Share

Mencari Tika

Author: Fetina
last update Last Updated: 2023-09-30 05:36:54

"Apa ini?" Aku membuka kantong plastik bening yang kutemukan. Lalu duduk di atas ranjang untuk menelisik isinya.

Isinya beberapa obat-obatan seperti paracetamol, obat flu cair dan ada juga CTM obat kecil berwarna kuning. Sepertinya Tika sedang flu, tapi obatnya tak ia bawa. Aku jadi semakin khawatir dengannya.

Ponselnya juga tak bisa kuhubungi. Setelah kucek melalui aplikasi lacak keberadaan ponsel, ternyata ponselnya masih berada di sekitar rumah ini. Itu berarti ia tak membawa ponselnya.

Kucoba mencari ponselnya terlebih dulu. Pasti ponselnya ada di sekitar kamar ini. Aku harus mencarinya lagi agar menemukan titik temu kembali.

Kubuka semua laci di kamar, termasuk di lemari. Ternyata tetap tak ada. Lalu aku mengecek di setiap selipan pakaian yang tersisa, tetap tak ada. Kemudian, kucari di bawah kasur. Akhirnya aku menemukan ponsel Tika. Tapi ponsel ini mati, kubawa saja dulu karena tak mungkin aku mengisi daya saat ini.

Selanjutnya, aku akan mencari orangnya. kulaporkan kehilangan pada polisi. Kedua, aku akan mencari ke rumah orang tuanya besok. Jika tidak ada juga, kalau perlu kan kucari ke seluruh kota ini.

Kutemui Cynthia, ia harus pulang bersama anak-anak, sementara aku akan ke kantor polisi untuk melaporkan kehilangan orang.

"Dek, kamu pulang ya! Aku harus mencari Tika, aku penasaran kemana ia pergi," sahutku.

"Mas! Kok gitu sih?" Cynthia mulai merajuk. "Ya sudah, kami pulang! Mas jangan lama-lama mencarinya, ya!" ucap Cynthia sebelum aku pergi.

Sengaja aku pergi segera karena aku benar-benar tak bisa melewatkan waktu sedetik pun.

***

Setibanya di kantor polisi, aku dilayani dengan ramah. Kemudian dimintai data Tika dan hubunganku dengannya. Ah, ternyata harus cari dulu KK dan KTP punya Tika.

Kuberikan fotokopi KK dan KTP yang dahulu saja. Karena takutnya Tika masih belum memperbaharui KK miliknya dan kalaupun sudah, aku tak memilikinya.

Alhamdulillah bisa dipakai. Kuberikan juga fotonya agar ia bisa segera dicari dan ditemukan.

"Ditunggu 24 jam dulu ya, Pak. Bapak cari sekitar lingkungan dalam 24 jam ini, kami pun akan ikut mengecek juga dengan mendatangi rumah dan lingkungan Bapak dalam waktu dekat ini," kata salah seorang polisi yang menerima laporanku.

"Baiklah, Pak. Terima kasih, Ya."

Gegas aku mencarinya serta meminta bantuan anak buahku untuk menyebar pencarian Tika di berbagai sosial media. Mudah-mudahan bisa ketemu melalui sosial media tersebut.

Kucari Tika ke rumah temannya yang ku kenal. Hasilnya nihil. Mereka tak mengetahui keberadaan mereka. Selain itu, kutemui kerabat terdekat mantan istriku itu. Mereka pun tak tau menau mengenai keberadaan Tika.

Cynthia meneleponku, ia bilang ada polisi yang mengkonfirmasi dan menanyai tetangga rumah Tika. Ada beberapa orang yang mengubungi dia.

Selain itu, ia ingin agar aku segera pulang karena waktu sudah hampir menjelang magrib.

"Mas, cepatlah pulang! Aku capek mengurus tiga anak seperti ini," katanya. 

Padahal ia tak mengurus sendiri, ada baby sitter, ada juga ART. Kurang apa lagi aku menuruti semua kemauannya? Dulu, Tika yang memintaku untuk menuruti kemauan Cynthia, tapi lama-kelamaan kemauannya semakin menjadi-jadi. Membuatku geleng-geleng kepala.

