"Nisa.. Nisa.." suara keras ibu mertua Annisa mulai terdengar kembali.
Baru saja Mas Dani berangkat bekerja lima menit yang lalu. Annisa yang sedang menyuapi Shafira di halaman rumah segera menghampiri ibu mertuanya."Ada apa, Bu?" tanya Annisa."Dani sudah dapat gaji bulan ini, kan? Ayo, serahkan gaji Dani ke Ibu!" kata ibu."Tapi Bu, Annisa membutuhkan uang untuk membeli susu dan pampers untuk Shafira," kata Annisa."Sudahlah, tidak perlu membantah! Kamu itu butuh uang untuk apa? Kamu dan suamimu kan menumpang di rumah ini, masa mau gratisan saja? Biaya listrik, air dan belanja itu besar, kalian juga harus ikut menanggungnya!""Iya, Bu. Annisa mengerti, tapi kami juga membutuhkan uang. Shafira sedang kurang sehat, rencananya Annisa mau bawa dia ke dokter," ucap Annisa.Jika Dani ada di rumah, ibu menjadi lembut dan sangat baik. Ibu berpura-pura membantu Annisa memasak, membersihkan rumah, atau mengajak Shafira bermain. Namun jika Dani pergi, ibu meninggalkan semua pekerjaan itu dan memasang wajah penuh amarah pada Annisa."Annisa, Ibu itu lebih berpengalaman daripada kamu. Kamu beri Shafira asi saja sudah cukup, tak perlu pampers, kalau sakit beli obat di warung saja. Kamu harus bisa hemat, suamimu itu bekerja keras. Jangan seenaknya membuang uang!" seru Ibu Dani."Bu, selama ini Annisa juga berhemat, Annisa cuma membeli apa yang benar-benar diperlukan,""Sudah, jangan sok pintar dan membantah Ibu terus. Mana uangnya?"Dengan terpaksa Annisa masuk ke dalam kamar dan mengambil amplop gaji yang masih tertutup rapat. Bulan lalu, Annisa mencoba mengambil terlebih dahulu uang sejumlah yang dia perlukan sebelum menyerahkan amplop gaji itu pada ibu. Namun ibu justru marah besar, dan akhirnya mengambil semua uang Annisa.Annisa menghela nafas panjang, rasanya begitu pahit dan berat menjalani hari-hari ini. Annisa menahan diri untuk tidak menceritakan semuanya pada Dani, supaya tidak terjadi keributan dan pertengkaran.Annisa merasa sedih, bukan karena Annisa tidak bisa membeli pakaian, atau barang lain yang dia inginkan. Namun setiap melihat Shafira semakin kurus, sering menangis dan rewel karena lapar, karena asi Annisa sudah berkurang. Shafira juga sudah berusia dua tahun lebih, sehingga Annisa ingin menyapih Shafira dan mengganti susunya dengan susu formula.Sesekali Annisa ingin membelikan daging, ikan, atau ayam supaya Shafira mendapatkan asupan makanan yang bergizi, tetapi uangnya terbatas. Ibu mertuanya hanya membeli makanan enak untuk dirinya sendiri."Nisa, mana? Lama sekali kamu ini, melamun ya? Jangan bengong terus, itu cucian sudah menumpuk!" ibu berteriak.Annisa keluar dari kamar dan menyerahkan amplop gaji Dani. Seharusnya gaji itu lebih dari cukup untuk mereka sekeluarga. Empat juta lima ratus ribu rupiah, jumlah yang cukup besar.Ibu tersenyum senang melihat amplop tebal di tangannya itu. Lalu ibu membukanya dan mengambil tiga lembar uang dengan nominal seratus ribuan."Ini buat kamu," kata ibu sambil menyerahkan uang itu. Tiga ratus ribu rupiah, hanya itu yang dipegang Annisa sampai akhir bulan nanti. Pilu rasanya hati Annisa, harus menghadapi ibu mertua yang bermuka dua seperti itu.Annisa juga harus mengerjakan pekerjaan rumah dan semuanya harus rapi selesai tepat waktu seperti kemauan mertuanya itu. Sebelum Annisa dan Dani tinggal di rumah itu, ada seorang