Share

Menemukan Buku Tulis

Penulis: Fetina
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-30 05:35:59

Tanganku bergetar saat memegangi buku tulis ini. Apa yang dituliskan oleh Tika membuatku menyesal. Di dalam buku itu, ia mengatakan kalau selama ini selalu mencintaiku dan anak-anak.

Namun, tidak begitu denganku yang sibuk dengan Cynthia dan anak kami. Aku menyangka kalau Tika sudah tak mencintaiku lagi. Ia sering membuat masalah hingga akhirnya kami bercerai.

Kubaca kembali kata demi kata yang ia tuliskan di sana. Banyak makna yang tersirat di dalamnya. Ia mengatakan buku hariannya telah hilang, itu berarti aku memang harus mencari buku harian istriku.

Kemudian, ada yang menggelitikku di kalimat terakhirnya yang mengatakan kalau ia bisa pergi dengan tenang. Apa maksud dari semua ini?

Perasaan bersalah bercokol dalam hatiku. Bila saja aku tak bercerai dengannya, mungkin takkan seperti ini. 

Bila saja aku tak menurutinya untuk menikah lagi, mungkin takkan seperti ini juga.

Bila saja aku lebih peduli padanya, mungkin ia masih di sini.

Hening, semua sudah tak ada di sini. Rumah ini, tempat di mana kami memadu kasih, membina keluarga dan mendapatkan keturunan. Ia yang selalu menyambutku pulang bekerja serta tersenyum di saat aku butuh sandaran.

"Yah, kenapa? Itu apa, Yah?" tanya Faiz. Ternyata Faiz datang, pasti dengan Cynthia.

"Buku, di dalamnya ada tulisan Bunda. Oya, kamu pernah lihat Bunda nyimpen buku hariannya nggak?" tanyaku pada Faiz.

"Buku harian kayak gimana sih, Yah?" tanyanya sembari mendekatkan wajahnya padaku.

"Bukunya lebih kecil daripada buku tulis biasanya," jawabku pada anak laki-laki kami yang berusia sembilan tahun itu.

"Nggak, Yah. Aku nggak pernah liat. Bunda biasanya suka nulis di buku punyaku, Yah. Kalau aku habis ngerjain PR sama Bunda, terus Bunda suka nasehatin aku lewat tulisan," katanya.

"Oh gitu. Nanti Ayah mau lihat ya!"

"Iya, Yah. Kata Bunda biar bisa dilihat lagi pesan Bunda suatu saat aku lupa," jelas Faiz.

Anakku yang kedua--Kia, memperhatikan kami bicara. Ia pun dekat dengan bundanya.

"Bunda juga suka nulis di bukuku. Tapi aku bacanya masih dieja, jadi belum baca semua," katanya.

Ternyata memang seperti itu cara istriku berkomunikasi dengan anak-anak. Ia menyampaikan pesan di buku tulis mereka agar anak-anak bisa membacanya sewaktu-waktu.

"Baiklah. Nanti Ayah lihat ya!" 

Kami melanjutkan untuk mencari petunjuk lain mengenai ketiadaan Bunda mereka. Kali ini Faiz malah menemukan sebuah amplop putih yang ia dapatkan dari dalam laci meja riasnya.

Di sana, kami menemukan sepucuk surat.

Buat Mas Wahyu dan anak-anak.

Saat kalian baca surat ini, Bunda sudah tak ada di dekat kalian. Bunda tak mau mengganggu hidup kalian.

Tolong jangan cari Bunda, karena Bunda baik-baik saja.

Suatu saat mungkin kita akan bertemu lagi.

Semoga Ayah dan anak-anak sehat selalu sehat. Bunda sayang kalian semua.

  - Bunda-

Badanku tiba-tiba terhuyung di atas ranjang. Saat ini hanya ada satu kalimat dalam hati ini kalau aku harus mencari Tika, yang kini telah menjadi mantan istriku.

"Ayah kenapa?" tanya Faiz saat aku menahan tangis. Ya, saat ini dengan sekuat tenaga aku menahan tangis agar tidak pecah di depan anak-anak.

"Ayah hanya pusing sedikit."

"Ayah memikirkan Bunda dan kangen sama Bunda, kan?" Faiz duduk di pangkuanku.

"Ya, Ayah sedang memikirkan Bunda." Aku mengatakan sembari memeluk Faiz dari posisi dudukku.