Mentang-mentang aku manajer hotel, pernah ia ingin menginap di hotel tempatku bekerja di kamar paling mewah. Walau seorang manajer, aku tak mau menggunakan kekuasaanku untuk mendapatkan fasilitas itu tanpa membayar. Jelas aku harus tetap membayarnya, karena ada fasilitas yang bisa kugunakan tapi dengan kamar di bawah level itu.

Kali itu, Tika juga yang menguatkanku untuk menurutinya. Aku hanya bisa manut karena itu sudah diridhai olehnya.

Saat akan berangkat, rasa bersalahku membuncah. Aku tak pernah membawanya menginap di hotel tempatku bekerja, tapi Cynthia, ia akan merasakannya, dengan fasilitas yang fantastis.

Saat itu aku memeluknya erat dan mengatakan permohonan maaf karena aku tak pernah membawanya ke sana. Aku pun berjanji akan membawanya nanti setelah aku ke sana dengan Cynthia.

Di malam itu, bukannya senang, aku malah kepikiran istri pertamaku. Ia terus berkelebat dalam pikiran ini. Hingga Cynthia merasakannya, ia sempat merajuk saat itu. Akhirnya, aku sadar tak boleh bersikap seperti itu. Aku pun meminta maaf dan mencoba menikmati malam dengannya.

Setibanya di rumah, aku memergoki mata Tika basah. Apa ia habis menangis? Saat itu juga aku memeluknya erat. Ia mencoba melepaskan pelukanku, lalu aku diminta untuk mandi, kemudian ia menyiapkan segala sesuatunya untukku tanpa berkomentar apapun.

Ponselku berdering lagi.

"Mas, kamu udah dimana? Cepatlah pulang! Kamu udah makan?" tanya Cynthia. Ia terus menerus meneleponku. Ternyata ada 10 panggilan sedari tadi. Aku menyetir dengan pikiran yang tak fokus, Alhamdulillah tak terjadi hal yang tak diinginkan.

"Sebentar, aku masih di jalan. Tolong kamu urus saja anak-anak dengan baik. Aku akan pulang dalam waktu dekat," jawabku. 

"Ah, dari tadi sebentar terus. Tapi nggak nyampe-nyampe," katanya.

Aku tertegun. Benar juga aku belum makan dan tak memikirkan dirimu sendiri saat ini. Tapi bagaimana dengan Tika? Apa ia baik-buruk saja? Apa ia sudah makan? Apa ia punya rumah?

Ah iya kenapa tak kutelepon orang tuanya saja. Tapi ... lebih baik kucek besok saja. Karena kalau bertanya, nanti ketahuan kalau Tika hilang. Kalau aku pura-pura ke sana, siapa tau aku bisa memancing kalau ternyata Tika ada di sana.

Ya sudah, lebih baik aku pulang sekarang karena esok akan ke kampung halaman Tika.

***

Sampai di rumah, sudah sepi. Hanya ada tangisan bayiku dan Cynthia. Ia terbangun sepertinya.

"Mas, kamu udah pulang?" tanya Cynthia yang sedang menyusui Andini.

"Iya, udah." 

"Kamu lemes banget. Pasti capek dan nggak ada hasil kan?" tanya Cynthia dengan mata yang menatap tajam padaku.

Aku menggeleng. 

"Ah, benarkan kataku!" Mulai lagi seakan ia benar.

"Udahlah, sekarang tolong buatkan aku minum ya, Sayang!" Aku sengaja memelankan suaraku agar tidak menggangu ketiga anakku.

Faiz dan Kia berada di kamarnya masing-masing yang tak jauh dari kamar kami.

"Baiklah. Akan kubuatkan. Sekalian kamu makan ya! Atau mau mandi dulu?" tanyanya.

"Mmm ... iya siapkan saja semua. Aku mau berselonjor dulu."

Cynthia menyiapkan semua. Walau sambil mengomel, ia kerjakan semuanya juga dan aku berterima kasih padanya.

Selesai menjalankan semuanya, tetiba ada telepon di ponselku dari nomor asing. Entah siapa yang menelepon.

"Halo, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Ya, ini siapa?"

"Perkenalkan, saya Feri. Saya membaca di sosmed kalau mantan istri anda hilang. Apa betul?" tanyanya.

"Iya, betul. Apa anda punya info mengenai dia?" tanyaku semakin penasaran.

"Ya, saya melihatnya tadi siang. Tapi saya tak memiliki fotonya. Saya sempat satu angkot dengannya."