asisten rumah tangga yang membantu mengerjakan semua pekerjaan rumah. Namun ketika Annisa tinggal di rumah itu, ibu mertuanya langsung memberhentikan asisten rumah tangganya. Tentu semua dilakukan dengan alasan supaya bisa berhemat.Malam itu, Annisa mendekati Dani dan mengungkapkan isi hatinya."Mas, ada yang mau aku bicarakan," kata Annisa sambil berbisik. Annisa takut ibu mertuanya mendengar perkataannya itu."Ada apa, sayang?" tanya Dani."Mas, kita mengontrak rumah lagi saja ya? Atau kita kredit rumah? Aku kemarin melihat iklan rumah yang angsurannya cukup terjangkau,""Sayang, kita kan sudah beberapa kali membicarakan ini. Aku tidak tega meninggalkan ibu sendirian. Ibu kan sudah mulai menua dan sering sakit. Lily juga hanya satu bulan sekali bisa pulang ke rumah. Kamu lihat dan dengar sendiri, kan? Bagaimana ibu memohon pada kita untuk tinggal di sini?" kata Dani.Annisa menghela nafas panjang, sebenarnya ia juga sudah mengetahui bahwa suaminya akan menjawab seperti itu. Ini bukan pertama kalinya Annisa mengungkapkan keinginannya pada suaminya.Lily adalah adik kandung Dani, saat ini Lily sudah kuliah di luar kota. Jadi ibu mertuanya memang mempunyai alasan yang tepat, supaya Dani dan Annisa tinggal di rumahnya."Mas, aku lelah dengan semuanya ini. Aku tidak nyaman tinggal di sini, Mas. Aku rasa semua orang dan keluarga juga ingin mempunyai rumah sendiri. Permintaanku ini cukup wajar, kan?" tanya Annisa sambil menahan tangis."Nis, sebenarnya ada apa? Kenapa kamu begitu bersikeras untuk pergi dari rumah ini? Ibu sangat menyayangi dan memperhatikan kamu dan Shafira. Lalu apa alasannya? Tolong jangan membuatku dalam posisi yang sulit dan harus memilih antara ibuku dan kamu," kata Dani."Mas, kamu tidak bisa memilih antara aku dan ibumu? Baiklah, aku tidak akan mempersulit keadaanmu. Aku dan Shafira yang akan pergi dari rumah ini, kamu boleh tetap di sini, Mas!" kata Annisa sambil meninggalkan Dani yang terdiam dan terpaku di tempatnya.Pagi itu Dani sedang sarapan dan siap berangkat bekerja. Annisa duduk di depannya, tapi tidak mau menatap mata Dani. Annisa masih merasa kesal pada Dani, karena perdebatan semalam. Ibu Dani keluar dari kamar dan membawa kantong plastik yang cukup besar. "Nis, ini kemarin ibu ke pasar, ada baju anak yang bagus. Ibu langsung ingat pada Shafira dan membelinya. Ini ada baju untukmu juga," kata ibu. "Wah, Ibu Baik sekali sama Annisa dan Shafira. Aku ga dibelikan juga, Bu?" tanya Dani berpura-pura kecewa. "Ah, kamu kan bisa membeli sendiri. Kalau Annisa kan jarang keluar dari rumah, jadi waktu Ibu lihat ada baju yang bagus, Ibu beli saja untuknya. Walaupun cuma di rumah Annisa harus tampil cantik juga, ya kan?" kata ibu. Dani tersenyum dan melirik Annisa, seakan ingin mengatakan bahwa ibunya memang baik dan ini salah satu buktinya. Annisa hanya diam dan menyuapi Shafira. "Tuh Nis, sekarang ibu lebih menyayangi kamu daripada aku. Sampai kemanapun ibu pergi, yang diingatnya cuma kamu dan
