Share

Bab 8. Pengganti Ayah

Author: Nisa Khair
last update Last Updated: 2023-04-10 16:42:41

Suara televisi masih terdengar ketika aku sampai di rumah. Mas Rudy masih terjaga rupanya.

"Baru pulang, Ra?" sapanya, yang kujawab dengan anggukan, lalu meraih punggung tangannya untuk kukecup.

Ibu berada tak jauh dari ia duduk, sudah terlelap dengan posisi miring menghadap anak lelakinya. Ibu menggunakan kedua tangan sebagai bantalan.

Semenjak Mas Rudy di rumah, sepertinya ibu lebih sering tertidur di sini. Nampaknya beliau tak mau jauh dari anak sulungnya. Semoga saja Mas Rudy mengerti, kalau kondisi kesehatan ibu membaik sejak ia berada di rumah.

Kukecup pelan kening ibu, takut membangunkan. Kubetulkan selimutnya hingga ke leher. Salma segera menghambur ke luar kamar tak lama kemudian.

"Mana pesananku, Mbak?" sambutnya, lalu ikut bergabung di ruang tengah. Kuulurkan martabak bertabur keju kesukaannya. Ia menyambutnya dengan senyuman lebar, lalu mengucapkan terima kasih.

Bibirku melengkungkan senyum melihat ia menikmati dengan lahap. Mas Rudy ikut mencomot sepotong.

"Aku masuk dulu ya, Mas, Dek," pamitku pada keduanya.

"Nggak ikut makan dulu, Mbak?"

"Enggak, Dek, Mbak udah makan kok, tadi. Masih kenyang. Makasih, ya," jawabku.

"Kebalik, Mbak. Aku yang makasih, udah dibeliin," jawab Salma, lalu terkekeh pelan.

Aku mengangguk, lantas menuju ke kamar meletakkan tas. Segera kuraih handuk dan membersihkan diri.

"Jangan suka mandi malam, to, Dek. Bisa rematik, kamu."

Sontak aku menoleh, rupanya Mas Rudy mengikuti.

"Mudahan enggak ya, Mas. Badanku lengket, nggak bisa tidur nanti kalau nggak mandi," jawabku sambil mengeringkan rambut.

"Ya udah. Terserah kamu. Eh, ini bikin kopi juga? Bukannya ini bikin asam lambung naik?"

Mar Rudy melihatku dan kopi yang baru saja kuseduh bergantian. Belakangan ini ia memang bicara lebih banyak padaku.

"Biar nyenyak ini nanti tidurnya, Mas. Mas Rudy mau?"

"Enggak usah, tadi udah bikin, kok. Lagian kamu ada-ada saja, masa minum kopi bikin tidur nyenyak, bukannya bikin melek?"

"Ya, itu kan sugesti aja, Mas. Mau ngopi berapa banyak kalau udah ngantuk ya tetep aja tidur," jawabku, lalu menyeruput pelan kopi yang mulai hangat.

Aku tau kalau ini memang salah satu pemicu penyakitku tak kunjung sembuh. Hanya saja, aku belum bisa meninggalkan minuman berwarna hitam ini.

"Di luar sana, tetangga mulai ramai membicarakan kamu, membicarakan keluarga kita," ujar Mas Rudy, lalu menghela napas panjang.

Mendengarnya, rasa bersalah hadir begitu saja, sebab telah membuat keluargaku menjadi buah bibir. Memang sejak kedatangan keluarga Mas Damar, kurasakan tatapan yang berbeda saat bertemu dengan tetangga kiri kanan.

Ya, meski bertemunya hanya sesekali saat aku ke luar rumah, tetap saja tatapan berbeda yang kudapat. Terlebih lagi dengan kedatangan Lila dan Mas Damar pagi itu.

Meski aku berusaha bodo amat, tapi, bagaimana dengan Ibu dan adikku yang terkena imbasnya? Apa mungkin ini yang dimaksud Mas Rudy bahwa aku sudah bikin malu?

"Apa sebab itu kamu selalu pulang malam belakangan ini?" tanya Mas Rudy kemudian.

Aku tersentak mendengar penuturannya. Tatapan kamu beradu. Mas Rudy tengah memperhatikan rupanya. Apa ini wujud perhatian seorang kakak laki-laki pada adik perempuannya?

"Eh, enggak juga, Mas. Emang lagi banyak kerjaan kok, di sana," jawabku apa adanya.

Ya, di tempat kerja yang sedang ramai itu aku merasa lebih nyaman, selain teman-teman yang ramah, aku juga bisa belajar sedikit-sedikit. Siapa tau saja, suatu saat aku bisa punya percetakan sendiri, jadi nabung ilmu dulu dari para ahli di sana.

"Ya sudah, istirahat ya," pungkas Mas Rudy.

Aku mengangguk, lalu teringat sesuatu.

"Mas," panggilku ragu.

"Ya? Ada apa, Ra?"

