Aldo langsung mengambil kembali ponselnya dari tangan Raka. Dia masih terlihat wibawa. Bagaimanapun Aldo tidak boleh membuka identitas bosnya sebelum Mila bisa dibawa. "Ada apa ini sebenarnya? Kenapa Anda mencari istri saya? Memang apa yang sudah dilakukan istri saya dan apa hubungannya pula dengan pria bernama David itu?" tanya Raka akhirnya memilih untuk membuka suara, karena dia benar-benar tidak mengerti sebenarnya apa yang terjadi. Lagi pula Mila dari tadi hanya diam saja, tak menjelaskan apa pun. Tentu saja Raka harus lebih tahu lagi tentang asal usul David. Bukannya menjawab, Aldo malah terkekeh. Dia menggelengkan kepala lalu melihat kedua orang ini secara pergantian.Sementara dari tadi Maura memilih untuk bersembunyi di balik rak-rak butik, karena dia tidak mau sampai Raka maupun Mila mengetahui kalau dirinyalah yang membuat Aldo datang ke sini. "Kenapa Anda bertanya kepada saya? Coba tanyakan kepada istri Anda. Apa hubungan dia dengan bos saya di masa lalu."Mendengar i
Mira yang baru saja fokus pada pekerjaannya kembali terganggu. Dia sampai berdecak keras, sementara Raka yang dari tadi masih berdiri pun menoleh. Dia tidak berbicara apa-apa, karena terlalu syok dengan apa yang dikatakan oleh Mila.Harga dirinya sebagai laki-laki dan suami merasa diinjak-injak. Dia seperti tidak punya wibawa sama sekali di depan Mila."Ya, siapa?!" tanya Mila dengan nada tinggi."Ini, Bu. Saya, Imel. Ada yang cari Ibu di luar, katanya mau bertemu dengan pemilik butik ini," ujar Imel, masih berusaha untuk menyatakan perasaan biasa saja. Dia tidak memperlihatkan kalau dirinya juga takut akan kejadian ini. Tentu saja, bagaimana kalau Imel benar-benar terseret dan akan merugikan dirinya sendiri?"Siapa, sih? Kalau orang yang gak penting, bilang saja aku lagi sibuk," ucap wanita itu, masih juga tidak beranjak dari tempat duduknya. Imel menggigit bibir bawah. Kenapa sulit sekali membuat bosnya keluar? Padahal hari ini adalah momen yang paling tepat. Dia akan mewujudkan k
Raka terdiam. Kali ini semua yang dikatakan oleh Mira benar. Kalau dia tidak punya pekerjaan, apalagi anak itu masih bayi. Pasti masih membutuhkan kasih sayang seorang Ibu, membutuhkan ASI dari ibunya. Sementara dia tidak bisa memberikan susu formula hanya dengan menjadi pria pengangguran, tetapi tentu saja sebenarnya dia bisa menggunakan haknya sebagai suami Winda.Raka bisa mengelola supermarket Winda. Tetapi dia juga tidak bisa memberitahu identitas Winda yang sebenarnya sebagai istri kedua kepada publik. Seperti simalakama untuk Raka. Dia terdiam, membuat Mila tersenyum sinis. Dia sampai mengusap air matanya dengan kasar, lalu melipat tangan di depan dada."Kamu diam, kan, Mas? Aku sudah bilang berkali-kali jangan pernah macam-macam kepadaku. Ingat! Uang itu punya kekuasaan yang luas. Kamu tidak punya apa-apa, kamu juga tidak bisa apa-apa. Jadi, jangan macam-macam kepadaku! Sekarang sebaiknya jadilah suami yang baik, agar kamu bisa melihat anakmu ini. Paham?" Mila tiba-tiba saja
"Kamu sekarang tega mengatakan hal seperti itu kepadaku, Mas? Apa kamu tidak mau punya anak dariku? Kamu tidak mengakui anak ini?" tanya Mila malah mengelantur ke mana-mana, membuat Raka kesal. "Mila, kalau aku tidak mengakui anak ini, sudah ketinggalan kamu dari dulu. Kamu pikir aku betah berlama-lama denganmu? Aku benar-benar tidak betah hidup denganmu. Dulu kamu memang baik dan sangat membuatku nyaman, tapi sekarang tidak. Mungkin sekarang kamu memperlihatkan bagaimana kelakuanmu yang sebenarnya. Aku benar-benar menyesal karena sudah selingkuh dari Lusi. Kalau saja waktu bisa diulang, aku tidak akan pernah menerimamu sebagai teman Lusi. Bahkan aku akan melarang Lusi untuk mengasihimu hidup di sini. Kamu harusnya tahu diri! Masih untung aku mau menikah denganmu, itu pun karena anak itu. Kalau saja kamu tidak hamil, sudah kutinggalkan kamu seperti dulu." Mila sudah bercucuran air mata, tetapi tidak terisak. Dia tak mengeluarkan suara, takut kalau karyawannya mendengar apa yang seda
Tak lama kemudian, Raka pun datang. Dia langsung masuk ke butik dengan wajah serius. Imel yang memang belum terlalu akrab dengan Raka pun hanya bisa terdiam dan menunduk saat pria itu masuk ke ruangan Mila. Sebenarnya Imel juga ingin masuk, tapi takut malah menjadi masalah dan akhirnya gadis itu hanya bisa berdiri di depan pintu lagi, memastikan kalau Mila tidak ke mana-mana.Melihat kedatangan suaminya, Mila langsung tersenyum. Dia sampai menghentikan aktivitasnya sendiri. Mila berdiri dengan senyuman merekah, sementara Raka langsung melihat istrinya dengan sinis. Dia tiba-tiba saja memegang lengan Mila dan menariknya. Keduanya saling berhadapan. Pria itu meneliti penampilan Mila, fokus pada perut Mila yang masih membuncit. Saat itu juga Raka langsung bernapas lega. Ternyata anaknya baik-baik saja. Mila yang awalnya tidak paham dengan gerak-gerik suaminya pun langsung terlihat sedih. Ternyata Raka datang ke sana untuk memastikan kalau bayinya baik-baik saja. "Untunglah anak kita
Maura menggunakan taksi untuk pergi ke butik Mila. Selama di perjalanan, dia juga menelepon Raka, berharap kalau pria itu tahu apa yang akan terjadi kepada istrinya.Tak butuh waktu lama sampai Raka menerima telepon dari Maura. Sebenarnya, pria itu enggan untuk berbicara dengan Maura. Takut malah jadi pelampiasan emosi karena masalahnya dengan Mila. Tetapi entah untuk ke berapa kalinya Maura menelepon dari kemarin. Jadi, mungkin memang ada hal yang penting sampai wanita itu terus meneleponnya."Halo?" "Syukurlah. Akhirnya Mas Raka menerima telepon dariku.""Memangnya ada apa?""Mas, mau ke butik nggak hari ini?" "Ya, memangnya kenapa? Kamu di mana?" "Aku juga mau ke butik. Ada hal yang perlu Mas tahu dan ini adalah kejutan yang besar untuk Mas Raka."Raka sampai menautkan kedua alis tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh wanita itu."Baiklah, kita bertemu di sana," ucap Raka memilih untuk langsung mematikan ponsel, karena dia tidak mau banyak berbicara.Hatinya benar-benar s