Annisa dan Shafira sedang ada dalam perjalanan menuju rumah orang tua Annisa. Mereka menggunakan bus untuk sampai ke kota tempat Annisa dilahirkan itu. Di dompet Annisa hanya tersisa uang seratus lima puluh ribu rupiah. Annisa bahkan harus berhemat dan menahan rasa laparnya. Sepanjang perjalanan air mata Annisa terus mengalir, sekalipun ia terus mencoba untuk menegarkan dirinya. Shafira yang baru pertama kali naik bus terlihat begitu senang dan ceria. Senyum Shafira, hanya itu yang mampu membuat Annisa kuat. Ketika hampir sampai ke tempat tujuan, Annisa mengambil ponselnya dan menelepon bapaknya. "Hallo, Pak. Ini Nisa, Nisa sedang dalam perjalanan ke rumah. Setengah jam lagi tolong jemput Nisa di terminal!" kata Annisa. "Oh, kamu mau pulang, Nak? Koq ga bilang dulu? Ya sudah, Bapak jemput kamu,"Annisa tersenyum dan menutup telepon itu, lalu memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. Bapak dan ibunya pasti senang bisa bertemu dengan Shafira, karena terakhir kali mereka melihat Sha
"Papa.." kata Shafira sambil membuka tangannya dan menghambur ke pelukan Dani. Shafira terlihat begitu senang dan langsung bergelayut manja di pelukan papanya. Dani terharu melihat Shafira dan segera memeluknya dengan erat. Dani memang begitu dekat dengan Shafira. Melihat adegan itu, Annisa juga menangis sedih. Ia tidak tega melihat Shafira yang begitu merindukan papanya, walaupun hanya berpisah sehari saja. Annisa berpikir, Shafira pasti akan sangat terluka jika harus berpisah dengan papanya."Mas, pulanglah! Aku tidak akan mengubah keputusanku. Aku dan Shafira akan tinggal di sini," kata Annisa tanpa menatap mata Dani."Nis, apa kamu tidak kasihan pada Shafira? Lihat betapa cantik dan lucunya dia, apa kamu tega keluarga kita ini terpecah? Shafira membutuhkan kita, Nis. Dia harus mendapatkan kasih sayang dari keluarga yang utuh, limpahan perhatian dan kasih sayang dari papa dan mamanya," kata Dani dengan lembut. Ibu dan Bapak masuk kembali ke ruang tamu dan duduk bersama Dani dan A
Suatu siang, ketika sedang menggendong dan menenangkan Shafira yang rewel, tanpa sengaja Annisa mendengar sesuatu yang tak pernah ia duga. Ibu mertuanya sedang berbicara dengan seseorang di dekat pagar tembok tetangga rumah itu. Dahlia mengintip dengan hati-hati, ternyata ibu mertuanya sedang berbicara dengan Bu Tia. Bu Tia tinggal di sebelah rumah Dani. "Iya Bu, menantu saya itu pemalas. Annisa itu selalu bangun kesiangan, sampai saya yang harus menyiapkan sarapan untuk suaminya yang akan berangkat bekerja, mengurus dan memandikan anaknya, dan bersih-bersih rumah. Maklumlah, mungkin dari dulu Annisa itu tidak dididik dengan benar sama orang tuanya," kata ibu. "Wah, menantu begitu harus ditegur loh, Bu. Jangan dibiarkan saja seperti itu!" kata Bu Tia. "Saya ini sudah berusaha menasehati dia baik-baik, Bu. Kemarin saya menegur Annisa, tapi dia malah pergi dari rumah. Saya jadi bingung dan serba salah. Saya tidak mau ada keributan di rumah," kata ibu mertua terdengar bijak. "Ya ampu
Selama beberapa hari Annisa melakukan pembalasan pada ibu mertuanya. Annisa membalikkan perlakuan mertuanya itu dengan cara yang sama. Annisa tampak manis di depan Dani, melayani Dani dan ibu mertuanya dengan baik. Namun ketika Dani sudah berangkat bekerja, Annisa masuk ke dalam kamar dan bermain bersama Shafira. Annisa tidak mau memasak atau membersihkan rumah seperti biasanya. Untuk makan siang, Annisa akan memesan makanan untuk dirinya sendiri, atau pergi keluar rumah bersama Shafira. Malam itu, Ibu Dani mendekati Dani dan mengadukan perbuatan Annisa padanya. "Dan, Ibu lelah sekali," kata Ibu Dani. "Kenapa, Bu? Apa kita mencari asisten rumah tangga lagi saja?" kata Dani. "Dan, istrimu itu beberapa hari ini tidak mau membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Ibu harus memasak, mencuci, menyetrika pakaian, menyapu, dan lain-lain. Ibu tidak tahan lagi melihat istrimu itu. Dia tidak membantu, tapi malah bermalas-malasan." kata Ibu Dani. Dani terkejut mendengar perkataan ibunya. Dani
