Hai guys, hope you like it!! Next?
“Tidak ada,” sahut Dayana singkat. “Terima kasih sudah membantuku … lagi.” “Anytime, kapan pun kamu butuh bantuan sebisa mungkin aku akan bantu. Sebagai makhluk sosial kita harus saling tolong menolong, ‘kan?” balas Sagara dengan tenang. “Masuklah.” Pria itu membukakan pintu mobil untuk Dayana. Dayana menangguk, setelah Dayana duduk Sagara berjalan memutari mobil ia membuka pintu mobil dan duduk di bagian kursi kemudi. “Sekarang apa rencanamu? Jadi belanja?” “Sepertinya aku sudah tak berniat lagi.” Sagara pun mengangguk ia lantas menyalakan mesin mobil. Di tengah perjalanan, terbesit niat Dayana yang ingin meminta bantuan pada Sagara untuk mengurus perceraian juga tuntutannya. “Saga?” cicit Dayana tanpa melihat ke arah sang Pemilik nama. “Ya?” tanya pria itu melirik dari ekor matanya. Dayana tampak ragu menceritakan permasalahannya. Ia tak enak hati jika harus melibatkan pria itu dalam setiap masalah yang menimpa hidupnya. “Em … .” “Ada apa katakan saja.” “Apa kamu bisa memban
“Maaf pak, lebih baik saya kehilangan pekerjaan daripada kehilangan harga diri. Terima kasih, saya akan mengajukan surat resign. Secepatnya.” Dayana mengatakannya dengan tenang walau di dalam hatinya bergemuruh amarah yang membuncah.Setelah mengucapkannya Dayana pun berjalan menuju pintu utama. “Kalau kamu mengajukan resign, saya akan buat namamu buruk.”“Saya tidak peduli, Pak. Terima kasih,” balas Dayana dan berlalu meninggalkan ruangan pria tambun itu.“Na? Ada apa? Kudengar kamu dipanggil hrd?” tanya rekan kerjanya yang berdiri di ambang pintu ruang hrd.Dayana menghela napas berat. “Aku resign, La.”“Hah? Kenapa? Apa yang terjadi?” tanya rekan kerja sekaligus temannya dari kampung asal Dayana.“Ceritanya panjang. Nanti siang aku ceritakan. Kamu kembalilah bekerja, jangan karena aku kamu jadi kena masalah juga.”“Apa karena gosip itu?” tanya rekannya lagi.Dayan mengendikkan bahu. “Salah satunya, ya sudah aku keluar yah. Nanti siang kita bertemu di tempat biasa. Semangat bekerja
Setelah terdiam cukup lama, Dayana pun memutuskan untuk mengabaikan panggilan tersebut. Ia kembali memejamkan mata sejenak merasakan kepahitan di hidupnya. Hingga dering singkat di ponselnya kembali terdengar dengan setengah hati, Dayana membuka ponselnya.Ia menatap tak percaya isi pesan yang diterimanya, napas wanita itu memburu ia bahkan nyaris menjatuhkan ponselnya. Beruntung dirinya masih bisa menyelamatkan satu-satunya barang berharda yang ia punya.Di lain tempat, Aidan tengah menatap layar ponselnya dengan senyum lebar. Entah mengapa ada rasa senang di dalam dirinya ketika melihat Dayana tersiksa atau bersedih. Wanita yang dipilihkan ibunya itu sama sekali tak masuk kriteria Aidan, ia menikahi Dayana hanya demi wasiat sang Ibu dan permintaan terakhirnya. Aidan tak pernah sedikit pun menaruh hati pada Dayana, itu sebabnya ia selalu bertingkah kasar dan semaunya sendiri.“Mas? Lagi senang banget kayaknya?” sapa seorang wanita yang baru saja datang dari kamar mandi. Ia tampak leb
Salah seorang notaris mengeluarkan brangkas mini ia menekan angka di sana, setelah itu brangkas terbuka. Aidan menatap isi brangkas mini yang terbalut dengan warna metalic.“Sebenarnya ada satu wasiat lagi yang tertinggal, Pak. Dan berdasarkan perintah mendiang, mereka meminta kami untuk membukanya setelah tepat satu tahun kepergiannya.”“Mengapa begitu?” tanya Aidan merasa ada hal yang tidak beres akan terjadi.“Saya sendiri tidak tahu maksud mendiang ayah dan ibu, Bapak. Saya hanya menjalankan perintah dan permintaan client saja. “Apa bisa saya baca sekarang?” tanya pria itu, Aidan pun mengangguk mempersilakannya.“Bandung, tiga puluh oktober 2021. Teruntuk putraku satu-satunya aku tahu kamu bertanya-tanya mengapa aku membuat surat ini, ‘kan? Ibu tahu kalau pernikahanmu tak berjalan mulus bukan? Anakku, terimalah ia seperti ayahmu menerima ibu dulu. Sayangi dia seperti ia menyanyangi ibu. Jangan kamu menyakitinya karena dia perempuan yang terbaik untukmu. Bersama surat ini ibu ingin