Apa? Tika naik angkot? Mau kemana dia?

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kucari Lagi Istri Pertamaku yang Telah Kumadu   Keluarga Bahagia

    Kesadaranku akhirnya sudah penuh. Aku lepaskan ia, dan ternyata ia Yuni, bukan Tika. Beruntung aku tak menyebut nama almarhumah istriku, takutnya nanti Yuni tersinggung jika aku menyebutnya."Eh, iya. Maafkan ya, Yun. Mas Wahyu masih kangen dan ingin selalu dekat kamu. Kamu benar-benar ngegemesin buat Mas," sahutku sambil menjawil hidungnya yang bangir."Eh, Mas Wahyu terus aja colek-colek. Aku mau wudhu lagi sekarang. Mas jangan gangguin lagi ya!" sahutnya dengan wajah galaknya. Lebih tepatnya sok galak, padahal aku tau kalau Yuni nggak bakal bisa galakin suaminya."Iya, silahkan Dek. Aku juga dari tadi nungguin kamu kok, sampe ketiduran gini."Yuni kembali ke kamar mandi, sementara pandanganku tertuju pada ponselku.[Mas, aku sudah keluar dari sel tahanan kemarin. Bisa kita bertemu?] tanyanya di pesan aplikasi hijau.Mau apa Cynthia menghubungiku? Apa ia mau menjadi istriku kembali? Ah, jangan harap karena aku sudah memiliki istri shalihah seperti Yuni.Pikiranku masih dipenuhi pert

  • Kucari Lagi Istri Pertamaku yang Telah Kumadu   Malam yang Indah

    Aku memandangi wajahnya lagi. Menelisik kebenaran yang ada padanya. Akhirnya aku memutuskan untuk tetap di kamar ini, bersama dengan Yuni dan Kia. Biarlah aku dengan mereka malam ini."Yah, ayo kemari!" Kia menunjuk-nunjuk pada tempat tidur yang sudah ia naiki lebih dulu.Aku melempar senyum dan menghampiri anakku. Yuni pun mengikuti di belakang. "Iya, Sayang. Ayah akan tidur di sebelah Kia. Sekarang udah malam, Kia cepat-cepat tidur karena esok kita ada agenda untuk bertemu bunda," sahutku mengingatkannya.Kia mengerutkan dahinya. Ia baru mengingat agenda kami esok. Atau mungkin Kia belum tau kalau kami memang akan mengunjungi makam Almarhumah Tika."Iya, Yah. Aku mau tidur sekarang aja. Kan mau ketemu Bunda. Tapi, sepertinya aku tidur di kamarku saja. Kasian Kak Faiz tidur sendirian di sana. Biar aku di sana saja, takutnya kakak besok kesiangan, jadi aku harus membangunkannya," jawab Kia.Gadis kecilku malah akan meninggalkan kamar kami. Pandanganku beralih pada Yuni, ia menunduk,

  • Kucari Lagi Istri Pertamaku yang Telah Kumadu   Ada Kia di Malam Pertama Wahyu dan Yuni

    Yuni menganggukkan kepalanya. Setelah terlihat agak sepi, Kia meminta Yuni duduk. Ia memijati Yuni, kulihat Yuni jadi salah tingkah saat kakinya diminta diangkat dan bertumpu pada salah satu kursi yang dibawa Kia. Kia memijat Yuni pada posisi jongkok."Udah ... udah Kia. Nggak usah, nanti aja ya. Kamu juga pasti capek kan?" Yuni berusaha mendaratkan kakinya. Ia merayu Kia dan akhirnya Kia tak meneruskan pijatannya karena tamu datang kembali. Mereka sudah antri untuk bersalaman dengan kami."Kia, udah ya! Tolong bawa kembali kursinya. Nanti kalau acara sudah selesai, kamu bisa pijat kaki Mama," jelasku. Ia mengerti dan tak meneruskannya. Bapak membantu Kia untuk membawakan kursi ke tempatnya kembali.Acara berlangsung lancar dan tak ada kendala yang begitu sulit. Semua bisa diatasi dengan baik oleh tim panitia.Tibalah kami untuk beristirahat. Yuni sudah ke kamar lebih dulu, sedangkan aku masih mengobrol dengan Ibuku dan kedua orang tua Yuni."Nak Wahyu, kalau sudah capek, kamu istirah