"Apa kamu akan pergi lagi setelah ini? Apa kamu malu punya adik yang gagal menikah dan jadi perbincangan tetangga?"

Mas Rudy membeliakkan mata mendengar pertanyaanku. Ia beranjak mendekat, lalu kedua tangannya memegang bahuku. Aku menunggu ia akan melakukan apa.

Ia menatapku intens, lalu berkata, "Tidak, Ra. Maafkan Mas, ya. Mas nggak akan ke mana-mana lagi," jawabnya dengan suara tercekat.

Aku mengangguk-anggukkan kepala.

"Syukurlah ... . Rumah ini butuh sosok laki-laki pengganti ayah, dan itu kamu, Mas."

Aku pamit ke kamar, meninggalkan Mas Rudy yang termangu di dapur. Baru saja badan ini bertemu kasur, ponselku telah menjerit tak sabar. Kuraih benda pipih itu dengan malas. Berbicara di telepon selalu kuhindari, sebab seringkali kepalaku sakit setelahnya.

Sebuah nomer asing tanpa nama, tertera di sana. Alih-alih segera memencet tombol bergambar gagang telepon, aku justru sibuk menimang dan menimbang, diterima atau tidak.

Panggilan itu pun berakhir, lantas perlahan layar ponsel mulai meredup. Detik ketiga, ponsel kembali berpendar, menampilkan panggilan dari nomer yang sama.

"Nadira, ini aku, Kaniar," suara di seberang telepon terdengar tak sabar.

Aku tersenyum mendengar nama itu disebut, juga suara khasnya, lalu terkekeh pelan. Terbayang wajahnya yang seputih pualam dengan rambut lurus sebahu. Ia pernah satu kos denganku, pasti tau kebiasaanku yang hampir selalu menolak panggilan dari nomer asing.

Ia sendiri pernah kena hipnotis karena menerima telepon dari nomer tak bernama, hingga membeli pulsa ke banyak nomer. Lima ratus ribu bukan jumlah yang sedikit untuk anak kos, kan? Hal ini juga yang membuatku berhati-hati menerima telepon dari nomer tak dikenal.

"Oh … kamu, Mbak. Gimana kabarnya?" sapaku kemudian.

"Baik. Temanku lagi nyari orang, nih," jawabnya tanpa basa-basi.

"Nyari orang buat apa?" tanyaku bingung.

"Buat ngejalanin mesin."

"Ngejalanin mesin?"

"Iya," ucap Mbak Kaniar yakin, "Jadi, dia jual mesin sekalian sama orangnya."

"Hah?"

.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Ending 2

    "Aduh, nyumbang kok, terus!"Zahra meletakkan tas yang tadi dibawa ke rumah tetangga yang punya hajat menikahkan anaknya. Melepaskan kerudung, menyalakan kipas angin, Zahra merebahkan badan sambil memejamkan mata."Besok masih ada Aji, khitanan dia, sama Bulek Rumi nikahkan anaknya. Beras kayaknya tinggal sedikit, ya, Mas?" tanya Zahra yang kembali membuka mata.Rudy menatap karung beras yang isinya tinggal satu takaran untuk memasak nasi. Lelaki itu menghela napas lelah. Belum satu Minggu beras seberat dua puluh lima kilo itu dibeli untuk konsumsi sendiri. Namun, banyaknya hajatan di desa tersebut, membuat stok beras yang cukup untuk satu bulan itu hanya bertahan beberapa hari.Melihat toko sembako yang dirintis sejak lima tahun yang lalu, hati lelaki itu kian nelangsa. Tidak ada perkembangan berarti pada toko tersebut. Pembeli memang ada, tapi pengeluaran tidak sebanding dengan besarnya pemasukan.Lelaki itu tidak habis mengerti, ke man

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Ending

    Lila tidak pernah menyangka bahwa keputusan orang tuanya adalah mutlak. Nama orang tua yang tercoreng akibat perbuatannya yang viral di sosial media, membuat semua fasilitas dicabut paksa.Wanita itu mulai kelimpungan sebab tak biasa hidup sederhana. Jatah uang jajan yang berkurang drastis, tak mampu menyokong gaya hidupnya. Beberapa barang mewah yang pernah didapat dari Rendi berusaha dia jual. Namun, lagi-lagi kecewa harus dirasakan. Perhiasan bertabur berlian, tas mewah, sepatu bermerk, semua adalah barang KW. Otomatis tidak bisa dijual dengan harga tinggi.Kata makian kembali terlontar berulang kali. Namun, hal itu tidak bisa mengubah apa pun. Terlebih ketika dia akhirnya menemui Rendi, lelaki itu justru mengatakan kalau Lila bisa mendapatkan semua barang branded yang dipilih dari outlet resmi sesukanya, yakni dengan menukar Sahara untuk dirawat dan dibesarkan bersama kekasihnya di luar negeri."Masa depan anak itu akan terjamin. Kamu bebas menjadi wan

