Mila keluar dari mobil dan langsung masuk ke butiknya. Dia melihat ke sekitar, masih rapi dan memang pegawainya bekerja seperti biasa. Tetapi entah kenapa dia merasa kalau anak buahnya itu memandangi Mila dengan sedemikian rupa. Meskipun hanya mencuri-curi pandang. Tetapi wanita itu merasakan ada yang berbeda di sini. Saat dia menoleh, karyawannya bekerja seperti biasa. Akan tetapi, saat dia berjalan mereka semua memandang Mila dengan sedemikian rupa.Bahkan mungkin ada tetapan benci yang ingin sekali melampiaskannya kepada Mila. Wanita hamil itu memilih untuk tidak memedulikannya. Mungkin hanya perasaannya saja yang baru keluar dari rumah sakit, jadi masih sensitif. Wanita itu pun memilih untuk masuk ke kantor dan ternyata di sana sudah ada Imel."Loh, kenapa kamu berdiri di sini terus? Nggak bantuin yang lain?" tanya Mila tiba-tiba membuat Imel terkesiap.Gadis itu benar-benar kaget dan tidak sadar kalau bosnya sudah ada di ruangan ini."Oh iya, Bu. Tadi saya lagi ngecek persiapa
"Maksud Mbak Sari, gimana? Bukannya Bu Mila itu baik sama kita?" Sari menghela napas kasar. Tampak sembari memutar bola matanya. Dia bingung dengan pemikiran Imel yang terlalu dangkal. Melihat bagaimana orang baik beberapa kali saja sudah mengambil kesimpulan kalau orang itu memang baik.Padahal kalau ditelisik lebih lanjut banyak sekali perkataan dan perbuatan Mila yang menyakiti banyak karyawan di sini. Mungkin memang Mila itu mengatakan hal begitu karena profesionalitas kerja. Tetapi kalau sampai keterlaluan juga banyak yang merasa dirugikan. "Iya, dia itu baik. Tapi kalau ada kesalahan kecil pasti dia akan mengungkitnya. Banyak, katanya rugilah. Katanya bisa bangkrut lah atau alasan-alasan lain yang memojokkan kita." "Tapi itu kan wajar buat seorang bos. Dia juga pasti akan menanggung kerugian banyak, sementara kita kan tetap mendapatkan gaji.""Iya, kamu ngomong kayak gitu karena baru beberapa hari kenal dengan Bu Mila. Kalau kamu udah sering berinteraksi dengan Bu Mila pasti
"Rencana apa, Mbak?" tanya Imel, agak ragu. Tetapi dia berusaha untuk memberikan ekspresi sewajarnya, takut jika wanita itu curiga kepada Imel. Sari tidak langsung menjawab pertanyaan gadis itu, memilih untuk mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan iklan yang tertera di Facebook. Mata Imel sempat membulat sesaat, lalu kembali normal.Benar, itu adalah iklan yang sama yang dia baca dan memberitahukan kepada Maura. Ternyata memang sudah tersebar dan karyawan yang ada di butik ini pasti ingin berlamba-lomba melaporkan Mila kepada orang tersebut. "Ada orang yang mencari Bu Mila dan hadiahnya cukup besar. Kamu mau bergabung untuk melaporkan Bu Mila pada orang ini?" tanya Sari membuat Imel gugup, tapi tetap dalam diam. Sesuatu terlintas di pikirannya. Dia kira orang yang sudah lama bekerja kepada Mila itu akan loyal dan juga setia, tapi ternyata memang semua kalah dengan uang. Imel jadi tidak tahu harus melakukan apa, sementara dia sendiri sudah merencanakan semua ini bersama Maura.
Imel sebenarnya merasa khawatir, dia tidak suka diperlakukan seperti ini. Padahal gadis itu baru beberapa hari kerja bersama Mila, tetapi kenapa malah dijadikan pusat perhatian yang pastinya tatapan itu negatif untuknya. Namun, Imel juga tidak bisa berbuat banyak. Mana mungkin dia tiba-tiba saja datang pada rekan kerjanya yang lain dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi sampai mereka seperti itu. Jadi, sang wanita pun memilih untuk ke ruangan Mila menyimpan barang-barang majikannya, tapi saat hendak keluar, seorang karyawan masuk dan mengunci pintu ruang pribadi Mila. Imel terkesiap. Dia sampai mundur beberapa langkah. "Loh, Mbak Sari. Ada apa kok tiba-tiba saja masuk dan kenapa pintunya dikunci?" tanya wanita itu keheranan.Sari adalah orang yang sudah lama bekerja dengan Mila sejak toko itu didirikan, jadi aneh kalau tiba-tiba saja seniornya ini datang dan malah mengunci pintu di ruangan pribadi milik Mila. "Aku ingin berbicara denganmu penting," ujar Sari dengan tatapan seriu
Lusi diam saja. Sebenarnya dia tidak peduli apakah Mila itu menderita atau ditangkap polisi, tetapi yang ditakutkan itu berefek kepada dirinya dan Alia. "Adiba, kamu yakin kan keberadaan kita di sini tidak diketahui oleh orang lain?" "Aku yakin. Memangnya kenapa?" "Entah kenapa aku merasa kalau iklan ini akan berdampak buruk kepadaku dan Alia atau mungkin ini berhubungan dengan aku dan anakku? Apa yang harus aku lakukan," ucap Lusi mulai khawatir. Adiba diam sejenak. Dia tidak menyangka kalau Lusi bisa berpikiran jauh seperti itu. Bahkan dalam benaknya saja tidak terlintas tentang Alia dan Lusi yang bakalan terseret dalam masalah ini. "Menurutku, Mila mungkin terjerat masalah dengan orang lain dan itu tidak berkaitan denganmu. Bukankah semenjak Mila dipenjara juga kalian tidak saling berkomunikasi lagi? Kan tidak ada hal yang berkaitan dengan kalian berdua lagi. Begitu, kan?" tanya Adiba memastikan, berusaha untuk menenangkan temannya kalau semua pemikirannya itu hanyalah ketakut
Sementara itu di tempat lain, asisten David langsung menelepon bosnya. David benar-benar kaget, senang dan juga perasaan lainnya bercampur jadi satu.Bahkan asistennya memberikan video dan foto yang dikirim oleh Maura kepadanya. Benar, itu adalah Mila yang dulu sempat membuatnya tertipu sampai memberikan uang 100 juta kepada wanita hamil itu.David benar-benar tidak menyangka bisa ditipu oleh tampang palsu Mila. "Benar, itu orangnya." "Tapi, Bos. Masalahnya orang ini meminta dua kali lipat. Dia meminta 200 juta, katanya untuk temannya juga yang memberikan informasi ini. Sepertinya mereka kerja sama untuk melaporkan keberadaan Mila." "Tidak masalah. Berapa pun bayarannya aku akan memberikannya. Yang penting wanita ini harus segera ditangkap."Dalam hati sebenarnya David ragu dan merasa rugi karena dia memberikan uang kepada Mila 100 juta, tetapi dia harus menangkap wanita itu dengan mengeluarkan dua kali lipat dari sebelumnya. Hanya saja demi mendapatkan Lusi dan demi keadilan yang