Terlebih, Tante Marni, aku tak suka caranya menjodoh-jodohkan aku dengan lelaki yang sama sekali tak pernah kukenal."Tante tau, pasti pemuda miskin yang waktu itu datang bersama ayahnya, kan? Pikir ulang, Fin. Kamu akan sengsara hidup sama dia. Yang ada, kamu malah akan semakin gencar mengganggu Doni sebab hidup kamu susah sementara Doni dan Rani hidupnya serba berkecukupan."Ya, ampun, ini orang ngomongnya makin ke mana-mana. Yang ada dipikirannya cuma uang, uang dan uang. "Uang bisa dicari, Tante. Kebahagian itu gak melulu diukur dengan uang. Semua sudah diatur oleh Allah. Sudahlah, sebaiknya Tante pulang, aja. Jangan pernah datang lagi membawa laki-laki gak jelas untuk dinikahkan denganku."Muak sudah aku meladeni Tante Marni. Semakin diturut, dia semakin menjadi. Pagi-pagi sudah membuat mood-ku hancur."Ya, sudah, kalau gak mau. Tante itu
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status