“Pak Aidan?” tanya wanita itu dengan mata menyipit.Aidan terkejut kala wanita di sampingnya menyebutkan namanya, ia pun menatap wajah wanita itu lekat-lekat. Mencoba menggali ingatannya akan wanita di sampingnya.“Bapak tidak akan ingat saya siapa, tapi saya ingat siapa bapak.” Lagi-lagi Aidan terkejut mendengar penuturan wanita di sampingnya. “Saya Bella, sekretaris perusahaan Adiguna.”Kening pria itu berkerut, ia seperti familiar dengan nama wanita itu. “Ck, tidak perlu diingat lebih lanjut. Akan memalukan.”Interaksi keduanya tak luput dari penglihatan bartender yang bekerja di balik meja bar, ia mengamati keduanya yang tampak akrab berbicara. Keduanya pun larut dalam pikirannya hingga ia mengangkat gelasnya berbarengan.“Ini tuan dan nyonya,” ujar bartender itu seraya menyerahkan dua gelas dengan aroma yang sama me
“Enggaklah, Bel. Aku hanya ingin tahu bukan berarti aku ingin kembali.”Bella menganggukkan kepalanya. “Siapa tahu kamu kasihan melihat kehidupannya sekarang.”“Memangnya kenapa?”“Tadi aku bertemu Pak Aidan di club gitu, penampilannya kusust banget wajahnya terlihat penuh beban. Yang aku tahu, sore ini seharusnya ia menghadiri meeting tender dengan perusahaan Angkasa ternyata ia membatalkannya dengan alasan yang gak jelas. Terus tadi aku bertemu dengannya di club, sepertinya ia sedang galau.”Dayana hanya mengangguk pikirannya melayang mengingat seberapa Aidan tak menginginkan kehadirannya. ‘Apa mungkin Mas Aidan mabuk karena kepergianku?’“Aku rasa ia mabuk karena hal lain, karena seingatku bartender di sana mengatakan harta dan cinta harus sejalan? Tetapi aku tak tahu apa yang sebelumnya mereka
“Karena tidak penting,” sahut Dayana seraya menyimpan kembali ponselnya. “Tahu dari mana? Bagaimana jika memang itu penting? Nyatanya ia menghubungi beberapa kali, bukan?” ujar Sagara membuat ingatan Dayana terlempar pada cerita Bella malam tadi. ‘Apa benar, Mas Aidan mabuk karenaku? Apa ia mulai berubah dan mau menerimaku?’ batin Dayana dengan senyum tipis menghiasi wajahnya. “Kenapa?” Sagara menatap Dayana bingung, wanita di sampingnya ini begitu cepat merubah raut wajahnya. “Hah? Apa? Tidak kok,” balas Dayana salah tingkah. Ia pun menyembunyikan wajahnya dengan menatap jalanan yang ada di sebelah kirinya. Dayana pun bertekad jika nanti Aidan kembali menghubunginya ia akan menjawab sambungan telephone itu. Dayana yakin betul jika Aidan sudah berubah dan mau menerimanya sebagai seorang istri. “Jika ia memintamu kembali, apa kamu mau?” tanya Sagara tanpa menatap Dayana. Kening Dayana berkerut, ia pun bertanya-tanya dengan dirinya sendiri. Ada rasa senang dan takut yang datang
Sudah lebih sejam tetapi Sagara tak kunjung datang, Dayana pun menatap ke sekelilingnya namun semuanya nihil, ia tak menemukan tanda-tanda kehadiran Sagara. Saat ia akan berbalik tubuhnya justru membentur dada bidang seorang pria.Dengan gerakan lambat, Dayana mendongak dan menatap wajah tampan yang terkena pantulan matahari siang itu. “Mas Aidan,” lirih Dayana. Wanita itu bisa menebak hanya dari aroma parfum suaminya.“Aku tak tahu apakah aku masih layak kamu panggil Mas, Day.” Untuk pertama kalinya, Aidan mengucapkan kalimat dengan nada lembut dan tak bernada tinggi.Kening Dayana berkerut melihat perubahan sang Suami. Apa semua ini nyata, tanyanya dalam hati.“Ini nyata, Dayana Frederica Amaranth.” Manik mata Dayana membulat sempurna namun di detik selanjutnya ia kembali menetralkan keterkejutannya. Apa Mas Aidan berubah menjadi paran