Share

Bab 2

"Sekarang aku sadar Mas ternyata Ayah dan Ibu mertua telah membuat perjanjian yang bisa menyelamatku dan menjadi titik kelemahanmu," lanjutku dengan nada sinis, tapi kuyakin seribu pertimbangan pasti di otaknya sekarang, biarkan saja rambutmu makin tipis, Mas.

Kulihat raut kekesalan di wajahnya, ia langsung pergi dari hadapanku dan mendekati anak-anak. Tapi, malangnya anak-anak malah lari ke belakangku dan memelukku, anakmu sendiri takut dengan sikapmu yang seperti ini, Ayah macam apa ini.

Aku kembali menyunggingkan senyum sambil geleng-geleng kepala. Kupegang tangan anak-anakku karena kutahu pasti sekarang mereka takut melihat Ayah mereka yang dalam sekejap berubah menjadi monster.

"Yuk, kita pergi ke tempat lain sayang, masih banyak tempat yang harus kita kunjungi," ajakku sambil riang lalu membawa kedua anak-anakku ke dalam mobil, kemudian aku masuk dan mengemudi mobil.

Kulihat ekspresinya masih bingung melihatku yang mengemudi mobil. Sebelum pergi kusempatkan mengklakson mobil di depannya dan Mita karena kulihat Mita mulai mendekatinya.

Jangan kamu pikir enteng Mas, karena selama ini aku hanya menumpang di mobilmu, bukan berarti aku nggak bisa bawa mobil. Jangankan mengemudi mobil, mengobrak-abrik hatimu saja aku bisa, Mas.

PoV Hanin

Aku adalah anak yatim-piatu yang di besarkan di panti asuhan hingga aku menyelesaikan masa belajar SMA, setelahnya aku memutuskan untuk bekerja untuk melanjutkan kuliah.

Tapi sebelumnya Pak Ihsan, yang sekarang sudah menjadi ayah mertuaku, beliau adalah sosok malaikat di kehidupanku selama aku di panti asuhan karena mendiang ayahku sangat akrab dengan Mertuaku sekarang.

Dulu memang Mertuaku ingin membawaku tinggal bersamanya, namun karena ia tahu istrinya tipe orang yang serba salah, jadi ia mengurungkan niatnya, maka dari itu Ayah mertuaku selalu mengunjungiku minimal sekali seminggu di panti asuhan hingga aku keluar dari panti asuhan bahkan biaya kulaihku pun sebagain di bantu sama beliau.

Setelah aku wisuda, aku langsung di terima ngajar di sekolah dasar dan itu sebuah anugerah yang besar dalam hidupku, setidaknya aku tidak luntang-lantung lagi walaupun aku yatim-piatu.

3 tahun aku ngajar, hingga pada suatu hari Pak Ihsan menjodohkanku dengan anaknya yang sekarang sudah sah menjadi suamiku Mas Arga, awalnya aku ingin menolak melihat sikap ibu mertuaku seolah-olah menolakku mentah-mentah.

Ternyata, Mas Arga malah menyukaiku di hari pertama kami dipertemukan oleh ayah Mertuaku, setalah lama aku mempertimbangkan matang-matang, akhirnya kuterima hitung-hitung balas Budi kepad Pak Ihsan.

Sehari setelah kami di nikahkan, ayah mertuaku membuat perjanjian di atas materai, dimana isinya jika Mas Arga berani kasar atau selingkuh maka semua warisannya di jatuhkan padaku jika kami belum memiliki anak, jika kami sudah punya anak maka akan jatuh atas nama anak kami.

Setelah menikah, Mas Arga menyuruhku berhenti bekerja karena takut kelelahan terlebih lagi aku sangat cepat hamil, baru 3 bulan kami menikah aku sudah positif hamil, hal inilah yang membuat Mas Arga memaksaku berhenti bekerja.

Awalnya aku merasa senang karena suamiku sangat peduli dan perhatian, tapi dibalik kesenanganku ada ibu mertua yang selalu menyiksaku dengan kata-kata pedas, ia bahkan memandangku lebih rendah dari sampah semenjak aku berhenti bekerja, tapi itu tidak masalah bagiku karena Mas Arga selalu membelaku.

