Share

BAB 5 — SATU ANAK LAGI

last update Last Updated: 2024-06-18 01:07:07

Tiba-tiba saja Janu terkekeh pelan...

“Jangan khawatir, Sayang. Sebelum membahasnya, aku ingin memberikan sesuatu kepadamu.”

Lelaki itu melepaskan genggamannya, lalu mengambil paper bag hitam dan mendorongnya ke arah Gemintang. Dengan hati-hati, Gemintang membuka isinya. Sebuah kotak beludru hitam dengan logo bunga emas terpatri di atasnya.

Tanpa perlu penjelasan pun, Gemintang tahu isi kotak itu. ”Mas, ini untukku?” tanyanya ragu.

Janu mengangguk. “Bukalah, lihat apakah kamu suka atau tidak dengan model yang aku pilih?”

Gemintang lalu membuka penutup kotak itu. Ia takjub kala melihat set perhiasan dengan permata  merah yang berkilauan itu tertata rapi di dalamnya. Sungguh, itu barang mahal yang pernah ia lihat seumur hidupnya. Ini bahkan bukan hari yang spesial baginya.

“Bagaimana? Apakah kamu menyukainya?” tanya Janu, mengamati reaksi istrinya.

“Su-suka, Mas. Tapi ini terlalu berlebihan, bukan? Kamu—”

“Jangan pikirkan berapa harganya. Aku tahu, kamu pasti merisaukan itu,” potong lelaki itu lalu bangkit berdiri dari kursinya. Detik berikutnya, Janu mengambil kalung dengan liontin berbentuk  hati itu dan memasangkannya di leher istrinya. 

Jarak mereka yang sedekat itu … Gemintang ingin menghindar, membangun jarak, tetapi ia tak bisa melakukan apa-apa selain terdiam di tempat. Kepalanya menunduk, memandangi liontin yang bertengger di dadanya tanpa sepatah kata. 

Apakah Janu juga melakukan hal yang sama seperti ini pada Rosaline? 

Dulu mungkin Gemintang bahagia, tetapi sekarang tidak, sejak ia tahu jika bukan satu-satunya wanita yang menerima perlakuan manis ini. Rasanya bukan senang, melainkan sesak. 

“Kamu terlihat cantik memakai ini.” Janu menyembulkan lesung pipitnya lalu mengecup pipi Gemintang sebelum kembali ke tempat duduknya.  

Terima kasih, Mas,” Gemintang membalas senyum getir. “Oh, iya, apa yang ingin kamu bahas?”

Janu menggenggam kembali tangan Gemintang. Kali ini lebih erat. “Sebenarnya, aku ingin membicarakan ini sejak Maura berusia dua tahun. Tapi, aku pikir kamu akan tertekan. Jadi, aku tunggu sampai sekarang.”

Kalimat ambigu itu membuat Gemintang cemas hingga meremas tangannya. Entah apa maksud Janu, tetapi kekhawatiran yang sempat mereda kini kembali muncul. Apakah ini berkaitan dengan Rosaline? Apa yang akan ia lakukan?

Gemintang hanya berharap jangan secepat itu.

“Langsung saja, Mas, aku ingin tahu apa yang ingin kamu bicarakan,” pinta wanita itu.

Janu menarik napasnya dalam-dalam kemudian membuangnya pelan. Ditatapnya Gemintang dengan lekat. “Maura sudah cukup besar. Bagaimana kalau kita menambah satu lagi?”

Diam-diam, Gemintang melepas napas panjang. Sial! Sejak bertemu dengan Rosaline kepalanya tak bisa berpikir jernih. Dia bahkan selalu cemas dan takut setiap waktu. 

“Sa—satu?” Gemintang mengulang, bingung.

“Ya, satu anak lagi. Aku ingin anak laki-laki,” ungkap Janu dengan tegas. “Bagaimana kalau mulai bulan ini kita rencanakan ke dokter kandungan? Aku tahu ini bukan tempat yang tepat untuk membahasnya, tapi aku ingin tahu pendapatmu.”

Alih-alih menjawab, Gemintang terdiam. Bola matanya mengabut, hatinya terasa perih mendengar permintaan itu. 

Inikah arti dirinya di mata Janu? Hanya dianggap sebagai mesin pencetak anak? Diminta mengandung dan melahirkan, setelah lelaki itu mendapatkan keinginannya, Gemintang akan dipisahkan dari buah hatinya sendiri lalu dibuang layaknya benda tak berguna? 

