Hari terus berjalan, Aidan mulai mendengar kabar jika perusahaannya tengah didemo oleh karyawan yang tak kunjung mendapatkan gaji. Wajahnya terpampang di seluruh media massa, jika dulu ia diberitakan sebagai pengusaha termuda dan sukses, kini ia harus menerima kenyataan pahit jika pemberitaannya tentang kemunduran perusahaan serta kasus yang sedang dihadapinya.
“Sepertinya aku tak punya pilihan lain,” ujar pria itu seraya menatap tisu yang tengah digenggamnya.
Aidan segera bangkit dan memanggil petugas lapas. “Pak saya mau menghubungi pengacara saya.”
Petugas lapas itu mengangguk dan membukakan pintu sel, ia lantas memerintah Aidan menggunakan telepon kantor dan tak boleh lebih dari sepuluh menit.
Setelah menekan tuts angka pria itu segera meletakkan gagang telepon di telinganya. “Hallo, bisa kau datang ke mari?”
“….”
2 tahun kemudian“Lama banget sih Gar! Bini lo sudah jerit-jerit buk –““Berisik!” sahut Sagara berlari menuju pintu berkaca yang terdapat seorang wanita paruh baya tengah berdiri di sana. “Bu,” sapa Sagara mengecup punggung tangan ibu mertuanya.“Langsung masuk saja, Nak. Dayana sudah menunggumu.” Sagara mengangguk dan bergegas masuk bersama seorang perawat.Ia melihat seorang wanita tengah berbaring di atas ranjang dengan wajah penuh peluh. Pria itu segera melepas jasnya dan menggantikan dengan pakaian serba hijau. Ia mendekati wanita yang berbaring menatapnya dengan senyum dan mata yang sayu.“Sayang, maaf aku terlambat,” ujar Sagara penuh sesal. Pria itu bergerak mengusap kening Dayana yang banjir bulir keringat.Dayana hanya tersenyum lemah dan menggerakkan tangan
“Mas baru pulang?” sapa Dayana dengan senyum ramah, menyambut kepulangan sang Suami yang kembali dari kantor “Kamu buta?” sarkas pria dengan kemeja yang tak rapi lagi. Dayana menarik napas dalam-dalam lantas menghembuskannya perlahan. “Iya mas maaf aku ‘kan hanya –“ “Apa! Gak perlu basa-basi! Cepat siapkan aku air panas!” Tak mau berdebat dengan suaminya, Dayana pun segera berjalan menuju dapur. Ia menyalakan kran air panas dan air dingin untuk mengisi bath up yang akan digunakan sang Suami, seraya menunggu air masak Dayana menyiapkan secangkir kopi untuk suaminya. Ia juga memanaskan kembali sayur yang ia masak siang tadi. Selang beberapa menit, tutup panci mulai bergerak lembut, Dayana segera mematikan apinya dan menuangkan ke dalam cangkir berisikan kopi dan gula. Setelah selesai menyiapkan kopi dan memanaskan sayur, Dayana bergegas ke kamar mandi guna memeriksa bath up. Dayana menyandarkan tubuhnya di dinding bercat sage green, ia pun menatap ke penjuru rumah mencari sosok pri
“Obat ini bukan penyubur rahim … .” Dayana mendelik mendengar ucapan wanita berjas putih di depannya. “Melainkan obat tidur dengan dosis tinggi. Kalau boleh tahu sudah berapa lama ibu mengkonsumsinya?” “Saya kurang ingat pastinya dok, cuman belakangan ini memang suami saya menyarankan untuk meminum dua kapsul setiap malam.” “Ibu saya sarankan untuk general check up ke rumah sakit bu, karena saya kahawtir penggunaan obat ini dalam dosis yang tinggi akan menimbulkan dampak yang berbahaya.” Dayana pun mengangguk tak lama setelahnya dokter tersebut menuliskan sebuah catatan kecil yang diberikan kepada perawat di sampingnya. “Mulai malam ini, obat tersebut jangan diminum lagi ya bu. Pola hidup yang sehat bu, semoga tidak ada hal buruk yang terjadi.” Dayana lagi-lagi hanya merespon dengan anggukan kepala. Ia masih tak percaya dengan apa yang Aidan lakukan padanya. Setelah selesai, Dayana pun diminta untuk menunggu di ruang resepsionis. Ia menunggu salinan surat rujuk untuk pengantar ke r
Pria itu membaca huruf yang tertera di kontak ponsel Dayana. “Suamiku? Tetapi dari nada dan bahasa yang ia gunakan sepertinya ada yang tidak beres.” Saat ia sibuk dengan pikirannya, seorang perawat membuka pintu ugd “Dengan keluarga pasien?” pekik seorang perawat di ambang pintu ugd. Pria itu bangkit dari duduknya. “Bagaimana keadaannya sus?” “Pasien hanya mengalami kelelahan dan cidera pada bagian tangan serta bahu sebelah kanan. Apa bisa kita ambil tindakan?” Kening pria tegap itu berkerut. “Tindakan?” “Kita perlu mengambil rontgen juga general check up untuk pemeriksaan lebih detail, karena pada saat kami mengganti pakaian pasien tanpa sengaja kami melihat luka memar di beberapa bagian tubuh juga rahangnya. Mungkin sebelumnya pasien pernah terjatuh.” “Lakukan saja dok, saya akan mengurus administrasinya.” Setelah mendengar pernyataan pria itu, perawat pun mengarahkan untuk segera menuju ke bagian administrasi dan menyelesaikan semuanya. Dengan penuh tanda tanya, pria itu berj
