Share

Bab 3

Author: Eriin 1208
last update Last Updated: 2025-01-18 15:47:30

"Ibu,"

"Ibu dari mana saja?" Saat Wilona berjalan menyusuri lorong, dia mendengar suara yang tidak asing.

"Rani," ucap Wilona.

"Ibu dari mana? Kami semua mencari Ibu dari tadi," tanya Rani sembari berjalan menghampiri Wilona dan berusaha memapahnya. Wilona pun mengulas senyum tipis pada Rani.

"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Wilona setelah mereka berdua terpaku beberapa saat.

"Aku ... aku belum pernah melihat Ibu tersenyum padaku dengan tulus," jawab Rani dengan sedikit ragu.

"Benarkah?" tanya Wilona.

"Emmb," jawab Rani sembari mulai berjalan.

"Apa aku dulu sejahat itu?" tanya Wilona lagi.

"Ibu tidak jahat, Ibu sangat baik, hanya saja keadaan yang merubah Ibu dari ceria menjadi murung," jawab Rani dengan terus memapah lengan Wilona.

"Keadaan? Keadaan yang seperti apa?" tanya Wilona.

"Apa Ibu sudah lupa?" tanya Rani.

"Kalau bisa ... memang sebaiknya Ibu melupakan hal-hal yang buruk, jadi Ibu bisa kembali menjadi diri Ibu sendiri," lanjut Rani.

"Entahlah, apa itu memang lebih baik?" tanya Wilona, tapi Rani sudah tidak menjawabnya, dia hanya menoleh ke arah Wilona sebentar dan mengulas senyum dengan manis.

"Kalau tidak salah, di tahun ini, kamu dan kakakmu baru selesai melaksanakan ujian kan?" tanya Wilona.

"Iya bu, hasilnya pun sudah keluar," jawab Rani.

"Waktu itu kami berdua ingin menunjukkan hasil ujian kami pada Ibu, karena bagaimanapun juga, hanya Ibu yang selalu mendukung kami berdua,"

"Meskipun Ibu terlihat tidak peduli, tapi kami berdua tahu kalau Ibu lah yang sangat peduli dengan kami," 

"Namun, setelah beberapa lama kami mengetuk pintu kamar, tidak ada jawaban dari Ibu, akhirnya kami memberanikan diri untuk masuk, dan ternyata kami menemukan Ibu sudah tergeletak di bawah wastafel," 

"Kami tahu Ibu sangat tidak senang jika ada yang masuk ke kamar Ibu, maka dari itu sebelum Ibu mendengar cerita dari orang lain, lebih baik aku bercerita dahulu," terang Rani.

"Jadi Bu, aku juga mewakili kakak untuk minta maaf karena lancang masuk ke kamar Ibu," ucap Rani dengan terus berjalan secara perlahan.

"Apa aku memang sedisiplin itu dari dulu?" gumam Wilona yang suaranya masih bisa didengar oleh Rani, terlihat Rani hanya tersenyum tipis saja.

"Kalau begitu, bagaimana hasil ujian kalian?" tanya Wilona mencoba mencairkan suasana.

"Alhamdulillah Bu, kami lulus dengan nilai yang memuaskan," jawab Rani dengan sangat antusias.

"Nanti, setelah Ibu sudah pulih dan pulang ke rumah, akan kami tunjukkan hasilnya," lanjut Rani.

"Apa kalian sudah mendaftar ke perguruan tinggi?" tanya Wilona.

"Bagaimana kami bisa mendaftar ke sana Bu?" tanya Rani dengan wajah datar.

"Kenapa? Apa karena biaya?" tanya Wilona.

"Bukankah aku akan sangat sanggup untuk membiayai kalian berdua? Apa aku tidak mau membiayai kalian?" cecar Wilona.

Tap.

"Bukan itu Bu, apa Ibu sudah benar-benar lupa semua?" tanya Rani sembari menghentikan langkahnya.

"Lalu?" tanya Wilona dengan penasaran.

"Nyonya Arina selalu merasa keberatan jika kami menempuh pendidikan lebih tinggi, bahkan jika itu menggunakan bea siswa. Nyonya Arina merasa bahwa kami berdua harus membayar semua biaya yang sudah Ibu berikan untuk sekolah kami, dengan bekerja di rumah tanpa digaji," jelas Rani.