"Apa? Kamu mikirin Tika terus, Mas?" tanya Cynthia. Ia dari tadi udah datang, tapi hanya Faiz dan Kia yang membantuku mencari titik terang tentang keberadaan Tika.

"Ya wajar lah. Dia kan ibu dari anak-anakku, Dek."

"Setelah apa yang ia lakukan padamu? Dan Tika itu tak pantas untuk dipikirkan karena ia tidak memikirkanmu, Mas. Kalian bukan suami istri juga dan sudah tidak halal jika ada rindu diantara kalian," sahutnya.

Suara Cynthia kali ini lebih tinggi dariku. Tika tak pernah seperti ini dulu. Aku jadi selalu membandingkan keduanya, karena Cynthia ini, walau istri kedua, rasa cemburunya berlebihan. Menurutku tidak wajar dan aku tak suka dengan sikap seperti itu.

Belum lagi, itu tak mendidik bagi anak-anak. Mereka melihat ibu sambungnya tak menghormati Bunda mereka nanti. Bisa-bisa ia malah dibenci oleh Faiz dan Kia nantinya.

Kali ini aku membawa Cynthia keluar dari kamar. Di luar kuperingatkan ia agar berhati-hati bicara karena ada kedua anakku.

"Dek, tolong bicara lebih sopan dan lembut. Ada kedua anakku tadi. Kalau mau marah boleh, tahan dulu sampai mereka tak ada diantara mereka," sahutku memperingatkannya.

Cynthia diam. Ia kupastikan takkan mengulanginya lagi nanti.

"Baiklah, Mas."

"Ingat ya! Jangan dilakukan lagi!" 

Ia mengangguk pelan. 

"Ayo kita pulang, Mas! Ngapain di sini terus," ucapnya. "Oya, Mas. Lebih baik dijual saja rumahnya. Atau barang-barangnya saja dijual nanti rumahnya dikontrakkan."

Keterlaluan banget Cynthia. Ia malah cari-cari masalah dengan membahas rumah ini yang bukan urusannya. Rumah ini banyak kenangannya. Aku belum memikirkan sampai sana, siapa tau nanti Tika akan kembali ke sini.

"Aku tak memikirkan sampai sana, Tia! Kurasa kamu sudah keterlaluan, malah ikut campur mengenai rumah ini," ungkapku.

"Mas, aku istrimu. Wajar jika ikut campur masalah rumah. Ini kan rumah suamiku, jadi aku berhak memberikan usul padamu, Mas!" Cynthia menaikkan volume suaranya lagi.

"Asal kamu tau, ini bukan rumahku. Rumah ini kepemilikannya atas nama Tika Lestari. Aku tak berhak untuk menjual ataupun mengontrakkan rumah ini."

Cynthia membulatkan matanya, mulutnya bergerak. Ia sekarang diam.

"Puas?" tanyaku lagi.

"Nggak! Mas tega, rumah ini diberikan atas namanya Tika. Rumah yang kita tempati masih atas namamu. Kamu pilih kasih, Mas. Aku tak terima semua sikapmu," balas Cynthia.

Maunya apa sih orang ini? Sudah jelas kubilang kalau rumah ini bukan punyaku. Ia pikir rumah ini tadinya rumahku, kuberikan pada Tika. Ia tak tau sejarah rumah ini.

Lebih baik kutinggalkan Cynthia, kupanggil kedua anakku untuk segera kembali ke rumah kami yang sekarang.

"Mas!" panggil Cynthia. Ia terus-menerus memanggilku. Biarkan saja, nanti juga capek.

"Yuk, anak-anak kita pulang sekarang!" Kuhampiri anak-anak yang masih di kamar.

"Iya, Yah."

Saat melihat lemari, kuteringat ia sering menyimpan perhiasan di lemari, lalu mencoba cari perhiasan milik mantan istriku. 

"Sebentar anak-anak!" Kubuka lemari dan mencari perhiasan yang biasa ia simpan di dalamnya. Aku tau persis ia sering menyimpan dimana.

Saat kutemukan kotaknya, sudah kosong. Tak ada isinya. Siapa yang mengambilnya? Mungkin saja ia bawa perhiasan itu dengannya. Kalau memang begitu, itu lebih baik.

Masih ada baju-baju Tika yang tersimpan, ia tak membawa semua bajunya. Kututup kembali lemari yang sudah kubuka. Namun, perhatianku tertuju pada kantong plastik bening diantara tumpukan baju.

