Share

Kucari Lagi Istri Pertamaku yang Telah Kumadu
Kucari Lagi Istri Pertamaku yang Telah Kumadu
Author: Fetina

Perceraian

"Mas, selamat ya! Akhirnya Mas Wahyu sudah cerai dengan Tika. Aku sangat senang, akhirnya rencana kita semua berhasil, aku bisa menjadi istrimu yang sah secara negara nanti," ucap Cynthia. 

Aku hanya tersenyum tipis saat mendengar ungkapannya. Cynthia malah bersyukur aku cerai dengan Tika. Padahal Tikalah yang mengajak Cynthia masuk ke bahtera kami.

Cynthia adalah istri keduaku yang kunikahi dua tahun yang lalu. Pernikahan kami tentunya atas persetujuan istri pertamaku--Tika. Tika sendiri yang menjodohkanku dengan Cynthia. 

Saat itu Tika mengatakan padaku kalau ia kasihan pada temannya yang bernama Cynthia belum punya pasangan. Ia ingin sahabatnya menjadi adik madu baginya. 

Aku sebagai laki-laki yang kodratnya mendua, ibarat kucing saat disodorkan ikan, yang gerak cepat memakannya, aku pun akan gerak cepat menyetujuinya.

Namun, seiring berjalannya waktu, Tika justru malah sering komplain kalau aku tak adil dalam memberikan nafkah lahir dan batin.

Saat itu, aku memberikan kedua nafkah itu sesuai kebutuhan kedua istriku. Kalau Tika karena memiliki anak dua, aku berikan jumlah uang lebih banyak dari Cynthia. Kuberikan dua kali lipat dari adik madunya.

Tetap saja katanya tak sesuai dengan yang ia harapkan. Hingga suatu hari, Tika meminta cerai dariku. Aku tak terima jika harus bercerai darinya karena aku takkan menceraikan keduanya.

Namun, Tika tetap memaksa. Aku yang jengah karena setiap hari ia terus merayu, memaksa dan menerorku untuk menceraikannya, akhirnya keluar juga talak itu dari bibirku.

Sedih juga saat mengingat saat-saat itu. Saat dimana aku malah menalak Tika istriku. Namun, aku kembali minta rujuk padanya. Setelah dipaksa alasan anak, ia pun mau rujuk denganku.

Sampai yang ketiga, aku ucap talak untuknya. Otomatis itu sudah kesempatan terakhir untukku.

"Mas, kamu udah menalakku sebanyak tiga kali. Sekarang juga aku minta kamu untuk mendaftarkan perceraian kita ke pengadilan agama!" ucap Tika.

"Baiklah. Sudah tak ada kesempatan untuk kita bersama lagi!" sahutku.

Saat itu aku banyak bertengkar dengannya. Otomatis kedua anak kami tau kerenggangan hubungan kami. Aku tak mau kedua anakku memiliki trauma dari pertengkaran orang tuanya.

Perceraian pun diproses hingga akhirnya kami resmi bercerai secara negara.

***

Semenjak bercerai, aku tak tau dimana Tika berada. Ia menghilang sendirian, tak membawa kedua anak kami. Sesekali anak-anak bersama dengannya. Namun, akhir-akhir ini, ia sudah tak kelihatan dan tak tinggal lagi di rumah yang aku berikan padanya.

Kuncinya ia kembalikan padaku melalui asisten rumah tangga kami. Ia datang untuk memberikan kunci. Tapi aku tak bertemu dengannya.

"Yah, kok nggak ada kabar lagi ya dari Bunda?" tanya Faiz anak pertama kami. Ia kini berumur sembilan tahun.

"Ayah juga nggak tau Bunda kemana karena Bunda tak bilang dulu saat akan pergi."

"Aku kangen sama Bunda. Kemana ya perginya Bunda?" Kia anak kedua kami pun berkaca-kaca, sekarang ia berumur enam tahun.

Tetiba datang Cynthia, ibu sambung mereka. Kini Cynthia sudah memiliki seorang anak berusia satu tahun. Anakku dan Cynthia diberi nama Andini.

"Ngapain nyari Bunda kalian? Ia udah nggak peduli sama kalian berdua kok. Kalau Bunda kalian peduli, ia takkan meninggalkan kalian berdua," ucap Cynthia.

Darahku mendidih saat itu juga. Tak seharusnya ia berkata seperti itu pada anak-anak. Mereka bisa-bisa terluka jika mendengar hal yang jelek mengenai Bunda mereka. Walau aku pun sering dibuat jengkel oleh Tika, tapi aku tak mau menjelekkan Tika di depan anak-anak.