"Sampai kapan?" pekik Wilona.

"Selamanya, sampai Nyonya Arina merasa itu cukup," jawab Rani.

"Gila! Seingatku, bukankah kalian berdua bersekolah dengan aku ambilkan jatah pendidikan dari perusahaan?" tanya Wilona.

"Tapi kan ... yang mengelola perusahaan Pak Bram, bukan Ibu," Jawab Rani.

"Tapi kan ... "

"Rani!" Teriakan Raka seketika menghentikan obrolan mereka berdua.

"Rani," ucap Raka seakan memberikan kode.

"Ibu, maafkan adikku, tolong jangan diambil hati semua ucapannya," kata Raka, dia juga membungkukkan badan dengan sopan.

"Apa yang sedang kamu lakukan Raka?" tanya Wilona.

"Aku tidak mau, jika Ibu dan Nyonya Arina terus berselisih paham karena kami berdua," jawab Raka.

"Sudah, sudah, jangan seperti itu, ayo kita kembali ke ruangan dulu, aku sudah merasa sedikit kedinginan di luar," ucap Wilona.

Dengan sigap Raka segera melepaskan jaketnya dan memakaikannya pada Wilona, begitupun dengan Rani yang segera melepas syalnya serta membalut leher Wilona dengan syal tersebut. Wilona pun merasa sangat senang dengan perlakuan mereka berdua. Mereka bertiga segera berjalan ke ruangan dengan saling mengulas senyum.

***

Ceklek.

"Sayang ... dari mana saja kamu?" Bramasta segera beranjak dari sofa dan menghampiri Wilona yang baru saja membuka pintu.

"Kalian berdua ini bagaimana sih! Disuruh jaga Ibu malah enak-enakan tidur!" 

"Kalian pikir ini hotel!" teriak Bramasta dengan nada yang sedikit tinggi dan juga melotot.

"Ma ... maafkan kami Pak," ucap Raka.

"Maaf, maaf! Awas ya, kalau sampai terjadi sesuatu dengan Ibu!" ucap Bramasta.

"Mas ... kenapa kamu bentak mereka?" 

"Aku hanya keluar sebentar untuk jalan-jalan, juga untuk meredakan rasa pusingku," ucap Wilona.

"Kenapa kamu sampai membentak mereka seperti itu? Mereka tidak bersalah Mas," lanjut Wilona.

"Eh maaf sayang, kamu pasti sangat lelah, ayo naik ke atas ranjang dan beristirahat," ajak Bramasta yang dengan segera mengambil alih memapah Wilona, dia juga melotot ke arah Raka dan Rani, seakan memberi kode bahwa Raka dan Rani harus menjauh, tentu saja hal itu tanpa sepengetahuan istrinya.

Dengan perlahan, Raka dan Rani memundurkan langkahnya dan keluar dari ruangan.

"Sayang ... kenapa kamu tidak bilang kalau ingin jalan-jalan? Apa kamu sudah baikan?" tanya Bramasta dengan lembut sembari memegang telapak tangan Wilona.

"Mas, kenapa kamu tadi membentak mereka seperti itu? Mereka sampai takut untuk melihat wajahmu," tanya Wilona.

"Aku ... Aku hanya khawatir saja dengan kamu sayang," jawab Bramasta memberikan alasan.

"Tapi kan kamu tidak harus seperti itu Mas," dengus Wilona.

"Iya sayang, Mas minta maaf ya," ucap Bramasta yang terkesan tidak ingin lagi berdebat.

"Mas, kenapa kamu tidak mendaftarkan mereka berdua ke perguruan tinggi?" tanya Wilona.

"Emb ... bukankah kita sudah membahasnya dan sepakat," jawab Bramasta.

"Kita?" tanya Wilona dengan penasaran sembari menarik selimutnya.

"Hmmb, bukankah kamu mengatakan bahwa tanggung jawabmu sudah selesai saat mereka lulus, kamu begitu benci dengan Mbok Sum, tapi kamu juga tidak ingin mengabaikan yang sudah kamu mulai, maka dari itu ... kamu membiarkan mereka tetap di rumah hingga mereka kelas 3 dan juga lulus." 

"Tapi ... " Bramasta menghentikan ucapannya.

"Tapi apa Mas?" sahut Wilona.