Semenjak aku berhenti bekerja, aku memang sudah membuat tabungan masa depan, siapa tahu diperlukan suatu saat. Mas Arga tidak tahu tentang tabungan ini, karena ini sisa-sisa belanja bulanan.

7 tahun pernikahan kami langgeng dan romantis, jabatan suamiku juga dinaikkan di kantor otomatis gajinya juga bertambah. Semakin bertambah gaji suamiku, semakin pedas pula omongan ibu mertuaku.

"Taunya minta aja, kamu pikir anakku babumu apa? Cantik nggak, sok alim iya, gadis kampung yang nggak tau di untung," nyinyiran ini sudah makananku yang tidak bisa di lewatkan setiap hari. Karena merasa sudah tidak tahan akhirnya aku mengajak Mas Arga pindah, suamiku menuruti permintaanku dan kami akhirnya pindah.

Sadisnya ibu mertuaku, aku melahirkan sekalipun ia tidak mau mengurusnya sehari pun, tapi untung Mas Arga juga paham dengan sikap ibunya sehingga itu tidak menjadi masalah bagianya.

Hingga sekarang kami sudah di karuniai dua anak, namun akhir-akhir ini ada yang aneh dengan suamiku mulai dari pulangnya suka larut malam. 

Awalnya aku selalu positif thinking kalo dia mungkin sibuk banget, tapi rasa curigaku muncul saat aku menemukan noda lipstik merah di kemejanya dan juga tisu basah.

Ku coba mencari tentang kebenarannya dengan melacak gps dan whatsappnya dan ternyata kecurigaanku benar selama ini.

Beberapa hari yang lalu sebelum aku menemukan noda lipstik itu, aku membawa kedua anak-anakku ke super market untuk membeli stok seminggu dan kebetulan di depan super market tersebut ada rumah makan mewah.

Mataku tidak sengaja menangkap Mas Arga sedang makan bersama dengan cewek, anak-anakku juga melihatnya.

"Bunda itu Ayah sedang makan, kita kesana yuk Bunda, kita ikut makan juga," ajak Hana dan Dani.

"Jangan sayang, Ayah kayaknya lagi rapat masalah pekerjaan di kantor," jawabku menolak permintaan anak-anak. Terlihat jelas raut kecewa dimuka mereka membuat hatiku ikut sedih.

"Gimana kalo kita beli ice cream aja, mau nggak?" tanyaku, mereka berdua langsung mendongak dan mengangguk-angguk gemas.

"Mau Bunda," jawab mereka riang. Segera kutarik tangan-tangan mungil itu masuk ke dalam lalu mencari ice cream untuk mereka.

Hari ini semuanya sudah terbukti, aku sudah melihat mereka langsung dengan mata kepalaku sendiri, ia bahkan berani membentakku di depan anak-anak dan yang lebih parahnya ingin menamparku, semua yang dilakukannya sudah melanggar perjanjian yang tangannya sendiri sudah menandatanganinya di atas materai lagi, tanggung resiko, Mas.

***

Disisi lain, Mas Arga masih bersama Mita. Tapi setelah kepergian Hanin, ia teringat sesuatu yang selama ini tidak pernah ia langgar.

"Kamu kenapa, Mas? Mikirin istri kucelmu itu?" tanya Mita dengan nada tidak suka di bantu dengan sorot mata antagonis dan bibir yang di manyun-manyunkan.

"Nggak, bukan gitu sayang, dulu aku punya perjanjian warisan dengan Ayah saat aku dan Hanin dinikahkan," jawab laki-laki itu jujur, Mita yang mendengar kata warisan matanya langsung berseri-seri.

"Terus-terus, gimana sayang belum dapat, ya?" tanya Mita mulai kepo dengan kekayaan yang dimiliki Arga.

"Belum dapat sayang, apalagi aku melanggar perjanjiannya nggak bakalan dapat," terang Mas Arga membuat Mita langsung menyergit.

"Perjanjian apa?" lanjut Mita semakin kepo, udah kayak penagih utang saja.

"Em … nggak kok sayang, kita pulang sekaramg ya, aku antrein kamu ke rumahmu," ajak Mas Arga lembut dan genit, Mita langsung mencebikkan bibirnya tanda tidak suka.

"Baru juga kita datang, belum sempat menikmati keindahan laut. Lebih lama waktumu melayani istri kucelmu itu, Mas," kesal Mita lalu menghentakkan kakinya ke pasir.

