"Sayang, ini aku bawakan handphone kamu, agar kamu tidak bosan selama menjalani perawatan disini," ucap Bramasta mencoba mencairkan suasana, setelah keadaan menjadi kikuk sejenak.
"Oh iya, aku memang sangat membutuhkannya," ucap Wilona sembari menerima handphone tersebut. "Sebentar lagi aku akan pulang, karena ada pekerjaan yang harus aku selesaikan, mereka berdua yang akan menjagamu," "Apa tidak masalah?" tanya Bramasta. "Emb, tentu saja tidak masalah, terima kasih karena kamu selalu bekerja keras untuk keluarga, jangan lupa makan dan istirahat," ucap Wilona sembari mengulas senyum manis. "Tentu saja, kamu juga makan yang banyak ya, agar segera pulih dan bisa segera kembali ke rumah," ucap Bramasta sembari mengecup kening istrinya. Wilona pun mengangguk dan tersenyum dengan perlakuan Bramasta tersebut. *** Beberapa saat kemudian setelah kepergian Bramasta, Raka dan Rani pun masuk ke ruangan Wilona. "Dari mana kalian?" tanya Wilona. "Kami hanya di luar Bu," jawab Raka. "Kenapa baru masuk?" tanya Wilona. "Emmb ... " dengung Rani yang masih berpikir. "Kalian lapar tidak?" Belum sempat Raka dan Rani menjawab pertanyaan yang tadi, Wilona sudah bertanya lagi. "Tidak Bu," jawab Raka. Glek. Rani hanya bisa menelan salivanya saat mendengar jawaban kakak kembarnya tersebut, pasalnya mereka berdua belum makan sejak pagi. Kruuuk ... Kruuuk ... "Kok sepertinya aku mendengar suara perut keroncongan dari orang yang bilang gak laper ya," ejek Wilona yang juga membuat Rani seketika tersenyum. Wilona pun segera memesan makanan online tanpa minta persetujuan dari Raka dan Rani. *** Beberapa saat kemudian, setelah Wilona memesan makanan via online. Tentu saja yang mengambil makanan tersebut ke lobby adalah Rani, mereka bertiga pun makan malam bersama, Raka dan Rani makan di sofa, sedangkan Wilona tetap berada di atas ranjang dengan meja lipat. "Karena aku kembali ke tahun 2021, seharusnya rekaman CCTV belum di format kan?" Tiba-tiba saja Wilona terpikirkan sesuatu saat tengah menikmati nasi gorengnya. Segera Wilona mengambil telepon genggamnya yang tergeletak di atas nakas, kemudian mulai membuka rekaman CCTV yang ada di kamarnya. "Emmb ... aku dibawa ke rumah sakit hari apa ya?" tanya Wilona pada Raka dan Rani. "Kalau tidak salah ingat, tiga hari yang lalu Bu," jawab Raka. "Kenapa Bu?" sahut Rani. "Tidak apa, pantas saja aku merasa sangat pusing, ternyata aku pingsan cukup lama," ucap Wilona sembari menyuapkan kembali nasi goreng yang ada di hadapannya, agar tidak menimbulkan kekhawatiran Raka dan Rani. "Tiga hari dari hari ini," "Oke, sudah ketemu," gumam Wilona dengan suara yang sangat lirih sembari terus memainkan ponselnya. "Hmmmb ... oke, aku hanya berjalan seperti biasa," gumam Wilona saat mendapati dirinya baru saja masuk ke kamarnya di rekaman CCTV tersebut. "Tapi kenapa pandanganku sepertinya kosong ya?" ucap Wilona sembari mengerutkan keningnya. Untuk beberapa saat, dia melihat rekaman CCTV tidak ada hal yang aneh, setelah masuk ke kamar, Wilona melihat dirinya melepas semua accesories yang melekat pada tubuhnya dan juga membungkus lagi koleksi tasnya di lemari. Bruuk. "Astaga!" "Ada apa Bu?" Raka dan Rani pun segera beranjak dari sofa saat mendengar suara Wilona yang terkejut. "Eh, tidak apa, aku hanya sedang menonton film." Wilona mencoba memberikan alasan yang terdengar masuk akal. "Ish, Ibu ini, bikin kaget saja," ucap Rani