Share

Kuikuti suamiku dengan GPS
Kuikuti suamiku dengan GPS
Author: Sulaika Pulungan

Curiga

***

Kulihat pakaian mulai menggunung, kerena takut meletus, segera kudekati tumpukan baju tersebut dan tanganku mulai mulai merogohi sakunya. Saat memeriksa semua saku pakaian memastikan tidak ada uang, flashdisk dan yang lainnya yang biasanya sering tercuci.

Sekarang tanganku mulai memeriksa saku kemeja putih Mas Arga, begitu membalik baju itu, ada warna merah di tangan bajunya seprti lipstik, keningku mulai menyergit sesekali tanganku mengusap-usap warna itu.

Rasa curigaku muncul, aku langsung ke meja riasku memastikan warna lipstik tersebut, namun aku sama sekali tidak punya lipstik warna merah, aku hanya punya dua lipstik warna pink dan orange.

'Lipstik siapa ini?' batinku mulai bertanya-tanya, kurogoh saku kemejanya dan kudapati tisu basah, tapi anehnya lengket ke baju membuatku jijik.

"Sejak kapan Mas Arga mempunyai tisu basah dan ini apa? Kok lengket," gumamku bertanya-tanya.

"Mungkin Mas Arga pilek kali," lanjutku berusaha berprasangka baik pada suamiku selama 7 tahun ini.

***

Dua hari kemudian, suamiku pulang dinas. Aku dan anak-anakku sedang menunggunya di teras untuk menyambutnya.

Tidak berapa lama kemudian, mobil masuk ke pekarangan rumah. Begitu ia keluar dari dalam mobil, anak-anak langsung berlarian memeluknya.

"Ayah punya hadiah untuk kalian berdua," ucapnya lalu memberikan kotak berisi mainan pada mereka berdua, membuat Hana dan Dani sangat girang sambil melompat-lompat.

Aku langsung menghampirinya dan menyalam tangannya, ia mencium keningku lalu memelukku. Saat aku berada dalam pelukannya ada yang aneh dari biasanya, tercium jelas olehku aroma parfum yang dia pakai seperti wangi parfum perempuan. 

Apa Mas Arga salah pilih parfum? Ku rasa hidungnya masih bisa membedakan parfum perempuan dan laki-laki. Tapi, kali ini malah seperti ini, kecurigaan keduaku setelah tisu basah dan noda merah di kemejanya.

'Awas kau Mas, sepertinya aku akan jadi detektif gratis untukmu,' batinku dalam pelukannya sambil kuelus-elus perut atletisnya itu.

Aku melepas pelukannya, ingin rasanya kutanyakan banyak hal padanya, namun kuurungkan niatku kala melihat dia sangat lelah.

"Kamu kangen ya sama Mas, tapi Mas capek banget, malam aja ya," bisiknya menggoda di telingaku, aku hanya mengangguk membiarkannya istirahat.

Aku mengambil tas di tangannya karena aku tahu itu isinya pakaian kotor, langsung ku bawa ke kamar mandi dan kukeluarkan semuanya, lagi-lagi aku menemukan lipstik merah, tapi kali ini di kaos kesayangannya, kusipitkan mataku kerena melihat warna yang sama lagi.

'Kamu mulai main-main dengan ku Mas, kita lihat saja siapa yang akan menang,' hatiku mulai memanas. Setalah selesai menyuci pakaiannya aku langsung ke kamar, kulihat ia sudah tidur dengan nyenyak.

Kuambil gawainya yang ditaruh di dekatnya, mungkin dia takut aku mengetahui isinya, sampai-sampai tidur pun di bawa, nggak sekalian ini ponsel di ikat di lehermu saja, Mas.

Aku membawanya keluar kamar, kulihat anak-anak sedang asik bermain dengan maianan mereka. Aku duduk di samping mereka lalu membuka youtube bagaiamana cara menghubungkan ponsel suamiku ke ponselku.

Kutemukan dua cara, yang pertama dengan memasang w******p web dan yang kedua pakai gps untuk melacak perjalanannya, bibirku tersenyum licik.

Kupakai kedua cara tersebut, setelah terhubung ke kembalikan ponsel ke tempat semulanya di dekat guling.

Saat aku keluar, tiba-tiba ada pesan masuk di ponselku, segera kubuka ternyata dari perempuan, suamiku memberi nama Mita chubby, seketika keningku menyergit membaca nama itu.

Ingin rasanya kuganti nama itu menjadi Mita gendut, tapi sudahlah demi misi aku harus serba kuat. Ku buka pesannya.

[Sayang besok kita ke mall ya, bosen tau kita si hotel terus, aku pengen refreshing, setelahnya aku bakalan nurutin semua keinginan kamu, tapi jangan lupa pakai pengaman] tulisnya di sertai emot love.

Entah apa yang terjadi padaku, mataku mulai memanas membacanya, sudah berapa lama mereka selingkuh? Sudah berapa kali mereka ke hotel? Apa yang mereka lakukan? Pertanyaan itu muncul di kepalaku dan aku yakin akan selalu menghantuiku.

"Belum apa-apa, nangis. Ini masih awal, Hanin," gumamku lalu menghapus air mataku dengan kasar.

'Liat aja kamu, Mas,' batinku, aku merasa hatiku sekarang aku sudah seperti singa mengamuk.