Apa itu?

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kucari Lagi Istri Pertamaku yang Telah Kumadu   Keluarga Bahagia

    Kesadaranku akhirnya sudah penuh. Aku lepaskan ia, dan ternyata ia Yuni, bukan Tika. Beruntung aku tak menyebut nama almarhumah istriku, takutnya nanti Yuni tersinggung jika aku menyebutnya."Eh, iya. Maafkan ya, Yun. Mas Wahyu masih kangen dan ingin selalu dekat kamu. Kamu benar-benar ngegemesin buat Mas," sahutku sambil menjawil hidungnya yang bangir."Eh, Mas Wahyu terus aja colek-colek. Aku mau wudhu lagi sekarang. Mas jangan gangguin lagi ya!" sahutnya dengan wajah galaknya. Lebih tepatnya sok galak, padahal aku tau kalau Yuni nggak bakal bisa galakin suaminya."Iya, silahkan Dek. Aku juga dari tadi nungguin kamu kok, sampe ketiduran gini."Yuni kembali ke kamar mandi, sementara pandanganku tertuju pada ponselku.[Mas, aku sudah keluar dari sel tahanan kemarin. Bisa kita bertemu?] tanyanya di pesan aplikasi hijau.Mau apa Cynthia menghubungiku? Apa ia mau menjadi istriku kembali? Ah, jangan harap karena aku sudah memiliki istri shalihah seperti Yuni.Pikiranku masih dipenuhi pert

  • Kucari Lagi Istri Pertamaku yang Telah Kumadu   Malam yang Indah

    Aku memandangi wajahnya lagi. Menelisik kebenaran yang ada padanya. Akhirnya aku memutuskan untuk tetap di kamar ini, bersama dengan Yuni dan Kia. Biarlah aku dengan mereka malam ini."Yah, ayo kemari!" Kia menunjuk-nunjuk pada tempat tidur yang sudah ia naiki lebih dulu.Aku melempar senyum dan menghampiri anakku. Yuni pun mengikuti di belakang. "Iya, Sayang. Ayah akan tidur di sebelah Kia. Sekarang udah malam, Kia cepat-cepat tidur karena esok kita ada agenda untuk bertemu bunda," sahutku mengingatkannya.Kia mengerutkan dahinya. Ia baru mengingat agenda kami esok. Atau mungkin Kia belum tau kalau kami memang akan mengunjungi makam Almarhumah Tika."Iya, Yah. Aku mau tidur sekarang aja. Kan mau ketemu Bunda. Tapi, sepertinya aku tidur di kamarku saja. Kasian Kak Faiz tidur sendirian di sana. Biar aku di sana saja, takutnya kakak besok kesiangan, jadi aku harus membangunkannya," jawab Kia.Gadis kecilku malah akan meninggalkan kamar kami. Pandanganku beralih pada Yuni, ia menunduk,

  • Kucari Lagi Istri Pertamaku yang Telah Kumadu   Ada Kia di Malam Pertama Wahyu dan Yuni

    Yuni menganggukkan kepalanya. Setelah terlihat agak sepi, Kia meminta Yuni duduk. Ia memijati Yuni, kulihat Yuni jadi salah tingkah saat kakinya diminta diangkat dan bertumpu pada salah satu kursi yang dibawa Kia. Kia memijat Yuni pada posisi jongkok."Udah ... udah Kia. Nggak usah, nanti aja ya. Kamu juga pasti capek kan?" Yuni berusaha mendaratkan kakinya. Ia merayu Kia dan akhirnya Kia tak meneruskan pijatannya karena tamu datang kembali. Mereka sudah antri untuk bersalaman dengan kami."Kia, udah ya! Tolong bawa kembali kursinya. Nanti kalau acara sudah selesai, kamu bisa pijat kaki Mama," jelasku. Ia mengerti dan tak meneruskannya. Bapak membantu Kia untuk membawakan kursi ke tempatnya kembali.Acara berlangsung lancar dan tak ada kendala yang begitu sulit. Semua bisa diatasi dengan baik oleh tim panitia.Tibalah kami untuk beristirahat. Yuni sudah ke kamar lebih dulu, sedangkan aku masih mengobrol dengan Ibuku dan kedua orang tua Yuni."Nak Wahyu, kalau sudah capek, kamu istirah