yang kemudian melanjutkan makan lagi. "Aku baru saja membuka pintu, melangkah dan langsung terjatuh, bahkan langsung tidak sadarkan diri," monolog Wilona dalam hati. "Pasti ada sesuatu di lantai," gumam Wilona. Kamar mandi adalah satu-satu nya tempat yang tidak terpasang CCTV, tapi Wilona memastikan bahwa di seberang pintu kamar mandi akan ada kamera yang menyorot ke arah kamar mandi tersebut, jadi jika pintu kamar mandi tidak ditutup, area dalam kamar mandi masih bisa dipantau meskipun tidak bisa menyeluruh. "Kalau begitu ... sepertinya aku harus mundur beberapa jam," gumam Wilona sembari memainkan ponselnya kembali, bahkan dia lupa jika ada nasi goreng dihadapannya yang belum dia habiskan. Cukup lama Wilona memutar rekaman CCTV dengan waktu mundur, hingga akhirnya dua jam sebelum kejadian, terlihatlah semuanya. "Ah, benar saja," "Pasti si wanita licik itu," gumam Wilona. "Dia memang belum menjadi bagian dari keluarga kami, tapi dia sudah bisa memiliki akses untuk masuk ke seluruh ruangan yang ada di rumah," gumam Wilona saat mendapati, bahwa di rekaman CCTV tersebut ada Rosa yang tengah menyelinap masuk ke kamarnya. "Berani benar dia masuk ke kamar," geram Wilona. "Apa yang dia masukkan ke dalam minumanku?" tanya Wilona pada dirinya sendiri. Di sana dia melihat bahwa Rosa mengendap masuk ke kamarnya, yang dia tuju pertama adalah meja rias, dimana di atas meja rias tersebut, selalu sudah disiapkan air mineral satu gelas yang lengkap dengan tutupnya oleh Raka dan Rani bergantian, di sana juga Wilona melihat saat Rosa memasukkan serbuk ke dalam minumannya, setelah itu Rosa membuka pintu kamar mandi dan mengeluarkan botol dari dalam tasnya. "Botol apa itu?" gumam Wilona, dia melihat botol seperti tempat air mineral bekas yang terdapat cairan berwarna biru. "Apa dia sedang menuangkan sabun di sana?" gumam Wilona. "Kalau dipikir lagi ... memang kamar mandiku kan kamar mandi kering, bagaimana bisa aku terpeleset," ucap Wilona sembari menertawakan dirinya sendiri. "Wah ... memang manusia iblis, jadi dia sengaja menuangkan sabun agar aku terpeleset? Beruntung sekali aku tidak gegar otak," "Dasar Wanita gila!" umpat Wilona dengan sangat lirih. "Mungkin juga di dalam minuman itu ada obat bius atau obat tidur, sehingga menyebabkan aku pusing, setelah melepas accessories aku pasti akan minum," "Rupanya semua sudah digambar oleh wanita itu," gumam Wilona. "Tapi ... " Wilona menghentikan ucapannya. "Eh, waktu kalian bawa saya ke rumah sakit, siapa yang antar kalian?" tanya Wilona pada Raka dan Rani. "Bu Rosa, kebetulan beliau sedang ada di rumah," jawab Raka. "Ah ... jadi rumah sakit ini juga rekomendasi dari dia? Apa jangan-jangan si dokter juga bersekongkol?" "Tidak bisa, aku harus segera keluar dari rumah sakit ini, bagaimanapun caranya, setelah itu aku akan melakukan lagi pemeriksaan secara menyeluruh," "Karena jujur saja, kepalaku masih terasa sangat berat setelah aku siuman sampai sekarang," monolog Wilona dalam hati. "Kira-kira besok aku sudah bisa pulang gak ya?" Wilona mencoba berbicara sendiri tapi dengan nada sedikit tinggi, hingga Raka dan Rani bisa mendengar ucapannya. "Kalau Ibu sudah tidak ada keluhan lagi, mungkin bisa Bu, nanti akan Rani rawat di rumah dengan baik," ucap Rani dengan senyumnya yang seakan tanpa beban. "Tapi Pak Bram bilang kemungkinan Ibu akan di rawat di sini minimal satu minggu," sahut Raka. "Mas