  • Kucari Lagi Istri Pertamaku yang Telah Kumadu   Pernikahan Wahyu dan Yuni

    Yuni diam. Ia tidak mau berkata-kata lagi terhadapku. Aku masih menunggu ia bicara sambil menghela napas berkali-kali."Maksudnya aku mau jadi istrimu, Mas. Insya Allah aku kan fokus mengurus Kia, Faiz, Andini dan anak-anakku nanti."Aku tak percaya dengan yang baru saja kudengar dari mulut Yuni. Ia mengatakan mau menjadi istriku.Puji syukur pada Allah yang sudah memberikan jawabannya. Akhirnya Kia dan Faiz punya Bunda lagi, begitu juga Andini, mamanya masih menjalankan hukuman. Tapi, ia bisa menganggap Yuni sebagai mamanya juga nanti."Alhamdulillah, terima kasih, Yun. Setelah ini, aku kan menemui Bapak dan Ibu untuk membicarakan pernikahan kita. Kamu maunya gimana?" Aku harus tau maunya Yuni karena ia masih gadis. Setidaknya seorang gadis ingin melaksanakan pesta pernikahannya nanti. Aku tak keberatan dan akan melaksanakan keinginannya."Kalau aku terserah Mas Wahyu saja. Aku ikut saja keputusan pembicaraan Mas Wahyu dan kedua orang tuaku," sahut Yuni."Kamu juga harus ikut karena

  • Kucari Lagi Istri Pertamaku yang Telah Kumadu   Kejutan dari Anak-anak dan Yuni

    "Kan Kia yang minta Tante Yuni selalu jagain Kia. Masa lupa sih?" Aku menimpali anakku yang kebingungan ada tantenya bersamanya saat ini."Iya, Kia yang minta Tante. Kalau Kia nggak mau Tante temenin, ya udah deh. Tante mau pulang dulu," kata Yuni.Kia mencegahnya dan mengatakan kalau ia sangat senang ditemani oleh tantenya."Tante, kapan jadi bundaku?"Tetiba Faiz datang dan nyeletuk pada Kia."Iya aku juga mau kalau yang jadi bundaku selanjutnya itu Tante Yuni. Aku bisa lihat bundaku pada diri Tante," ungkap Faiz. Anak ini juga bicara berdasarkan hatinya."Ya Allah, Tante nggak nyangka kalian punya pikiran seperti itu. Tante hanya nggak mau kalau dianggap sebagai perebut Ayah kalian dari Bunda Tika," sahut Yuni."Nggak dong, Tante. Kan Bunda udah nggak ada. Pasti Bunda seneng kalau Ayah ada yang urus," jawab Faiz bijak.Aku hanya diam mendengarkan percakapan mereka. Sesekali tersenyum mendengar ocehan anak-anak cerdas ini."Baiklah, akan Tante pikirkan dulu ya!" sahut Yuni. Semoga p

  • Kucari Lagi Istri Pertamaku yang Telah Kumadu   Membawa Kia ke Klinik

    "Ya, aku yakin Yun. Bagaimana tanggapanmu? Apa kamu mau menerimaku?" tanyaku dengan penuh keyakinan."Aku ... aku butuh waktu, Mas. Aku tak mau jadi pengkhianat bagi kakakku. Kuburan Teh Tika masih basah, Mas. Mas udah mau menikahiku. Rasanya aku merasa bersalah jika itu terjadi," jawabnya.Ia menolakku. Itu berarti ia tak menginginkannya. "Baiklah jika itu keputusanmu. Itu berarti kamu tak mau kan?" Aku menegaskan kembali."Bukan seperti itu, Mas. Aku hanya tak mau dianggap sebagai perebut mantan suami kakakku," sahut Yuni dengan suara bergetar."Tenang, Yun. Takkan ada yang menganggapmu seperti itu. Aku akan menghadapi mereka langsung. Ini juga keinginan Kia dan Faiz. Mereka tak menginginkanku menikahi wanita lain selain kamu, Yun," sahutku."Tapi, Mas. Aku takut. Bolehkah aku berpikir dan meminta pertimbangan pada Bapak dan Ibu?" tanya Yuni."Baiklah kalau seperti itu. Aku akan menunggu jawabanmu. Sebenarnya Bapak udah tau, beliau memintaku untuk bertanya langsung padamu." Aku ber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status