Di samping itu …

Tahukah Rosaline, jika Janu meminta anak lagi darinya? 

Apa ini rencana mereka untuk membuat Gemintang sebagai pencetak anak untuk keduanya?

“Besok aku pulang siang. Kita akan ke dokter sore harinya. Bagaimana?” Janu menyadarkan Gemintang dari lamunan.

Gemintang ingin menolak, tetapi bibirnya tak mampu bicara. Ia tak kuasa menghancurkan harapan suaminya, meski lelaki itu dengan suka hati menghancurkan hidupnya.

“Aku terserah Mas saja,” lirih Gemintang kemudian. “Tetapi bagaimana dengan biaya dan keperluan lainnya? Bukankah itu juga harus dipikirkan?”

“Gemintang, aku sudah menyiapkan semuanya. Kamu jangan khawatir tentang itu. Sudah tugasku mencukupi kebutuhan kita. Aku sudah memiliki rencana untuk anak-anak kita hingga dewasa nanti. Untuk kamu juga.” 

Janu mengulur tangan dan mengusap pundak Gemintang.

Seketika, Gemintang tersadar bahwa dia salah bertanya. Janu memang tidak akan pernah kekurangan uang. Harta kekayaannya berlimpah dan takkan habis sampai tujuh turunan.

Dan, ucapan itu membuktikan bahwa Januartha yang dia kenal telah berubah. Dia tidak lagi seperti dulu. Seperti yang dikatakan Rosaline, dia berbohong. 

Ke depannya bukan Gemintang yang berada di sisinya. 

Dan bila saat itu tiba, sanggupkah ia melepaskan anaknya untuk Janu dan Rosaline?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 151 — TAMAT

    Beberapa bulan setelah itu, Baskara sedang menyimak berita yang sedang trending di media. Soal Janu dan Gemintang yang sedang naik bisnisnya. Juga hubungan mereka yang diperdebatkan banyak orang. Entah bagaimana ia harus merasa. Dia tak rela, tetapi itulah menjadi pilihan Gemintang. Aruna yang tahu perasaan lelaki itu menyandarkan tubuhnya di kursi sebelah Baskara yang sedang menatap layar ponselnya, memperhatikan berita tentang Janu dan Gemintang. Semburat senyum tipis terlihat di wajahnya, tetapi matanya menunjukkan kesedihan yang tak tersembunyikan.“Kenapa Bapak masih melihat berita mereka?” Aruna bertanya lembut, mengambil alih perhatian Baskara yang sepertinya larut dalam pikirannya sendiri.Baskara menghela napas, mengunci layar ponselnya dan meletakkannya di meja. “Entahlah, mungkin aku hanya ingin memastikan bahwa dia bahagia di sana.”Aruna tersenyum lembut, mencoba mengusir suasana muram di wajah Baskara. “Gemintang memang sudah memilih jalannya sendiri, Pak. Terkadang, m

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 150 — KATA YANG TAK PERNAH TERUCAP

    “Kalian memang manusia tidak tahu diuntung! Awas saja! Awas saja kalian!”Usai mengatakan demikian, Bu Dewi gegas pergi dari ruangan itu, meninggalkan Janu dan Rosaline yang kini berdiri pada posisinya masing-masing. “Bibirmu berdarah.” Janu menunjuk setitik darah yang tampak di sudut bibir Rosaline.Janu lalu menghubungi sekretaris untuk meminta kotak obat lewat sambungan pararel.“Duduklah, sekretaris akan datang bawakan obat.”Rosaline kemudian duduk di sofa, sementara Janu mengambilkan satu botol air mineral dan membukakan tutupnya untuk Rosaline, bersamaan dengan itu pula, sekretaris Rosaline mengantar obat. Saat sekretarisnya memberikan kotak obat, Rosaline menunduk sambil mengambilnya dari tangan sang sekretaris. "Terima kasih, tapi saya bisa obati sendiri," ucapnya pelan yang kemudian dijawab dengan anggukan oleh sang sekretaris.Janu menyerahkan botol air mineral yang baru saja ia buka untuk Rosaline. “Ini, minumlah dulu,” ujarnya dengan nada lembut. Rosaline mengucapkan te