"Jangan bicara seperti itu, Sayang! Bunda mereka hanya pergi sebentar. Nanti juga balik lagi," timpalku. Aku tak mau anak-anak khawatir. Mereka harus berpikiran positif.

"Ah, kesal aku. Setiap hari cuma Mbak Tika aja yang diinget-inget. Padahal ada aku di sini yang selalu melayani kalian semua saat Mbak Tika tidak mau bertanggungjawab," katanya sambil pergi ke kamar.

Cynthia memang begitu. Ia selalu tempramen dan mudah baper. Aku kadang bingung menghadapi wanita itu.

Aku pun jadi amat sangat rindu dengan sosok istri pertamaku. Ia sosok istri yang baik, cantik, pengertian dan tak pernah marah. Ia selalu bisa menenangkanku di saat aku sedang galau.

"Yah, pokoknya aku mau cari ibu. Kita datangi rumah ibu saja. Siapa tau ada petunjuk di sana," sahut bocah sembilan tahun itu.

Benar juga, mengapa tak terpikirkan untuk menyelidiki rumah yang Tika tinggalkan? Aku memang belum sempat mengecek rumah yang ditinggali Tika selama ini.

"Baiklah. Kita ke sana besok ya! Kebetulan Ayah besok libur."

"Oke."

"Sekarang kalian tidur. Kalau belum salat, silahkan salat dulu. Minta sama Allah agar Bunda kalian segera ditemukan," saranku pada Faiz dan Kia.

"Baik, Yah." Mereka kembali ke kamarnya dan bersiap untuk tidur.

Aku pun kembali ke kamar. Di sana, Cynthia sedang sibuk dengan ponselnya.

"Mas, besok aku ingin jalan-jalan. Aku tak mengizinkan kamu untuk ke rumah itu. Buat apa coba? Nggak ada kerjaan banget sih?" tanya Cynthia. Ia benar-benar kebangetan dan sangat lupa diri.

"Buat apa? Buat cari kemana menghilangnya istriku!"

"Apa? Istrimu, Mas? Istrimu hanya aku! Daripada ngurusin gituan, lebih baik urus pernikahan siri kita agar diakui negara," katanya.

Cynthia benar-benar keterlaluan. Malah membandingkan dengan sesuatu yang memang tak bisa dibandingkan.

"Eh, iya. Dia mantan istriku. Tapi kan tetap menjadi istriku di hati ini. Tak ada yang bisa menggantikannya!" tegasku.

Tetiba Cynthia menangis sesenggukan. Ia membuatku merasa bersalah. 

"Mas, kamu tega ya sama aku! Kamu ingin aku pergi juga seperti Mbak Tika?" katanya dengan mata melebar.

Aku kesal dengan sikapnya yang seperti ini. Ia malah membuat diriku tak berdaya dan harus menurutinya.

"Jawab, Mas!"

"Tidak, aku sangat membutuhkanmu, Sayang. Kamu jangan pergi, aku tak bisa hidup tanpamu," jawabku.

Kemudian ia mendekatiku, lalu memelukku. Kalau sudah begini, aku tak bisa apa-apa.

"Mas, besok kita urus pernikahan negara kita ya!" katanya dengan terisak.

"Baiklah. Aku kan cari tau dulu persyaratannya."

"Terima kasih, Mas."

***

Diperlukan berkas untuk diajukan ke kelurahan, pengadilan agama setempat untuk mengajukan Isbat Nikah, hanya tinggal pengesahan secara negara saja.

Insya Allah takkan lama mengurusnya. Setelah pengajuan, biasanya akan menunggu lagi. Oleh karena itu, aku akan tetap ke rumah Tika setelah urusan selesai, tapi tak bisa mengajak anak-anak.

Saat aku sudah selesai mengajukan Isbat Nikah ke pengadilan, aku menuju rumah Tika. Kuhela napas sejenak saat melihat rumah ini dari luar. 

Aku memasukinya setelah membuka pintu dengan kunci. Tercium aroma rumah yang sudah lama tak ditempati. Aku mengingat rumah ini adalah rumah kenangan kami berempat. Rumahku sekarang justru rumah baru bagiku.

Kucari di kamar terlebih dulu, tapi aku tak menemukan apapun di sana. Tapi aku hanya menemukan sebuah buku tulis yang isinya.

[Buku diary ku hilang entah kemana. Padahal semua kutuliskan di sana. Semua perasaan cintaku pada Mas Wahyu dan anak-anak pun kucurahkan di sana. Tak apalah, aku bisa pergi dengan tenang sekarang.]

Bersambung 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status