  • Kucari Lagi Istri Pertamaku yang Telah Kumadu   Pernikahan Wahyu dan Yuni

    Yuni diam. Ia tidak mau berkata-kata lagi terhadapku. Aku masih menunggu ia bicara sambil menghela napas berkali-kali."Maksudnya aku mau jadi istrimu, Mas. Insya Allah aku kan fokus mengurus Kia, Faiz, Andini dan anak-anakku nanti."Aku tak percaya dengan yang baru saja kudengar dari mulut Yuni. Ia mengatakan mau menjadi istriku.Puji syukur pada Allah yang sudah memberikan jawabannya. Akhirnya Kia dan Faiz punya Bunda lagi, begitu juga Andini, mamanya masih menjalankan hukuman. Tapi, ia bisa menganggap Yuni sebagai mamanya juga nanti."Alhamdulillah, terima kasih, Yun. Setelah ini, aku kan menemui Bapak dan Ibu untuk membicarakan pernikahan kita. Kamu maunya gimana?" Aku harus tau maunya Yuni karena ia masih gadis. Setidaknya seorang gadis ingin melaksanakan pesta pernikahannya nanti. Aku tak keberatan dan akan melaksanakan keinginannya."Kalau aku terserah Mas Wahyu saja. Aku ikut saja keputusan pembicaraan Mas Wahyu dan kedua orang tuaku," sahut Yuni."Kamu juga harus ikut karena

  • Kucari Lagi Istri Pertamaku yang Telah Kumadu   Kejutan dari Anak-anak dan Yuni

    "Kan Kia yang minta Tante Yuni selalu jagain Kia. Masa lupa sih?" Aku menimpali anakku yang kebingungan ada tantenya bersamanya saat ini."Iya, Kia yang minta Tante. Kalau Kia nggak mau Tante temenin, ya udah deh. Tante mau pulang dulu," kata Yuni.Kia mencegahnya dan mengatakan kalau ia sangat senang ditemani oleh tantenya."Tante, kapan jadi bundaku?"Tetiba Faiz datang dan nyeletuk pada Kia."Iya aku juga mau kalau yang jadi bundaku selanjutnya itu Tante Yuni. Aku bisa lihat bundaku pada diri Tante," ungkap Faiz. Anak ini juga bicara berdasarkan hatinya."Ya Allah, Tante nggak nyangka kalian punya pikiran seperti itu. Tante hanya nggak mau kalau dianggap sebagai perebut Ayah kalian dari Bunda Tika," sahut Yuni."Nggak dong, Tante. Kan Bunda udah nggak ada. Pasti Bunda seneng kalau Ayah ada yang urus," jawab Faiz bijak.Aku hanya diam mendengarkan percakapan mereka. Sesekali tersenyum mendengar ocehan anak-anak cerdas ini."Baiklah, akan Tante pikirkan dulu ya!" sahut Yuni. Semoga p

  • Kucari Lagi Istri Pertamaku yang Telah Kumadu   Membawa Kia ke Klinik

    "Ya, aku yakin Yun. Bagaimana tanggapanmu? Apa kamu mau menerimaku?" tanyaku dengan penuh keyakinan."Aku ... aku butuh waktu, Mas. Aku tak mau jadi pengkhianat bagi kakakku. Kuburan Teh Tika masih basah, Mas. Mas udah mau menikahiku. Rasanya aku merasa bersalah jika itu terjadi," jawabnya.Ia menolakku. Itu berarti ia tak menginginkannya. "Baiklah jika itu keputusanmu. Itu berarti kamu tak mau kan?" Aku menegaskan kembali."Bukan seperti itu, Mas. Aku hanya tak mau dianggap sebagai perebut mantan suami kakakku," sahut Yuni dengan suara bergetar."Tenang, Yun. Takkan ada yang menganggapmu seperti itu. Aku akan menghadapi mereka langsung. Ini juga keinginan Kia dan Faiz. Mereka tak menginginkanku menikahi wanita lain selain kamu, Yun," sahutku."Tapi, Mas. Aku takut. Bolehkah aku berpikir dan meminta pertimbangan pada Bapak dan Ibu?" tanya Yuni."Baiklah kalau seperti itu. Aku akan menunggu jawabanmu. Sebenarnya Bapak udah tau, beliau memintaku untuk bertanya langsung padamu." Aku ber

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status