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 149 — SETITIK DARAH

    “Kau yakin aku ingin membahas hal itu?” Rosaline memelankan suaranya. Dia sedikit terkejut dengan permintaan Janu. “Lakukan saja, pancing hingga dia mengatakan semuanya.”Rosaline mengangguk.Janu lantas beringsut mundur, mencari tempat strategis, tak lupa membawa pena perekam yang diberikan oleh Rosaline dan memastikan dirinya tak meninggalkan jejak apapun. “Rosaline!”Seruan Bu Dewi semakin jelas dan keras, hampir memekakan telinganya. Rosaline lalu membawa dirinya duduk di kursi direktur, membuka laptopnya dan bersikap seolah ia sedang bekerja. Hingga akhirnya ….Brakk! Pitu ruangannya dibuka dengan kasar, Rosaline menghentikan gerakan jarinya di atas papan ketik. Dia mendongak menatap Bu Dewi yang memberikan ekpsresi marahnya. “Bisa-bisanya meminta sekretarismu untuk berbohong dan mengatakan kau sedang menemui tamu, padahal kau sedang tidak bertemu dengan siapa-siapa?” Wanita paruh baya itu berjalan mendekat ke arah Rosaline dengan wajah penuh amarah, kedua tangan juga mengep

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 148 — WELLCOME BACK!

    Pagi-pagi sekali, Janu segera pergi ke kantor Ferinco.Empat tahun tidak pernah mengunjunginya, gedung pencakar langit itu masih sama, tidak banyak hal yang berubah, hanya mengalami renovasi di beberapa titik denah. Janu mengikuti arah langkah Manggala yang berjalan lebih dulu di depannya, mengantarnya menuju tempat tujuan. Setelah beberapa saat menyusuri lorong, dan menaiki lift, mereka bedua akhirnya tiba di depan ruang milik Rosaline.Sementara Manggala menghela napas panjang sebelum menepuk pundak Janu. Pria yang berusia lebih muda darinya itu merentangkan tangan. “Akhirnya, kau kembali. Welcome back to work!”“Thanks, Brother! Kau harus menemaniku memulai semuanya dari awal,” ucap Janu membalas pelukan Manggala. “Itu pasti! Oh iya, Kau langsung masuk saja, biasanya Rosaline akan datang sebentar lagi.” Manggala melepas peluknya, lalu melirik arloji perak pada tangan kirinya. Pria berjas itu lalu mengambil sebuah kartu dari dalam saku jasnya.“ID card milikmu, mulai hari ini kau

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 147 — BERITA BAIK

    Selepas bertemu dengan Manggala di kafe, menjelang makan siang Janu kembali ke rumah. Kedatangan pria itu disambut oleh si kembar yang berlari ke arahnya seraya memanggil, “Ayah!”“Yeeeay! Ayah pulang!”Janu pun menggendong mereka berdua. “Kamu sudah selesai, Mas?” tanya Gemintang ketika melihat Janu menggendong putra dan putrinya. Dia melihat sekilas ke arah Janu, sebelum mengembalikan pandangan pada untaian daun bawang di hadapannya.“Sudah,” jawab Janu ketika menurunkan Keenan dan Kinara di ruang tengah. Kedua bocah itu segera menghampiri mainan mereka lagi. Sementara Janu mendekat ke arah Gemintang yang sedang sibuk di dapur. “Apa yang kalian bahas? Sepertinya kamu ceria sekali setelah bertemu dengan mantan istri?” mendengar itu Janu terkekeh. Selanjutnya melingkarkan lengannya di tubuh Gemintang. Dagunya bersandar di pundak kanan wanita itu. “Kamu cemburu, hm?”“Tidak. Hanya penasaran, apa yang dibahas suamiku ketika bertemu mantan sehingga ketika pulang wajahnya bisa sumring

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 146 — RENCANA JANU

    Janu memandangi surat itu dalam diam. Hatinya berkecamuk antara kaget dan heran. Satu sisi, ia merasa diberi kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Namun di sisi lain, ada keraguan yang masih muncul dalam hatinya. Apakah ini semua bisa dipercaya? Atau hanya akal-akalan Rosaline saja?"Aku mengerti keraguanmu. Awalnya, aku tidak ingin percaya dengan Rosaline, tetapi, jika dipikirkan ulang, untuk apa dia rela untuk melepas ini semua, kalau bukan karena dia memang ingin berubah?"Janu masih membisu, mencoba mempertimbangkan kata-kata sang sepupu. Hingga akhirnya, pria itu membuka suara. “Jika aku menerima kembali ini semua, lantas bagaimana dengan Rosaline?”“Dia sudah punya tujuannya sendiri. Kau tidak perlu cemaskan itu, yang penting sekarang dia sudah berada di pihakku, dia juga sudah bersedia bersaksi atas semua kesalahan Bu Dewi.”“Dia bersedia?” ulang Janu, tak percaya. “Iya, yang aku tahu hubungannya dengan Bu Dewi memburuk. Anak buahku melapor jika Rosaline tinggal di aparteme