Keesokan harinya; Mas Arga berangkat kerja seperti biasanya. Setelah ia pergi langsung ku buka ponselku mencari tahu kemana dia sebenarnya. Awalnya kulihat masih di lokasi kantor, tapi sekitar jam 10 sudah menuju mall.

"Sayang kita jalan-jalan ke pantai, yuk," rengek Mita sambil bergelayut manja di tangan Mas Arga, sedangkan Mas Arga yang melihat itu langsung gemas dan mencubit pipi Mita.

"Apa sih sayang yang nggak buat kamu, apapun yang kamu inginkan, aku siap," jawab Mas Arga dengan romantis lalu mereka keluar dari mall.

Tanpa membuang waktu, Mas Arga dan Mita langsung meluncur ke Pantai terdekat, sepanjang jalan Mita begitu senang sambil bergelayut manja di tangan Mas Arga.

Segera kupinjam mobil sahabatku Sinta dan kubawa anak-anakku, sebenarnya aku tidak sepolos yang Mas Arga pikiran, hanya saja di depannya aku selalu bertingkah polos. Kuikuti mereka dengan gps, aku melihat arah tujuannya ke pantai.

"Bunda kita mau kemana?" tanya Hana putri sulungku.

"Kita mau kepantai sayang, kita liburan," jawabku girang membuat Hana dan Dani bersorak riang. Karena mobilku di belakang otomatis mereka duluan sampai.

Sampai di pantai,kulihat mereka berdua sedang asyik bermain air sambil tertawa lepas. Air mataku hampir saja terjun, tapi langsung ku tepis cengengku, sekarang bukan waktu yang tepat.

Suami yang selama ini kupercaya tanpa ada keraguan sedikitpun, ternyata sanggup melakukan ini tanpa memikirkanku dan kedua anak-anaknya. Baiklah, kita nikmati permainan ini, Mas.

Kujemput kedua anakku dari dalam mobil dan kubawa mereka ke bibir pantai. Sekarang mereka berdua sedang berlari-lari, tawa riang sambil dorong-dorongan itulah yang mereka lakukan, aku tersenyum melihat mereka, tapi tidak dengan dua sejoli yang lumayan jauh dari kami.

Sengaja aku menghadapkan badanku ke arah mereka, seperti sedang menyaksikan adengan romantis. Bagus sekali akting kalian berdua artis dan aktor India kalah dengan keromantisan kalian yang tiada duanya. 

Begitu Mas Arga menoleh ke samping, kulihat matanya melotot dan sesekali ia memicingkan matanya, mungkin ia merasa matanya mulai katarak sekarang.

Kuperhatikan perempuan yang sedang memegang lengan Mas Arga, aku teringat dengan lipstik yang selalu kutemukan di baju suamiku serta wangi parfumnya yang seperti parfum perempuan.

'Berapa kali sudah kalian melakukan hubungan haram itu?' batinku terus  bertanya-tanya.

"Kenapa, Mas?" tanya Mita.

"Sayang coba lihat kesana, bener nggak itu, Hanin?"  Mas Arga balik bertanya sambil menunjuk ke arahku.

"What! Ngapain istri kucelmu itu kesini sayang?" kesal Mita tidak percaya.

"Aku juga bingung sayang kenapa dia ada di sini juga, sepertinya istri sepolos dia tidak mungkin bisa melacakku," jawab Mas Arga masih bingung dan terus menatapku.

"Bunda disana ada Ayah!" teriak anak bungsuku sambil menunjuk ke arah Mas Arga.

Mata Mas Arga kembali terbelalak melihat kedua anakku yang sedang bermain air sama sepertinya dan pelakor itu, sedangkan aku hanya tersenyum miring padanya seolah-olah mengejeknya.

Mas Arga berjalan ke arahku, terlihat jelas dimatanya memancarkan kemarahan. Sampai di depanku, aku langsung melipat tanganku seperti sedang menantang.

"Apa yang kamu lakukan disini?!" bentaknya, namun sama sekali tidak membuatku kaget atau shock.

"Bermain, aku sedang bermain dengan anak-anakku, Mas," jawabku santai, kulihat rahangnya mengeras mendengar jawabanku.

"Aku tanya sekali lagi, ngapain kamu disini, Hanin?!" suaranya semakin meninggi, kulirik ke arah Mita yang tersenyum puas melihat aku di bentak suamiku, emang dasar pelakor yang diciptakan hanya untuk merusuh rumah tangga orang.

"Ayah jahat, Dek," terdengar jelas olehku Hana berbicara dengan Dani adiknya sambil merangkul pundak Dani.

Aku berjalan lebih dekat ke depan Mas Arga, kudekatkan mulutku ke telinga.

"Jika kamu bermain maka aku bertindak, bukan 'kah itu adil?" bisikku penuh penekanan lalu aku menjauhkan tubuhku darinya.

"Beraninya kau!" bentaknya sambil mengangkat tangannya, jari telunjukku langsung menantang tegas di depan wajahnya.

"Sekali saja kamu kasar kepadaku, maka hilanglah semua warisanmu," ancamku lembut, tapi penuh penekanan. Kulihat ia menurunkan tangannya dengan kasar, tapi sorot matanya tetap tajam.

"Jangan berani mengancamku, Hanin," kali ini nada bicaranya sedikit turun.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status