"Tapi karena mereka tidak punya rumah dan tidak punya saudara lagi, maka Mama memutuskan untuk mempekerjakan mereka saja di rumah, lumayan kan kita juga bisa berhemat, dari pada kita harus menyewa pembantu rumah tangga," jelas Bramasta.

"Jadi maksud kamu ... mereka bekerja di rumah tanpa digaji?" tegas Wilona.

"Jadi benar apa yang tadi diceritakan Rani," monolog Wilona dalam hati.

"Mau bagaimana lagi, itung-itung juga untuk mengganti biaya pendidikan mereka, toh mereka juga masih bisa berteduh, masih punya kamar dan juga masih bisa makan, dari pada mereka harus keloyongan di jalan," terang Bramasta tanpa berperasaan.

"Apa ini benar-benar Bramasta yang aku kenal?" monolog Wilona dalam hati dengan ekspresi yang terkejut.

"Kenapa ekspresi kamu seperti itu? Bukankah kamu juga sudah menyetujuinya," ucap Bramasta yang seketika menyadarkan Wilona dari lamunannya.

"Aku?" 

"Menyetujuinya ... ?" Wilona seakan tidak bisa mempercayai apa yang diucapkan oleh suaminya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 73

    Sayup-sayup Wilona membuka mata, dia melihat jam dinding yang menunjukkan tepat jam 12 malam. "Ssstt ..." desis Wilona yang merasakan kepalanya sangat berat. Wilona yang tengah tertidur di sofa kamar, segera beranjak duduk sembari mengedipkan matanya beberapa kali agar pandangannya tidak kabur.Sedetik kemudian dia mendengar perutnya berbunyi, barulah dia menyadari bahwa dia belum makan sejak tadi siang, mulai saat bersama Salim di restoran tadi. Wilona segera turun dan berjalan menuju kulkas, mencari sesuatu yang bisa dia makan. "Apa ini?" gumam Wilona saat menemukan plastik ziplock berukuran kecil yang ada di dalam freezer."Seperti es lilin, tapi tidak berbentuk lilin, apa ini es gabus?" gumam Wilona lagi sembari mencium plastik tersebut yang tidak berbau apapun. Wilona memang belum sempat membersihkan kulkasnya sejak dia kembali ke rumahnya. Dia hanya memindahkan semua barang-barangnya dan membersihkan ruang kerja tersebut agar tidak bau debu, karena sudah lama tidak dibuka.Wilon

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 72

    "Ini Pak Salim, proposal yang saya janjikan," ucap Wilona sembari menyodorkan sebuah map. Saat ini Wilona sedang berada di kantornya Salim dan hendak membicarakan bisnis.Salim segera membuka map tersebut dan langsung menandatanganinya. "Apa anda tidak membaca isinya terlebih dahulu Pak Salim?" tanya Wilona."Tidak perlu, aku percaya dengan kemampuan bisnis kamu Wilona. Jangan lupa, bahwa aku juga yang menjadi investor pertama di perusahaan pink yang kamu dirikan dengan susah payah itu," ucap Salim dengan tersenyum."Dan kali ini aku akan bersusah payah lagi," sahut Wilona sembari mengulas senyum tipis."Lakukan semua dengan maximal. Ingat, aku adalah seorang pebisnis, jadi jangan sampai membuatku rugi," imbuh Salim."Baik Pak Salim," ucap Wilona sembari mengulas senyum lagi di bibirnya dan segera memasukkan map yang sudah ditandatangani oleh Salim ke dalam tas."Aku akan segera mentransfer dana. Tunggu saja, semua akan dikerjakan oleh sekretarisku dengan cepat," ucap Salim sembari me

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 71

    Beberapa hari sebelumnya.Setelah mengetahui perihal kehamilan Rosa, malam itu Wilona segera membuka laptopnya dan merencanakan penyerangan balasan. Wilona memeriksa email satu persatu yang mana 90% email tersebut berasal dari Bunga. Dari email Bunga tersebut lantas Wilona mendapati apa yang dia cari, yaitu tentang Rama. Wilona pun menyeringai dengan licik.***Hari itu akhirnya Rani memutuskan untuk tetap melanjutkan kuliah dan juga pergi dari rumah tersebut untuk kos. Setelah mendengar keputusan Rani, Wilona pun lega dan segera mengantar Rani untuk mencari kos yang dekat dengan kampus, agar mudah baginya saat ada kelas mendadak."Bagaimana dengan yang ini? Apa kamu menyukainya?" tanya Wilona saat mereka berdua sudah ada di kamar kos."Yang mana saja aku suka Kak, cari saja yang paling murah, aku tidak mau terus merepotkan," jawab Rani."Tenang saja, aku tidak akan jatuh miskin dengan mudah," ucap Wilona dengan tersenyum."Kalau begitu mulai malam ini kamu langsung tidur saja di kos,