Bram?" "Sejak kapan dia ikut campur hal sepele seperti ini?" monolog Wilona dalam hati, yang merasa keheranan dengan sikap suaminya. Seakan suaminya menjadi sosok yang tidak dia kenal. "Apa Mas Bram bilang sendiri ke kalian berdua?" tanya Wilona dengan wajah sesantai mungkin. "Tidak Bu, saya hanya tidak sengaja mendengar obrolan Bapak dengan Bu Rosa," jawab Raka. "Rosa?" "Apa Mas Bram sekongkol dengan Rosa?" "Rasa-rasanya itu tidak mungkin," "Pasti aku terlalu lelah hingga berpikir yang tidak-tidak," monolog Wilona dalam hati dan terpaku beberapa saat. "Pasti Mas Bram bersikap seperti itu, karena dia tengah khawatir denganku kan, dia ingin memastikan kalau aku mendapatkan perawatan yang baik, hmm, pasti seperti itu." Wilona mencoba menghibur dirinya sendiri dengan mengucapkan hal-hal yang positif.Sayup-sayup Wilona membuka mata, dia melihat jam dinding yang menunjukkan tepat jam 12 malam. "Ssstt ..." desis Wilona yang merasakan kepalanya sangat berat. Wilona yang tengah tertidur di sofa kamar, segera beranjak duduk sembari mengedipkan matanya beberapa kali agar pandangannya tidak kabur.Sedetik kemudian dia mendengar perutnya berbunyi, barulah dia menyadari bahwa dia belum makan sejak tadi siang, mulai saat bersama Salim di restoran tadi. Wilona segera turun dan berjalan menuju kulkas, mencari sesuatu yang bisa dia makan. "Apa ini?" gumam Wilona saat menemukan plastik ziplock berukuran kecil yang ada di dalam freezer."Seperti es lilin, tapi tidak berbentuk lilin, apa ini es gabus?" gumam Wilona lagi sembari mencium plastik tersebut yang tidak berbau apapun. Wilona memang belum sempat membersihkan kulkasnya sejak dia kembali ke rumahnya. Dia hanya memindahkan semua barang-barangnya dan membersihkan ruang kerja tersebut agar tidak bau debu, karena sudah lama tidak dibuka.Wilon
"Ini Pak Salim, proposal yang saya janjikan," ucap Wilona sembari menyodorkan sebuah map. Saat ini Wilona sedang berada di kantornya Salim dan hendak membicarakan bisnis.Salim segera membuka map tersebut dan langsung menandatanganinya. "Apa anda tidak membaca isinya terlebih dahulu Pak Salim?" tanya Wilona."Tidak perlu, aku percaya dengan kemampuan bisnis kamu Wilona. Jangan lupa, bahwa aku juga yang menjadi investor pertama di perusahaan pink yang kamu dirikan dengan susah payah itu," ucap Salim dengan tersenyum."Dan kali ini aku akan bersusah payah lagi," sahut Wilona sembari mengulas senyum tipis."Lakukan semua dengan maximal. Ingat, aku adalah seorang pebisnis, jadi jangan sampai membuatku rugi," imbuh Salim."Baik Pak Salim," ucap Wilona sembari mengulas senyum lagi di bibirnya dan segera memasukkan map yang sudah ditandatangani oleh Salim ke dalam tas."Aku akan segera mentransfer dana. Tunggu saja, semua akan dikerjakan oleh sekretarisku dengan cepat," ucap Salim sembari me
Beberapa hari sebelumnya.Setelah mengetahui perihal kehamilan Rosa, malam itu Wilona segera membuka laptopnya dan merencanakan penyerangan balasan. Wilona memeriksa email satu persatu yang mana 90% email tersebut berasal dari Bunga. Dari email Bunga tersebut lantas Wilona mendapati apa yang dia cari, yaitu tentang Rama. Wilona pun menyeringai dengan licik.***Hari itu akhirnya Rani memutuskan untuk tetap melanjutkan kuliah dan juga pergi dari rumah tersebut untuk kos. Setelah mendengar keputusan Rani, Wilona pun lega dan segera mengantar Rani untuk mencari kos yang dekat dengan kampus, agar mudah baginya saat ada kelas mendadak."Bagaimana dengan yang ini? Apa kamu menyukainya?" tanya Wilona saat mereka berdua sudah ada di kamar kos."Yang mana saja aku suka Kak, cari saja yang paling murah, aku tidak mau terus merepotkan," jawab Rani."Tenang saja, aku tidak akan jatuh miskin dengan mudah," ucap Wilona dengan tersenyum."Kalau begitu mulai malam ini kamu langsung tidur saja di kos,
