Share

28. Di Sudut Kamar Gelap

Terburu-buru aku menyibak kembali daun pintu, tetapi Bu Rahmi bersuara, "Kamu lapar? Makanlah dulu. Saya akan siapkan makan siang buat kamu."

Bu Rahmi kembali ke dapur. Tak berapa lama dia membawa nasi beserta lauk-pauk dan juga minuman, lantas menghindangkannya di meja ruang tamu.

Aku masih terdiam, menatap makanan yang membuat perutku semakin berkerucuk keras.

"Makanlah, Arman. Saya tau kamu lapar."

Perut ini memang sungguh tidak bisa diajak kompromi. Baiklah, aku akan menghilangkan segala gengsi untuk hari ini. Biarlah bila Bu Rahmi ingin mengadu, aku sudah terlanjur dianggap pria benalu oleh Lia.

Aku duduk, dengan lahap aku memakan segala makanan yang terhidang, tanpa bersisa. Wajar saja, sudah dua hari lambungku tidak bertemu nasi.

"Setelah ini, carilah pekerjaan, Man. Hilangkan segala gengsi, jadilah jantan untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatanmu."

Tiba-tiba Bu Rahmi berkata begitu. Aku diam, mendengarkan.

"Seenggaknya pikirkan perasaaan Nurul. Meski bagaimana pun, dia pun
Narpendyah Kahurangi

Terima kasih buat pembaca setiaku. Maaf ... banget karena cerita ini lama dilanjut karena kesibukanku di duta. Aku janji bakal namatin cerita ini secepat mungkin. Karena digantung itu gak enak banget rasanya.

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status