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 70

    "Tuan Putri, berikan aku uang belanja bulanan," pinta Wilona pada Rosa."Kenapa minta padaku?" tanya Rosa yang sedang rebahan di ruang tengah sembari membaca buku dan mendengarkan musik, hari itu Rosa tidak pergi bekerja karena masih terus merasa mual dan lemas."Bukankah Bramasta bilang kalau semua urusan rumah kamu yang pegang, tugasku kan hanya melayani kalian, bukan mencukupi makan kalian sekeluarga," ucap Wilona."Masak saja apa yang ada di dapur, bukankah Bu Maria sudah belanja," jawab Rosa."Mana bisa begitu, ibu hamil membutuhkan nutrisi yang lebih, apalagi di bulan-bulan awal seperti ini adalah pembentukan otak anak," sanggah Wilona."Ck, kenapa kamu jadi cerewet sekali sih setelah mati suri," kesal Rosa sembari mengambil ponselnya yang ada di atas meja sebelah sofa."Jangan terlalu membenciku, nanti anakmu mirip aku lho," ejek Wilona."Berapa nomor rekeningmu?" kesal Rosa."Nih," ucap Wilona sembari menyodorkan ponselnya dan menunjukkan barcode pada Rosa.Rosa pun segera men

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 69

    BRAAK. Wilona segera beranjak dari kursinya dan berlari ke arah pintu saat mendapati Mama Arina ingin keluar dari ruang kerjanya. "Jangan takut Ma, aku hanya bertanya saja, karena mungkin bahkan Mama tahu lebih dulu daripada aku," ucap Wilona dengan suara lembut. Mama Arina menghela nafas panjang dengan pasrah, lalu berjalan lagi ke arah sofa. "Mama baru mengetahuinya saat mereka berdua sudah menikah, saat itu Mama tidak sengaja melihat Rosa memberikan sesuatu dari botol kecil tersebut ke dalam minuman Bramasta." "Mama hanya berusaha menyelamatkan anak Mama. Mama tidak tahu kalau kemudian hal tersebut malah mengenaimu," jelas Mama Arina dengan menyesal. "Yang Rosa berikan padaku berbeda Ma, dia menanam sesuatu di belakang kamarku," ucap Wilona. "Sesuatu apa?" tanya Mama Arina. "Mama tidak perlu tahu, semua sudah berlalu dan sekarang aku sudah pulih," jawab Wilona. "Wilona, maafkan Mama, karena keegoisan Mama yang ingin segera mempunyai cucu, semuanya menjadi berantakan seperti

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 68

    Beberapa minggu kemudian.BRAKK.Wilona turun dari taxi, dia mengedarkan pandangannya dan menarik nafas dalam menatap halaman rumahnya dari depan gerbang. "Orang memang tidak mudah berubah, aku hidup kembali setelah tahu akhir nasibku, tapi aku mencoba kabur, aku belum membalas dendam sama sekali. Tidak, aku bahkan belum melakukan apapun." Wilona menatap rumahnya dengan tatapan tajam, angin berhembus cukup kencang hingga membuat rambut panjangnya tersapu ke belakang.Perlahan Wilona berjalan dengan memantapkan hati, dia terus melangkah dengan wajah tegas dan penuh keyakinan. Wilona terus menyusuri halaman dan masuk ke rumah mewahnya, hingga sampai di ruang makan. Terlihat keluarga bahagia sedang sarapan bersama bak pemilik asli rumah tersebut. "Sepertinya aku datang di saat yang tepat, aku butuh mengisi energi setelah keluar dari rumah sakit. Bisakah kita sarapan bersama?" Suara Wilona seketika membuyarkan gelak tawa yang terdengar riuh di meja makan itu."Wilona," gumam Mama Arina se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status