Share

Dua

Setelah melihat isi kulkas kosong, aku hanya memasakan nasi goreng untuk Mas Reno. Memanfaatkan nasi dan telur yang ada untuk makan. Aku menghela napas panjang setelah hari ini mengeluarkan selembar uang untuk Ibu mertua.

Bukan aku hitung-hitungan, tapi akhir bulan seperti ini sangat berharga untuk tambahan ongkos dan uang makan. Belum lagi kemarin Mas  Reno meminta uang pulsa. Argh ... aku semakin gila.

"Ini, Mas. Hanya ada nasi dan telur, jadi aku buat nasi goreng saja."

"Telurnya nggak di dadar, De? Mana enak di orek-orek telurnya. Kamu gimana, De?"

"Loh, kalau di dadar, aku makan apa, Mas? Kan, lumayan untuk dua porsi," ucapku sambil melahap nasi goreng. 

Mas Reno membanting piring, lalu bangkit dari duduknya. 

"Mas, mau ke mana?" tanyaku cepat.

Mas Reno yang sudah berada di ambang pintu menoleh kepadaku. 

"Mau ke rumah Ibu, dari pada makan masakan kamu, kalau di sana apa aja dituruti."

Aku mengernyitkan dahi, apa aku tidak salah dengar? Bukannya tadi ibunya minta uang padaku buat beli beras? Sama saja uangnya dari aku, ini aku yang bodoh, apa suamiku yang mulai banyak maunya.

Aku capek memikirkannya, lebih baik menghabiskan dua piring nasi goreng. Sayang, mubazir kalau tidak di makan. Dari pada aku diamkan, nanti dingin.

Setengah jam habis makan, aku melakukan aktivitas rutin. Seperti Ibu mertua bilang, gosok saja sendiri dari pada bayar orang. Memang, ada benarnya juga untuk kali ini. Uangnya bisa kusisihkan kalau ada keperluan mendadak.

Aku pikir selama menikah, dia selalu menyisihkan uang untuk di tabung. Padahal semua kebutuhan rumah aku yang biayai. Sementara, Mas Reno bilang uangnya untuk di tabung dan biaya kuliah adiknya. 

Ya, aku percaya saat semua terjadi begitu saja. Bahkan, bulan pertama dia di rumahkan, aku bertanya tentang tabungan yang selama ini dia tabung, hasilnya nihil. 

ATM dipergunakan hanya untuk menerima gaji, setelah itu kosong kembali. Untuk ke sekian kali, dia berhasil menenangkan aku lagi.

Suara motor Mas Reno terdengar terparkir di halaman rumah. Aku tersentak kaget melihat dia sudah berada di hadapanku.

"Nasi goreng tadi mana?"

Nasi goreng? Setelah setengah jam dia ke luar, dan datang hanya untuk bertanya tentang nasi goreng? Luar biasa kelakuan suamiku.

"Habis sama aku," jawabku sembari melipat baju.

"Punyaku, bukan punyamu?"

"Iya, dua-duanya sudah kumakan habis. Katamu sudah tak mau."

Mas Reno membanting pintu saat ke luar dari kamar. Lucu sekali dia, datang-datang menanyakan nasi yang tak dia inginkan. Seperti mantan yang terbuang, setelah cantik akan diakui.

---Chew Vha---

Selesai gosok, sengaja aku tiduran melepas lelah di pinggang dan hati. Belum juga rebahan lama, suara gaduh terdengar begitu nyata. Aku bangkit bergegas melihat ada apa di luar. 

"Astaga Rena, kamu ngapain bawa teman-teman kamu ke rumah Mba?"

"Tadi aku sudah izin sama Mas Reno, mau belajar kelompok lagi."

Dengan tidak sopan dia bersama teman-temannya mulai berisik. Astaga, itu bukannya laptop Mas Reno? Apa Rena juga meminjam pada suamiku?

"Ren, kenapa nggak di rumah kamu belajarnya?"

"Mba ini gimana, rumah aku kecil. Lagi pula ibu suka marah kalau berisik. Di rumah juga nggak ada makanan. Beda sama di sini, rumah bagus banyak makanan pula."