“Kapan aku bisa pulang?” tanya Dayana mengalihkan pertanyaan Sagara. “Mungkin menunggu hasil pemeriksaan terakhir, memangnya ada apa?” sahut Sagara, ia mengerti jika wanita di depannya enggan membahas tentang sosok sang Suami. Dayana mengangguk, wanita itu kembalu diam dan menatap kosong ke arah langit-langit kamar rawat. “Ada masalah?” Dayana menoleh sejenak, lantas kembali memandang plafon rumah sakit. “Jika iya pun sepertinya aku tak pantas berbagi denganmu.” Sagara mengangguk ia mengerti, jika Dayana masih canggung terhadapnya. “Jika sesuatu yang buruk terjadi padamu, katakan saja. Ini kartu namaku, aku seorang lawyer jika hal buruk menimpamu, kamu bisa segera menghubungiku.” Dayana kembali melempar netranya menatap pria berkemeja di sampingnya. “Sagara Andaru Biantara,” lirih Dayana membaca kartu nama yang digenggamnya. Setelah memberikan kartu namanya, pria itu memilih duduk di sofa dan menikmati secangkir kopi hangat yang ia pesan dari aplikasi online. Dayana larut dalam
“Oh kamu sudah dengar semuanya? Bagus deh! Mulai sekarang aku gak perlu lagi berpura-pura di depanmu!” sahut Aidan masih mendekap tubuh Shana di dalam gendongannya. Mereka masih dalam keadaan menyatu satu sama lain. “Oh iya mau di sini? Mau ngapain? Mau lihat permainan panas kami? Silakan saja!” Aidan berjalan menuju ranjang ia meletakkan Shana dengan begitu lembut seakan wanita itu akan hancur jika terjatuh di atas kasur. “Kamu keterlaluan mas!” Dayana berjalan keluar kamar ia tak ingin melihat kegiatan ranjang suaminya yang dengan santainya bermain di atas ranjang mereka bahkan di bawah figura pernikahan mereka. Dayana berjalan tertatih, ia terduduk di lantai depan pintu kamarnya. Nyeri di tangan dan sekujur tubuhnya seakan tak sebanding dengan nyeri di hati wanita berambut sepunggung itu. Ia terus meremas ujung pakaiannya dengan tubuh bergetar, dadanya naik turun menahan amarah yang membuncah. Dari posisinya saat ini, Dayana dapat mendengar jelas desahan nikmat yang Aidan dan Sh
“Iya Day, kamu gak papa ‘kan?” tanya wanita itu dengan senyum ramah. “Aku gak papa, Lin. Terima kasih ya, atas bantuan kamu,” ucap Dayana setelah ia berhasil bangkit dari posisinya. “Kamu kenapa di pinggir jalan begini, terus ini kenapa kamu bawa koper? Tangan kamu kenapa?” Dayana menghela napas panjang, sesekali ia melirik ke arah Aidan berlari. “Penjelasannya panjang Lin, intinya sekarang ini aku sedang dikejar-kejar orang gila.” Linda mengerutkan keningnya, ia pun menatap Dayana bingung. “Ya sudah nanti kamu jelaskan di mobilku saja ya?” Dayana mengangguk cepat, yang ada dalam pikirannya saat ini adalah kabur dari Aidan dan menuntut pria itu atas segala tindakan yang pria itu lakukan. Di dalam mobil, Dayana hanya diam saja sedangkan Linda wanita itu sedang membelikan air mineral untuk Dayana. “Ini Day, kamu minum dulu supaya lebih tenang.” Dayana pun mengangguk dan menegguk habis air itu. “Terima kasih, Lin.” “With my pleasure, Day. So, whats happen?” Dayana pun menceritaka
“Shana? Jadi kamu ceweknya?” ujar Sagara terkejut. “Sagara … em aku bisa jelasin semuanya. Ini hanya salah paham saja. Sebentar gini –“ “Stop, gue gak butuh penjelasan apapun tentang ini semua. Apa yang gue lihat sudah cukup menjelaskan semuanya. Terima kasih!” Sagara pun berjalan cepat menjauhi ruang tamu rumah Aidan, pria itu bahkan merubah sapaannya menjadi lo-gue. Hatinya tak hanya terkoyak dengan ucapan Aidan tetapi hatinya pun hancur melihat sosok wanita yang akan menjadi tunangannya ternyata berselingkuh. “Sagara dengarkan aku‼ Sagara aku mohon‼” pinta Shana seraya berlari mengejar Sagara. “Aku mohon!” ujarnya setelah berhasil meraih pergelangan tangan Sagara. Sagara memalingkan wajahnya ia enggan menatap wanita yang sudah menghancurkan kepercayaannya. “Dengarkan aku, aku tidak berselingkuh –“ ucapan wanita itu terpotong kala Sagara menatapnya tajam. “Iya aku berselingkuh. Maafkan aku, tetapi aku mencintai kamu, Gar. Hanya kamu yang aku inginkan.” “Simpan semua ucapan mani