"Aku ngerti kok sekarang kamu pasti marah banget, tapi Aku juga harus memperjuangkan warisan kalo tidak nanti jatuh ke Hanin, kali ini tolong mengerti ya," bujuk Mas Arga. Cukup lama Mas Arga membujuk Mita akhirnya ia mau pulang.

***

Malam hari; Aku dan anak-anak sedang menonton televisi, aku yakin Mas Arga bakalan pulang cepat nggak seperti biasanya yang selalu beralasan lembur.

Benar saja, samar-samar aku mendengar pintu di ketuk. Aku bangkit dari sofa dan bergegas membuka pintu.

"Assalamualaikum," sapanya, aku langsung mengerutkan kening bukannya tadi siang dia marah berapi-api kepadaku dan sekarang apa ini, lembut sekali seolah-olah tidak ada yang terjadi.

"Walaikumsalam," jawabku lalu aku masuk meninggalkannya yang masih membuka sepatunya, tidak biasanya aku seperti ini. 

"Hana, Dani lihat Ayah bawa maninan buat kalian ada Barbie sama mobil-mobilan," ucapnya girang kepada anak-anak. Aku yang melihat itu dari dapur hanya melipat kedua tanganku.

Kulihat tidak ada sorakan riang dari anak-anak, bahkan mereka hanya melihat Mas Arga sekilas lalu kembali fokus menonton film kartun. Melihat tidak ada reaksi anak-anak, ia langsung melihatku yang sedang berdiri melihatnya juga.

Aku tersenyum miring, anak-anak saja mengerti mana yang menyayangi mereka dengan tulus. Ia berjalan mendekatiku, ku tunggu ia mendekat tanpa mengubah posisiku sedikitpun. Aku tahu sekarang pasti ia ingin menyalahkanku lagi, dasar suami egois bisanya cuma nyalahin istri tanpa mau koreksi kesalahannya sedikitpun. Tidak apa-apa Mas, permainan baru saja dimulai.

"Anak-anak kenapa?" pertanyaan bodoh itu akhirnya keluar dari mulutnya, aku langsung menaikkan alisku sebelah.

"Jangan berani mengancamku, Hanin," kali ini nada bicaranya sedikit turun.

"Sekarang aku sadar Mas ternyata Ayah dan Ibu mertua telah membuat perjanjian yang bisa menyelamatku dan menjadi titik kelemahanmu," lanjutku dengan nada sinis, tapi kuyakin seribu pertimbangan pasti di otaknya sekarang, biarkan saja rambutmu makin tipis, Mas.

Kulihat raut kekesalan di wajahnya, ia langsung pergi dari hadapanku dan mendekati anak-anak. Tapi, malangnya anak-anak malah lari ke belakangku dan memelukku, anakmu sendiri takut dengan sikapmu yang seperti ini, Ayah macam apa ini.

Aku kembali menyunggingkan senyum sambil geleng-geleng kepala. Kupegang tangan anak-anakku karena kutahu pasti sekarang mereka takut melihat Ayah mereka yang dalam sekejap berubah menjadi monster.

"Yuk, kita pergi ke tempat lain sayang, masih banyak tempat yang harus kita kunjungi," ajakku sambil riang lalu membawa kedua anak-anakku ke dalam mobil, kemudian aku masuk dan mengemudi mobil.

Kulihat ekspresinya masih bingung melihatku yang mengemudi mobil. Sebelum pergi kusempatkan mengklakson mobil di depannya dan Mita karena kulihat Mita mulai mendekatinya.

Jangan kamu pikir enteng Mas, karena selama ini aku hanya menumpang di mobilmu, bukan berarti aku nggak bisa bawa mobil. Jangankan mengemudi mobil, mengobrak-abrik hatimu saja aku bisa, Mas.

PoV Hanin

Aku adalah anak yatim-piatu yang di besarkan di panti asuhan hingga aku menyelesaikan masa belajar SMA, setelahnya aku memutuskan untuk bekerja untuk melanjutkan kuliah.

Tapi sebelumnya Pak Ihsan, yang sekarang sudah menjadi ayah mertuaku, beliau adalah sosok malaikat di kehidupanku selama aku di panti asuhan karena mendiang ayahku sangat akrab dengan Mertuaku sekarang.

