Share

Pergi dari rumah mertua

Pagi itu Dani sedang sarapan dan siap berangkat bekerja. Annisa duduk di depannya, tapi tidak mau menatap mata Dani. Annisa masih merasa kesal pada Dani, karena perdebatan semalam. Ibu Dani keluar dari kamar dan membawa kantong plastik yang cukup besar. 

"Nis, ini kemarin ibu ke pasar, ada baju anak yang bagus. Ibu langsung ingat pada Shafira dan membelinya. Ini ada baju untukmu juga," kata ibu. 

"Wah, Ibu Baik sekali sama Annisa dan Shafira. Aku ga dibelikan juga, Bu?" tanya Dani berpura-pura kecewa. 

"Ah, kamu kan bisa membeli sendiri. Kalau Annisa kan jarang keluar dari rumah, jadi waktu Ibu lihat ada baju yang bagus, Ibu beli saja untuknya. Walaupun cuma di rumah Annisa harus tampil cantik juga, ya kan?" kata ibu. 

Dani tersenyum dan melirik Annisa, seakan ingin mengatakan bahwa ibunya memang baik dan ini salah satu buktinya. Annisa hanya diam dan menyuapi Shafira. 

"Tuh Nis, sekarang ibu lebih menyayangi kamu daripada aku. Sampai kemanapun ibu pergi, yang diingatnya cuma kamu dan Shafira," kata Dani. 

"Iya, semoga memang kenyataannya seperti itu, Mas," jawab Annisa dengan ketus. 

Annisa sudah tidak dapat lagi membendung perasaannya di depan Dani. 

"Maksud kamu apa sih, Nis?" tanya Dani. 

"Ga ada maksud apa-apa koq, Mas. Memang seharusnya manusia itu luar dan dalam sama, ya kan? Bukan baik di luar tapi di dalamnya membenci, manis di bibir tetapi hatinya beracun," kata Annisa ketus.  

"Annisa, kamu ini kenapa sih? Sejak semalam perkataanmu aneh," kata Dani. 

"Ada apa Nis? Kalau ada yang mengganjal di hati katakan saja, apa ada sikap Ibu yang salah padamu?" tanya ibu.

Annisa menjadi sangat muak dengan sikap ibu, ia memilih berdiri dan menggendong Shafira, lalu masuk ke dalam kamarnya. 

Dani menatap istrinya dengan heran, sikap Annisa itu tidak seperti biasanya. Selama ini Annisa sangat lembut dan pengertian. 

"Annisa kenapa ya, Bu?" tanya Dani. 

"Mungkin dia cuma kelelahan, Nak. Biarkan saja dulu, perempuan kadang memang sensitif. Nanti juga dia akan baik kembali. Sudahlah, kamu yang sabar dan jangan terlalu memikirkan ini," kata ibu. 

"Ya sudah, Dani berangkat bekerja dulu, ya Bu. Nanti malam Dani akan mencoba bicara dengan Annisa lagi," kata Dani. 

"Iya, Nak. Kamu hati-hati, ya. Nanti Ibu juga akan coba menasehati Annisa," kata ibu. 

Dani menaiki sepeda motornya dan berangkat bekerja seperti biasanya. Setelah Dani berangkat, Ibu Dani segera mengetuk pintu kamar Annisa. 

"Annisa, keluar kamu!" kata ibu. 

Annisa keluar dari kamarnya dan membiarkan Shafira bermain di dalam kamar. 

"Apa maskudmu bersikap begitu di depan Dani? Kamu mau mengadu pada Dani? Kamu pikir Dani akan percaya dengan perkataanmu?" 

"Harusnya aku yang bertanya sama ibu, apa mau ibu? Kenapa ibu selalu berpura-pura baik di depan Mas Dani?" kata Annisa. 

"Kamu mulai berani dan kurang ajar ya! Kamu pikir dengan bersikap begitu Dani akan mempercayai kamu dan membela kamu? Jangan lupa, Nis, Dani itu anak yang berbakti dan sangat menyayangi aku. Justru aku akan membuat kamu semakin menderita dan membuat Dani membenci kamu!"

"Terserah Ibu saja! Aku tidak percaya ada seorang Ibu yang bisa berbuat begitu, berusaha memisahkan Mas Dani dari istri dan anaknya sendiri. Terbuat dari apa hati Ibu ini?" Annisa geram

"Kamu jangan sok tahu dan menggurui aku, ya! Aku membesarkan Dani dengan kerja keras dan banyak pengorbanan. Lalu kamu datang dan merebut semua perhatian dan gaji Dani. Sudah selayaknya Dani itu berbakti dan membalas kebaikan orang tuanya, mengerti! Asal kamu tahu ya, Nis, sejak awal memang aku tidak menyetujui kamu menikah dengan Dani!" kata ibu. 

"Jadi Ibu memang tidak pernah merestui kami?"

"Tentu saja, Dani itu seharusnya bisa mendapatkan wanita yang lebih cantik, pintar, berpendidikan, dan lebih kaya dari kamu. Dulu anak Pak Joko, pemilik pabrik beras saja menyukai Dani. Entah kenapa dia malah memilih kamu sebagai istrinya," kata ibu mertua Annisa. 

"Kalau begitu, suruh saja Mas Dani menceraikan aku, Bu. Supaya dia bisa menikahi wanita yang ibu sukai juga," kata Annisa. 

Annisa masuk ke dalam kamar dan mengambil kopernya dari atas lemari. Annisa membuka lemari pakaiannya, lalu mengambil pakaian miliknya dan Shafira.

"Shafira, kasihan sekali kamu, Nak. Apakah kamu harus kehilangan kasih sayang papamu di usia sekecil ini? Tapi Mama tidak kuat lagi, Nak. Kamu tahu perlakuan nenekmu pada Mama dan kamu, kan? Mama harus bagaimana, Nak? Selama ini Mama sudah berusaha bertahan di sini, tapi Nenek tidak pernah berubah. Nenek tidak pernah menginginkan dan mencintai kita,"

Shafira mengulurkan tangan mungilnya dan menghapus air mata Annisa. Annisa meraih tangan kecil itu dan menciumnya. 

"Nak, kita pergi saja dari rumah ini, ya. Kita ke rumah orang tua Mama," kata Annisa. 

Annisa mengemas semua barang yang akan dibawanya, lalu menggantikan pakaian Shafira. Setelah itu Annisa bersiap-siap dan keluar dari kamarnya dengan menarik tas kopernya. 

"Hei, kamu mau kemana?" tanya ibu mertua Annisa. 

"Saya mau pergi dari sini, Bu. Supaya ibu puas dan bahagia. Sampaikan saja pada Mas Dani, kalau dia mau menjadi anak berbakti dan tinggal di sini, kami yang akan mengalah," kata Annisa. . 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status