Lily dan Ibu Dani pergi keluar dari rumah sampai menjelang malam. Dani dan Annisa sedang makan malam di meja makan ketika Lily dan ibunya kembali ke rumah. Namun Annisa terkejut melihat Ibu Dani dan Lily. Mereka datang dengan banyak plastik belanjaan. Lily dan ibunya juga terlihat cantik dengan tatanan rambut berbeda. Rambut Lily dicat dengan warna yang cukup terlihat. "Hai Mas, Mbak, ini Lily dan ibu membawakan makanan," kata Lily sambil meletakkan satu plastik martabak telur di meja makan. "Wah, kalian habis belanja?" tanya Dani. "Iya, Mas. Kami baru saja dari salon, dan ke mall. Banyak pakaian model terbaru dan sedang diskon nih, Mas," kata Lily dengan senyum cerianya. "Nah, ini baru namanya keluarga. Kalau membeli makanan untuk dimakan semua, bukan untuk dinikmati sendiri," kata Ibu Dani sambil melirik Annisa. Annisa tetap makan dengan tenang dan berusaha tidak terpancing. "Masa ada yang begitu, Bu?" tanya Lily berpura-pura tidak tahu. "Ada donk, orang yang egois dan tidak
Annisa berusaha merelakan perhiasannya yang dijual oleh Lily, walaupun hatinya merasa kecewa dan marah. 'Aku harus segera meminta Mas Dani agar kami bisa pindah dari rumah ini secepatnya. Semakin lama tinggal di rumah ini membuat aku muak. Ibu dan Lily semakin pintar bersandiwara dan memanfaatkan aku. Aku harus berhati-hati pada mereka,' kata Annisa dalam hatinya. Saat Annisa sedang menemani Shafira di kamar, tiba-tiba terdengar suara teriakan Lily yang sangat mengejutkan. "Tolong.. Mbak Nisa, tolong!" Annisa segera berlari ke dapur, arah suara teriakan itu."Ada apa, Li?" tanya Annisa. "Ibu jatuh, Mbak. Mbak bantuin ibu dulu, ya. Aku mau minta tolong tetangga," kata Lily. Annisa segera menghampiri ibu mertuanya yang sedang dalam posisi duduk di dekat lemari dapur. Tetapi anehnya, saat Annisa mengulurkan tangan dan mencoba membantu ibu untuk berdiri, ibu justru berteriak dan menolak. "Aduh.. Sakit, jangan Nis. Jangan sakiti ibu! Ibu mohon sama kamu, Nis," kata ibu dengan berura
"Itu tidak mungkin, Li. Annisa tidak akan melakukan itu," kata Dani tak percaya. "Mas sudah lihat sendiri video tadi, kan? Apa Mas masih membela perempuan itu daripada ibu kandung Mas sendiri?" tanya Lily. Dani segera berlari ke kamarnya dan menjumpai Annisa. Dani langsung mencengkeram lengan Annisa dengan emosi. Annisa berusaha melepaskan lengannya dari Dani, tetapi pria itu semakin erat mencengkeram Annisa. Annisa mulai merasa lengannya perih, kuku Dani mulai menyisakan gurat luka di lengannya. Namun bagi Annisa, sikap dan kecurigaan Dani lebih menyakitkan daripada luka di lengannya itu. "Nisa, apa yang terjadi? Kenapa kamu bisa berbuat sejahat itu pada ibu?" nada suara Dani meninggi. "Mas, aku tidak berbuat apa-apa. Yang sebenarnya terjadi, bukan seperti yang terlihat di video itu," kata Annisa. "Tapi video itu sudah membuktikan semuanya, Nis. Kenapa kamu tega melakukan itu pada ibu kandungku?" kata Dani dengan marah. "Sudah aku bilang aku tidak melakukan apapun, Mas!" jawab