Share

Mencari Tika

"Apa ini?" Aku membuka kantong plastik bening yang kutemukan. Lalu duduk di atas ranjang untuk menelisik isinya.

Isinya beberapa obat-obatan seperti paracetamol, obat flu cair dan ada juga CTM obat kecil berwarna kuning. Sepertinya Tika sedang flu, tapi obatnya tak ia bawa. Aku jadi semakin khawatir dengannya.

Ponselnya juga tak bisa kuhubungi. Setelah kucek melalui aplikasi lacak keberadaan ponsel, ternyata ponselnya masih berada di sekitar rumah ini. Itu berarti ia tak membawa ponselnya.

Kucoba mencari ponselnya terlebih dulu. Pasti ponselnya ada di sekitar kamar ini. Aku harus mencarinya lagi agar menemukan titik temu kembali.

Kubuka semua laci di kamar, termasuk di lemari. Ternyata tetap tak ada. Lalu aku mengecek di setiap selipan pakaian yang tersisa, tetap tak ada. Kemudian, kucari di bawah kasur. Akhirnya aku menemukan ponsel Tika. Tapi ponsel ini mati, kubawa saja dulu karena tak mungkin aku mengisi daya saat ini.

Selanjutnya, aku akan mencari orangnya. kulaporkan kehilangan pada polisi. Kedua, aku akan mencari ke rumah orang tuanya besok. Jika tidak ada juga, kalau perlu kan kucari ke seluruh kota ini.

Kutemui Cynthia, ia harus pulang bersama anak-anak, sementara aku akan ke kantor polisi untuk melaporkan kehilangan orang.

"Dek, kamu pulang ya! Aku harus mencari Tika, aku penasaran kemana ia pergi," sahutku.

"Mas! Kok gitu sih?" Cynthia mulai merajuk. "Ya sudah, kami pulang! Mas jangan lama-lama mencarinya, ya!" ucap Cynthia sebelum aku pergi.

Sengaja aku pergi segera karena aku benar-benar tak bisa melewatkan waktu sedetik pun.

***

Setibanya di kantor polisi, aku dilayani dengan ramah. Kemudian dimintai data Tika dan hubunganku dengannya. Ah, ternyata harus cari dulu KK dan KTP punya Tika.

Kuberikan fotokopi KK dan KTP yang dahulu saja. Karena takutnya Tika masih belum memperbaharui KK miliknya dan kalaupun sudah, aku tak memilikinya.

Alhamdulillah bisa dipakai. Kuberikan juga fotonya agar ia bisa segera dicari dan ditemukan.

"Ditunggu 24 jam dulu ya, Pak. Bapak cari sekitar lingkungan dalam 24 jam ini, kami pun akan ikut mengecek juga dengan mendatangi rumah dan lingkungan Bapak dalam waktu dekat ini," kata salah seorang polisi yang menerima laporanku.

"Baiklah, Pak. Terima kasih, Ya."

Gegas aku mencarinya serta meminta bantuan anak buahku untuk menyebar pencarian Tika di berbagai sosial media. Mudah-mudahan bisa ketemu melalui sosial media tersebut.

Kucari Tika ke rumah temannya yang ku kenal. Hasilnya nihil. Mereka tak mengetahui keberadaan mereka. Selain itu, kutemui kerabat terdekat mantan istriku itu. Mereka pun tak tau menau mengenai keberadaan Tika.

Cynthia meneleponku, ia bilang ada polisi yang mengkonfirmasi dan menanyai tetangga rumah Tika. Ada beberapa orang yang mengubungi dia.

Selain itu, ia ingin agar aku segera pulang karena waktu sudah hampir menjelang magrib.

"Mas, cepatlah pulang! Aku capek mengurus tiga anak seperti ini," katanya. 

Padahal ia tak mengurus sendiri, ada baby sitter, ada juga ART. Kurang apa lagi aku menuruti semua kemauannya? Dulu, Tika yang memintaku untuk menuruti kemauan Cynthia, tapi lama-kelamaan kemauannya semakin menjadi-jadi. Membuatku geleng-geleng kepala.

Mentang-mentang aku manajer hotel, pernah ia ingin menginap di hotel tempatku bekerja di kamar paling mewah. Walau seorang manajer, aku tak mau menggunakan kekuasaanku untuk mendapatkan fasilitas itu tanpa membayar. Jelas aku harus tetap membayarnya, karena ada fasilitas yang bisa kugunakan tapi dengan kamar di bawah level itu.