"Tuan Putri, berikan aku uang belanja bulanan," pinta Wilona pada Rosa."Kenapa minta padaku?" tanya Rosa yang sedang rebahan di ruang tengah sembari membaca buku dan mendengarkan musik, hari itu Rosa tidak pergi bekerja karena masih terus merasa mual dan lemas."Bukankah Bramasta bilang kalau semua urusan rumah kamu yang pegang, tugasku kan hanya melayani kalian, bukan mencukupi makan kalian sekeluarga," ucap Wilona."Masak saja apa yang ada di dapur, bukankah Bu Maria sudah belanja," jawab Rosa."Mana bisa begitu, ibu hamil membutuhkan nutrisi yang lebih, apalagi di bulan-bulan awal seperti ini adalah pembentukan otak anak," sanggah Wilona."Ck, kenapa kamu jadi cerewet sekali sih setelah mati suri," kesal Rosa sembari mengambil ponselnya yang ada di atas meja sebelah sofa."Jangan terlalu membenciku, nanti anakmu mirip aku lho," ejek Wilona."Berapa nomor rekeningmu?" kesal Rosa."Nih," ucap Wilona sembari menyodorkan ponselnya dan menunjukkan barcode pada Rosa.Rosa pun segera men
BRAAK. Wilona segera beranjak dari kursinya dan berlari ke arah pintu saat mendapati Mama Arina ingin keluar dari ruang kerjanya. "Jangan takut Ma, aku hanya bertanya saja, karena mungkin bahkan Mama tahu lebih dulu daripada aku," ucap Wilona dengan suara lembut. Mama Arina menghela nafas panjang dengan pasrah, lalu berjalan lagi ke arah sofa. "Mama baru mengetahuinya saat mereka berdua sudah menikah, saat itu Mama tidak sengaja melihat Rosa memberikan sesuatu dari botol kecil tersebut ke dalam minuman Bramasta." "Mama hanya berusaha menyelamatkan anak Mama. Mama tidak tahu kalau kemudian hal tersebut malah mengenaimu," jelas Mama Arina dengan menyesal. "Yang Rosa berikan padaku berbeda Ma, dia menanam sesuatu di belakang kamarku," ucap Wilona. "Sesuatu apa?" tanya Mama Arina. "Mama tidak perlu tahu, semua sudah berlalu dan sekarang aku sudah pulih," jawab Wilona. "Wilona, maafkan Mama, karena keegoisan Mama yang ingin segera mempunyai cucu, semuanya menjadi berantakan seperti
Beberapa minggu kemudian.BRAKK.Wilona turun dari taxi, dia mengedarkan pandangannya dan menarik nafas dalam menatap halaman rumahnya dari depan gerbang. "Orang memang tidak mudah berubah, aku hidup kembali setelah tahu akhir nasibku, tapi aku mencoba kabur, aku belum membalas dendam sama sekali. Tidak, aku bahkan belum melakukan apapun." Wilona menatap rumahnya dengan tatapan tajam, angin berhembus cukup kencang hingga membuat rambut panjangnya tersapu ke belakang.Perlahan Wilona berjalan dengan memantapkan hati, dia terus melangkah dengan wajah tegas dan penuh keyakinan. Wilona terus menyusuri halaman dan masuk ke rumah mewahnya, hingga sampai di ruang makan. Terlihat keluarga bahagia sedang sarapan bersama bak pemilik asli rumah tersebut. "Sepertinya aku datang di saat yang tepat, aku butuh mengisi energi setelah keluar dari rumah sakit. Bisakah kita sarapan bersama?" Suara Wilona seketika membuyarkan gelak tawa yang terdengar riuh di meja makan itu."Wilona," gumam Mama Arina se