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 145 — APAPUN ALASANNYA

    “Aku tidak tahu, tetapi Manggala bilang Rosaline ingin bertemu denganku.”Janu memperhatikan wajah istrinya yang berubah. Begitu nama Rosaline disebut, senyum di wajah Gemintang pudar perlahan. Janu paham, hati wanita itu begitu sensitif, terlebih jika mendengar nama mantan atau orang yang pernah menjadi masa lalu pasangannya.Dia bahkan tahu, Rosaline adalah sumber masalah mereka selama ini. Seharusnya nama itu tak pernah ia sebutkan.“Rosaline?” ulang Gemintang, “Kamu… masih berhubungan dengan dia?”Janu cepat-cepat menggeleng. “Tidak. Jangan salah paham dulu. Aku sudah lama putus kontak dengannya. Kalau kamu tidak percaya, kamu boleh tanya ke Manggala. Aku juga tidak tahu apa yang akan Rosaline bicarakan; tiba-tiba saja dia meminta bertemu.”Gemintang tetap diam, membuat Janu khawatir dia akan marah.“Begini saja, kita pergi bersama, supaya kamu tahu apa yang akan Rosaline bicarakan,” tawar Janu, berharap bisa menenangkan hati istrinya.Namun, jawaban Gemintang tak sesuai harapannya

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 144 — ANAK KE EMPAT?

    “Mengembalikan apa yang seharusnya menjadi milik Janu.”Manggala menatap map berwarna biru yang baru saja disodorkan Rosaline. Sepasang matanya menyipit kala melihat barisan tinta yang tertulis di atas kertas itu. Apakah semudah itu Rosaline menyerahkan kembali semua aset yang telah dia dapatkan ini?“Kalau kau berpikir aku punya rencana buruk, kau salah. Aku serius, Manggala. Aku ingin mengakhiri semua ini. Aku bersedia menjadi saksi. Bahkan jika aku dinyatakan bersalah, aku siap menerima konsekuensinya.” Rosaline mengatakan kalimat itu dengan suara yang agak parau. Sebenarnya Manggala iba dengan wanita itu, tetapi mengingat semua perbuatannya di masa lalu, ia tetap harus waspada, bukan? Bisa saja ini hanya permainan liciknya?“Apa yang membuatmu berubah pikiran seperti ini, Rosaline? Apa yang akan terjadi ketika kau mengembalikan semua ini pada Janu?” Manggala bertanya setelah menyeruput kopinya. Helaan napas panjang meluncur dari bibir Rosaline. “Sudah kukatakan sebelumnya karena

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 143 — MENGEMBALIKAN HAK MILIK

    “Maksudmu… Janu?” Manggala mengulang, keningnya berkerut, mencoba mencerna maksud ucapan Rosaline. Tidak ada angin, tidak ada hujan tiba-tiba membicarakan pria itu.Mengingat sudah bertahun-tahun lamanya wanita itu tak mengungkit nama Janu. Hingga sekarang ketika Janu sudah bersama lagi dengan Gemintang, mengapa tiba-tiba dia membahas soal pria itu?Apa dia sudah tahu tentang mereka?[“Ya, aku tidak bisa menjelaskan di sini. Aku ingin bertemu denganmu sekarang. Akan aku jelaskan semuanya.”] Rosaline menjawab dari seberang sana. Suaranya terdengar parau. Entah apa yang terjadj dengan wanita itu tetapi Manggala hanya bisa menebak-nebak. Manggala menghela napas panjang, bergulat dengan keengganan, tetapi rasa penasaran yang begitu besar memaksanya setuju. “Oke, sebaiknya kita bertemu di luar kantor saja. Takutnya ada banyak orang yang mendengar,” usulnya yang kemudian disetujui oleh Rosaline. Setelah sepakat, mereka meluncur ke sebuah kafe di pusat kota. Meski ramai, mereka menemukan s

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status