Benar-benar bikin sakit kepala mendengar ucapan adik iparku. Ini sungguhan wajah asli mereka? Apa selama ini gaji suamiku memang dialirkan ke mereka? Dengan alasan menabung, aku sama sekali tak diberikan jatah hak aku sebagai seorang istri?

Aku teringat saat pertama menikah dengan Mas Reno. Saat mengherankan setelah gajian kami.

"Kamu, kan, kerja, Wid. Gini aja biar enak, gaji kamu buat kebutuhan dapur dan lain-lain. Sementara, gaji aku ditabung untuk nanti kita punya anak. Lagi pula aku masih biayai adikku."

"Maksud Mas, aku sama sekali nggak dapat uang belanja atau apa gitu?"

"Iya. Kan, uang tabungan juga buat kita nanti."

Bener juga kata Mas Reno. Mungkin maksudnya kalau kita punya anak, bisa buat kebutuhan lahiran dan pendidikan. Aku menurut saja kalau demi kebaikan.

Suara gelas pecah membuyarkan lamunanku. Aku cepat menghampiri Rena. Ya Allah ... rumahku seperti kapal pecah. Mereka belajar kelompok kenapa seperti pesta makanan. Gelas kesayangan aku pecah. 

"Ya ampun, Ren. Kenapa pakai gelas kesayangan Mba? Ini, kan oleh-oleh dari teman Mba."

"Nanti Rena ganti. Cari di pasar juga banyak, kok. Nggak usah lebai Mbak."

Kepalaku benar-benar pusing dengan kelakuan adik iparku. Lebih baik aku mencari Mas Reno, untuk penjelasan kelakuan Rena.

Aku melangkah ke kamar, apa yang kudapat? Mas Reno asyik dengan gamenya. Sementara, aku sudah pusing dengan rumah tangga sendiri dan kini terecok oleh keluarga suamiku.

"Mas, kenapa kamu izin in adik kamu belajar kelompok di rumah kita?"

"Biar aja. Di rumah ibu, kan, sempit."

Mas Reno menjawab tanpa menoleh padaku. Dia sibuk dengan ponsel yang di genggamnya. Aku seperti bicara dengan patung.

Ternyata bicara dengan suamiku tak membuat aku lebih baik, malah  semakin pening kepala ini. Dia sibuk dengan gamenya sambil berteriak jika menang. 

"Mas, tolong hargai aku! Aku istri kamu, bilang sama adikmu jangan seenaknya di rumahku!" Sengaja aku meninggikan suara agar terdengar adiknya. 

Untuk apa berpura-pura baik kalau mereka semakin menginjak-injak harga diri aku. Mas Reno menghentikan aktivitas bermain ponsel. 

Sepertinya dia marah padaku, Mas Reno mencengkeram lenganku. Apa yang akan dia lakukan?

"Ini rumah aku juga, aku suami kamu dan adikku juga berhak melakukan apa pun di sini!"

Aku menggigit bibir mendengar penuturan hebat dari suamiku. Enak saja dia mengklaim ini rumahnya. Sudah jelas ini rumah pemberian almarhum orang tuaku, bukan darinya.

"Tapi setidaknya mereka menghormati aku, Mas."

"Alah, kamu baik di luar aja. Saat mereka nggak ada, kamu baru marah-marah. Jangan pelit jadi orang, rezeki nggak ke mana."

Aku menghela napas, masih bisa dia bicara tentang rezeki. Sementara, dia tak ada niatan menjemput rezeki. Bagaimana aku tak pusing dengan keadaan seperti ini?

Apa ini yang namanya kuhidupi suamiku dan keluarganya? Benar kata temanku jika aku memang sangat bodoh.

---Chew Vha---

Komen (2)
goodnovel comment avatar
syamsinar 70
lama2 baca ini cerita, asam lambung naik
goodnovel comment avatar
Dyah Safitri
jadi isyri jangan gob... 2 amat mbak. suami mokondo d buang aja. tph rumah warisan jd tidak ada hak suami.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status