Dulu memang Mertuaku ingin membawaku tinggal bersamanya, namun karena ia tahu istrinya tipe orang yang serba salah, jadi ia mengurungkan niatnya, maka dari itu Ayah mertuaku selalu mengunjungiku minimal sekali seminggu di panti asuhan hingga aku keluar dari panti asuhan bahkan biaya kulaihku pun sebagain di bantu sama beliau.

Setelah aku wisuda, aku langsung di terima ngajar di sekolah dasar dan itu sebuah anugerah yang besar dalam hidupku, setidaknya aku tidak luntang-lantung lagi walaupun aku yatim-piatu.

3 tahun aku ngajar, hingga pada suatu hari Pak Ihsan menjodohkanku dengan anaknya yang sekarang sudah sah menjadi suamiku Mas Arga, awalnya aku ingin menolak melihat sikap ibu mertuaku seolah-olah menolakku mentah-mentah.

Ternyata, Mas Arga malah menyukaiku di hari pertama kami dipertemukan oleh ayah Mertuaku, setalah lama aku mempertimbangkan matang-matang, akhirnya kuterima hitung-hitung balas Budi kepad Pak Ihsan.

Sehari setelah kami di nikahkan, ayah mertuaku membuat perjanjian di atas materai, dimana isinya jika Mas Arga berani kasar atau selingkuh maka semua warisannya di jatuhkan padaku jika kami belum memiliki anak, jika kami sudah punya anak maka akan jatuh atas nama anak kami.

Setelah menikah, Mas Arga menyuruhku berhenti bekerja karena takut kelelahan terlebih lagi aku sangat cepat hamil, baru 3 bulan kami menikah aku sudah positif hamil, hal inilah yang membuat Mas Arga memaksaku berhenti bekerja.

Awalnya aku merasa senang karena suamiku sangat peduli dan perhatian, tapi dibalik kesenanganku ada ibu mertua yang selalu menyiksaku dengan kata-kata pedas, ia bahkan memandangku lebih rendah dari sampah semenjak aku berhenti bekerja, tapi itu tidak masalah bagiku karena Mas Arga selalu membelaku.

Semenjak aku berhenti bekerja, aku memang sudah membuat tabungan masa depan, siapa tahu diperlukan suatu saat. Mas Arga tidak tahu tentang tabungan ini, karena ini sisa-sisa belanja bulanan.

7 tahun pernikahan kami langgeng dan romantis, jabatan suamiku juga dinaikkan di kantor otomatis gajinya juga bertambah. Semakin bertambah gaji suamiku, semakin pedas pula omongan ibu mertuaku.

"Taunya minta aja, kamu pikir anakku babumu apa? Cantik nggak, sok alim iya, gadis kampung yang nggak tau di untung," nyinyiran ini sudah makananku yang tidak bisa di lewatkan setiap hari. Karena merasa sudah tidak tahan akhirnya aku mengajak Mas Arga pindah, suamiku menuruti permintaanku dan kami akhirnya pindah.

Sadisnya ibu mertuaku, aku melahirkan sekalipun ia tidak mau mengurusnya sehari pun, tapi untung Mas Arga juga paham dengan sikap ibunya sehingga itu tidak menjadi masalah bagianya.

Hingga sekarang kami sudah di karuniai dua anak, namun akhir-akhir ini ada yang aneh dengan suamiku mulai dari pulangnya suka larut malam. 

Beberapa hari yang lalu sebelum aku menemukan noda lipstik itu, aku membawa kedua anak-anakku ke super market untuk membeli stok seminggu dan kebetulan di depan super market tersebut ada rumah makan mewah.

Mataku tidak sengaja menangkap Mas Arga sedang makan bersama dengan cewek, anak-anakku juga melihatnya.

"Bunda itu Ayah sedang makan, kita kesana yuk Bunda, kita ikut makan juga," ajak Hana dan Dani.

"Jangan sayang, Ayah kayaknya lagi rapat masalah pekerjaan di kantor," jawabku menolak permintaan anak-anak. Terlihat jelas raut kecewa dimuka mereka membuat hatiku ikut sedih.

"Gimana kalo kita beli ice cream aja, mau nggak?" tanyaku, mereka berdua langsung mendongak dan mengangguk-angguk gemas.