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Jelang Ending 2

    "Mohon maaf, Mbak. Apa ada kartu yang lain? Kartu ini tidak dapat digunakan," ucap petugas kasir membuat Lila melotot."Masa nggak bisa, sih? Saldonya masih banyak, loh?" jawab Lila mulai gusar. Diberikan sebuah kartu lain, hasilnya sama saja."Atau bisa dibayar dengan uang cash saja," pinta petugas kasih dengan sopan. Meskipun demikian, perempuan muda itu merasa tak enak hati saat melihat antrian yang masih mengular."Saya nggak bawa uang cash, Mbak," jawab Lila mulai kesal. "Sebentar saya telpon dulu, ya," ijinnya yang diiyakan oleh wanita dengan name tag Almira."Biar saya yang bayar."Sebuah suara yang dirasa tak asing, membuat Lila mengurungkan niat menelpon orang tuanya. Kedua matanya melotot melihat lelaki yang tempo hari mengaku istri kekasihnya.."Gue nggak butuh dikasihani!" seru Lila dengan ketus, saat Audrey memaksa membayar dan membawa belanjaannya. "Kau akan menyusahkan kasir kalau sampai batal membeli. Dia harus bayar itu semua yang sudah discan. Iya kalau dia punya du

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Jelang Ending

    Beberapa saat sebelumnya ...."Kamu apa nggak kangen anakmu, Nang?" tanya Bu Astuti pada Rudy yang duduk di teras ditemani rokok dan segelas kopi pahit."Kangen, Bu," jawab Rudy tanpa menoleh pada sang ibu. Asap kembali ia kepulkan ke udara.Bu Astuti menatap anaknya dengan pandangan iba. Semenjak tinggal berdua dengan ibunya saja, Rudy lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah. Toko sembako yang baru dirintis itu, hanya dibuka saat malam, tepatnya lewat Magrib hingga kantuk datang. Tidak menentu.Seperti sekarang, Rudy istirahat dari lelahnya beraktivitas di sawah sambil menunggu pembeli. Bu Astuti ikut duduk di samping anaknya yang terlihat lelah. "Kenapa, Bu? Ibu mau ketemu cucu ibu?" tanya Rudy kemudian. Bu Astuti ingin mengangguk, tapi, kepalanya justru menggeleng. Rasa rindu itu sudah demikian besar. Pun ingin tahu bagaimana kabar sang cucu pasca cedera tulang ekor hari itu. Hanya saja, melihat Rudy yang nyaris tak pernah membahas istri dan anaknya, membuat wanita paruh bay

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 61A

    Zahra terus menyalahkan Nadira atas sakit yang diderita anaknya. Jatuh dengan posisi terduduk itu rupanya membuat cedera pada tulang ekor Rayyan. Meskipun tidak sampai patah seperti yang dikhawatirkan sebelumnya, tetap saja membatasi kegiatan Rayyan, hingga bocah itu kerap rewel jika merasa bosan, sebab tidak bisa bebas beraktivitas seperti sediakala.Kedua orang tua Zahra ikut menyalahkan Nadira atas kejadian yang membuat cucunya cedera. Menurut mereka, kejadian itu tidak pernah terjadi sebelumnya, baik di rumah orang tua Rudy, maupun di rumah mereka saat Rayyan berkunjung.Sebagai cucu pertama dan kesayangan, nyaris semua perhatian tertumpah ruah pada anak itu. Nadira tidak heran sebab sudah berulang kali terjadi, jika ada sesuatu yang terjadi pada Rayyan, maka orang lain lah yang akan dikambinghitamkan, sementara Rayyan tersenyum penuh kemenangan.Tidak tahan lagi dengan makian yang didapat dari keluarga kakak iparnya, maka Nadira sepakat dengan Fajar untuk menunjukkan bukti rekama

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 60C

    Di tempat lain ….Damar memandangi layar ponselnya dengan jengah. Rentetan pesan dan panggilan dari Lila sengaja ia abaikan. Dari sekilas pesan yang terbaca saat muncul di pop up, ia tahu kalau Lila kalang kabut sebab kepergiannya dengan Sahara. Tentu saja Damar mengerti kegelisahan wanita yang telah empat tahun terakhir membersamai hidupnya.Lila pernah bercerita, bahwa hibah harta dari Pak Wirya dan Bu Marta kemungkinan besar akan ditunda, atau justru dibatalkan, jika sampai terjadi hal buruk dalam pernikahannya. Damar tidak peduli sama sekali. Baginya, jika itu berkaitan dengan harta orang tua Lila, dia tidak mau ikut campur. Toh, selama ini dia juga terus menerus disebut tidak berguna sebagai seorang suami, meski telah berusaha maksimal untuk mengelola lahan yang menghasilkan puluhan kwintal bawang merah.Sempat terlintas keinginan untuk menggugat Lila dengan tuduhan penipuan pernikahan. Namun, dirasa hanya buang waktu dan tenaga, i

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status