Kali itu, Tika juga yang menguatkanku untuk menurutinya. Aku hanya bisa manut karena itu sudah diridhai olehnya.

Saat akan berangkat, rasa bersalahku membuncah. Aku tak pernah membawanya menginap di hotel tempatku bekerja, tapi Cynthia, ia akan merasakannya, dengan fasilitas yang fantastis.

Saat itu aku memeluknya erat dan mengatakan permohonan maaf karena aku tak pernah membawanya ke sana. Aku pun berjanji akan membawanya nanti setelah aku ke sana dengan Cynthia.

Di malam itu, bukannya senang, aku malah kepikiran istri pertamaku. Ia terus berkelebat dalam pikiran ini. Hingga Cynthia merasakannya, ia sempat merajuk saat itu. Akhirnya, aku sadar tak boleh bersikap seperti itu. Aku pun meminta maaf dan mencoba menikmati malam dengannya.

Setibanya di rumah, aku memergoki mata Tika basah. Apa ia habis menangis? Saat itu juga aku memeluknya erat. Ia mencoba melepaskan pelukanku, lalu aku diminta untuk mandi, kemudian ia menyiapkan segala sesuatunya untukku tanpa berkomentar apapun.

Ponselku berdering lagi.

"Mas, kamu udah dimana? Cepatlah pulang! Kamu udah makan?" tanya Cynthia. Ia terus menerus meneleponku. Ternyata ada 10 panggilan sedari tadi. Aku menyetir dengan pikiran yang tak fokus, Alhamdulillah tak terjadi hal yang tak diinginkan.

"Sebentar, aku masih di jalan. Tolong kamu urus saja anak-anak dengan baik. Aku akan pulang dalam waktu dekat," jawabku. 

"Ah, dari tadi sebentar terus. Tapi nggak nyampe-nyampe," katanya.

Aku tertegun. Benar juga aku belum makan dan tak memikirkan dirimu sendiri saat ini. Tapi bagaimana dengan Tika? Apa ia baik-buruk saja? Apa ia sudah makan? Apa ia punya rumah?

Ah iya kenapa tak kutelepon orang tuanya saja. Tapi ... lebih baik kucek besok saja. Karena kalau bertanya, nanti ketahuan kalau Tika hilang. Kalau aku pura-pura ke sana, siapa tau aku bisa memancing kalau ternyata Tika ada di sana.

Ya sudah, lebih baik aku pulang sekarang karena esok akan ke kampung halaman Tika.

***

Sampai di rumah, sudah sepi. Hanya ada tangisan bayiku dan Cynthia. Ia terbangun sepertinya.

"Mas, kamu udah pulang?" tanya Cynthia yang sedang menyusui Andini.

"Iya, udah." 

"Kamu lemes banget. Pasti capek dan nggak ada hasil kan?" tanya Cynthia dengan mata yang menatap tajam padaku.

Aku menggeleng. 

"Ah, benarkan kataku!" Mulai lagi seakan ia benar.

"Udahlah, sekarang tolong buatkan aku minum ya, Sayang!" Aku sengaja memelankan suaraku agar tidak menggangu ketiga anakku.

Faiz dan Kia berada di kamarnya masing-masing yang tak jauh dari kamar kami.

"Baiklah. Akan kubuatkan. Sekalian kamu makan ya! Atau mau mandi dulu?" tanyanya.

"Mmm ... iya siapkan saja semua. Aku mau berselonjor dulu."

Cynthia menyiapkan semua. Walau sambil mengomel, ia kerjakan semuanya juga dan aku berterima kasih padanya.

Selesai menjalankan semuanya, tetiba ada telepon di ponselku dari nomor asing. Entah siapa yang menelepon.

"Halo, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Ya, ini siapa?"

"Perkenalkan, saya Feri. Saya membaca di sosmed kalau mantan istri anda hilang. Apa betul?" tanyanya.

"Iya, betul. Apa anda punya info mengenai dia?" tanyaku semakin penasaran.

"Ya, saya melihatnya tadi siang. Tapi saya tak memiliki fotonya. Saya sempat satu angkot dengannya."

Apa? Tika naik angkot? Mau kemana dia?

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status