"Mau Bunda," jawab mereka riang. Segera kutarik tangan-tangan mungil itu masuk ke dalam lalu mencari ice cream untuk mereka.

Hari ini semuanya sudah terbukti, aku sudah melihat mereka langsung dengan mata kepalaku sendiri, ia bahkan berani membentakku di depan anak-anak dan yang lebih parahnya ingin menamparku, semua yang dilakukannya sudah melanggar perjanjian yang tangannya sendiri sudah menandatanganinya di atas materai lagi, tanggung resiko, Mas.

***

Disisi lain, Mas Arga masih bersama Mita. Tapi setelah kepergian Hanin, ia teringat sesuatu yang selama ini tidak pernah ia langgar.

"Kamu kenapa, Mas? Mikirin istri kucelmu itu?" tanya Mita dengan nada tidak suka di bantu dengan sorot mata antagonis dan bibir yang di manyun-manyunkan.

"Nggak, bukan gitu sayang, dulu aku punya perjanjian warisan dengan Ayah saat aku dan Hanin dinikahkan," jawab laki-laki itu jujur, Mita yang mendengar kata warisan matanya langsung berseri-seri.

"Terus-terus, gimana sayang belum dapat, ya?" tanya Mita mulai kepo dengan kekayaan yang dimiliki Arga.

"Belum dapat sayang, apalagi aku melanggar perjanjiannya nggak bakalan dapat," terang Mas Arga membuat Mita langsung menyergit.

"Perjanjian apa?" lanjut Mita semakin kepo, udah kayak penagih utang saja.

"Em … nggak kok sayang, kita pulang sekaramg ya, aku antrein kamu ke rumahmu," ajak Mas Arga lembut dan genit, Mita langsung mencebikkan bibirnya tanda tidak suka.

"Baru juga kita datang, belum sempat menikmati keindahan laut. Lebih lama waktumu melayani istri kucelmu itu, Mas," kesal Mita lalu menghentakkan kakinya ke pasir.

"Aku ngerti kok sekarang kamu pasti marah banget, tapi Aku juga harus memperjuangkan warisan kalo tidak nanti jatuh ke Hanin, kali ini tolong mengerti ya," bujuk Mas Arga. Cukup lama Mas Arga membujuk Mita akhirnya ia mau pulang.

***

Malam hari; Aku dan anak-anak sedang menonton televisi, aku yakin Mas Arga bakalan pulang cepat nggak seperti biasanya yang selalu beralasan lembur.

Benar saja, samar-samar aku mendengar pintu di ketuk. Aku bangkit dari sofa dan bergegas membuka pintu.

"Assalamualaikum," sapanya, aku langsung mengerutkan kening bukannya tadi siang dia marah berapi-api kepadaku dan sekarang apa ini, lembut sekali seolah-olah tidak ada yang terjadi.

"Walaikumsalam," jawabku lalu aku masuk meninggalkannya yang masih membuka sepatunya, tidak biasanya aku seperti ini. 

"Hana, Dani lihat Ayah bawa maninan buat kalian ada Barbie sama mobil-mobilan," ucapnya girang kepada anak-anak. Aku yang melihat itu dari dapur hanya melipat kedua tanganku.

Kulihat tidak ada sorakan riang dari anak-anak, bahkan mereka hanya melihat Mas Arga sekilas lalu kembali fokus menonton film kartun. Melihat tidak ada reaksi anak-anak, ia langsung melihatku yang sedang berdiri melihatnya juga.

Aku tersenyum miring, anak-anak saja mengerti mana yang menyayangi mereka dengan tulus. Ia berjalan mendekatiku, ku tunggu ia mendekat tanpa mengubah posisiku sedikitpun. Aku tahu sekarang pasti ia ingin menyalahkanku lagi, dasar suami egois bisanya cuma nyalahin istri tanpa mau koreksi kesalahannya sedikitpun. Tidak apa-apa Mas, permainan baru saja dimulai.

"Anak-anak kenapa?" pertanyaan bodoh itu akhirnya keluar dari mulutnya, aku langsung menaikkan alisku sebelah.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Yanti Gunawan
kok d ulang kak, ada yg typo juga
goodnovel comment avatar
Siti choiriyah
kok diulang" sih.. ...
goodnovel comment avatar
Nurul Najwa Afiqah
huh.. asyik ulang2, bab yang sama.. frust btl
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status