Share

Bab 2

Author: Kamari
Di kediaman Keluarga Sutedja, di ruang tamunya yang luas.

Susan menunduk, menatap kedua tangannya yang masih terlihat muda dan baru benar-benar yakin jika dirinya telah terlahir kembali.

Di tengah sofa, tatapan tajam Pak Firman tertuju pada Susan. Suaranya parau, tetapi berat.

"Susan, kamu yakin mau ikut Ryan ke Kota Haira untuk urusan bisnis?"

Bulu mata Susan sedikit bergetar.

Susan ingat jika inilah titik balik penting di kehidupannya yang sebelumnya.

Ryan pergi ke Kota Haira. Di luar, alasannya adalah untuk perjalanan dinas. Namun, sebenarnya untuk menemui pacar pertamanya, Yunda.

Setelah mengetahui hal tersebut, Susan pun bersikeras ingin ikut.

Ayah Susan adalah sopir Pak Firman, yang meninggal dunia demi menyelamatkan Pak Firman. Sebagai bentuk rasa terima kasih, Keluarga Sutedja membawa Susan ke rumah mereka dan membesarkannya, memberikan apa pun yang dimau Susan, sehingga posisi Susan hampir setara dengan putri sah Keluarga Sutedja.

Oleh karena itu, Pak Firman pun mengabulkan permintaan Susan untuk ikut Ryan dalam perjalanan dinas tersebut.

Susan melirik ke sisi Pak Firman.

Ryan mengenakan setelan jas hitam yang potongannya rapi dan elegan. Kancingnya terpasang sempurna hingga bagian paling atas. Dia duduk santai sambil menyilangkan kaki. Rambutnya yang tergerai di dahi menutupi alis dan matanya yang tajam juga dingin. Sementara, bibir tipisnya terkatup rapat seperti kebiasaannya.

Begitu melihat Ryan untuk pertama kalinya, Susan merasa napasnya sesak. Kenangan masa lalu terus berulang di kepalanya.

Detak jantungnya hampir berhenti. Seluruh darah di tubuhnya terasa dingin.

Itulah pria yang pernah menguasai seluruh hidupnya. Pria yang menganggapnya tak lebih dari rongsokan.

Susan membencinya.

Benci sampai ke tulang sumsumnya.

Benci sampai siang dan malam yang terbayang hanyalah wajah Ryan ketika memandangnya dengan penuh penghinaan dan menindasnya.

Rasa jemu di wajah Ryan makin terlihat jelas. Jari-jari Ryan perlahan-lahan mengetuk lututnya.

Susan tahu betul, itu adalah tanda jika Ryan sedang tidak sabar.

Seolah Ryan sudah yakin jika Susan pasti akan bersikeras ingin ikut.

Namun, karena kali ini Susan diberi kesempatan untuk memulai kembali, dia tidak boleh mengulang kesalahan yang sama.

Sebelum Susan bisa membuka mulut, ibunya yang berada di belakangnya, Wirda Yusri, sudah berkata dengan nada merendah, "Tentu saja, tentu saja. Hubungan Susan dan Pak Ryan sangat baik. Jadi, ke mana pun harus ikut. Tentu saja harus …."

"Nggak usah."

Susan dengan lembut memotong ucapan Wirda.

Begitu kata-kata itu terucap, semua orang di ruang tamu langsung menoleh padanya.

Hanya Ryan yang wajahnya tetap dingin seperti biasa.

Susan mengangkat wajahnya. Sepasang matanya yang jernih menatap Pak Firman. Suaranya tenang dan lugas.

"Kakek Firman, sebentar lagi aku akan menghadapi ujian masuk perguruan tinggi, jadi harus fokus belajar. Aku nggak akan mengganggu perjalanan bisnis Kak Ryan."

Pak Firman tampak agak terkejut.

Wirda menggertakkan giginya karena panik. Kemudian, dia bergegas mendekat, menarik pergelangan tangan Susan dan berkata dengan suara pelan, "Pak Firman, Susan cuma asal bicara. Jangan didengarkan. Kalian juga pasti bisa lihat betapa dia ingin ikut."

"Ibu." Susan menarik kembali pergelangan tangannya dari genggaman Wirda. "Aku memang benar-benar ingin belajar dengan baik."

Wirda tidak bisa melihatnya, tetapi Susan justru bisa melihatnya dengan jelas.

Pak Firman terlihat seperti memperlakukannya dengan penuh toleransi. Namun, sebenarnya dia hanya memperlakukan Susan seperti barang kecil yang tidak penting.

Di kehidupan sebelumnya, saat Susan mengalami musibah, Pak Firman bahkan tidak datang menjenguk. Bahkan, terhadap Tata, Pak Firman juga tidak pernah menganggapnya.

Oleh karena itu, Susan kembali menegaskan, "Kakek Firman, Kak Ryan, beberapa waktu lalu aku memang terlalu kekanak-kanakan. Tapi, sekarang aku tahu. Kak Ryan sangat sibuk. Kali ini, aku nggak akan mengganggu pekerjaan Kak Ryan."

Sebelum Pak Firman bisa angkat bicara, Ryan yang tampak kehilangan kesabaran langsung berdiri.

Mata hitam Ryan yang dingin dan tajam menatap Susan sebentar. Sorot matanya gelap dan suaranya acuh tak acuh.

"Terserah."

Ryan pun pergi dengan tegas dan tanpa ragu.

Pak Firman juga tidak memaksa. Dia hanya melambaikan tangan, menyuruh mereka kembali ke kamar masing-masing.

Susan pun menghela napas lega.

Di dalam mobil Maybach yang terparkir di luar kediaman Keluarga Sutedja, Jefri Lukas dengan hati-hati mengamati Ryan melalui kaca spion.

Sebagai asisten pribadi Ryan, Jefri cukup memahami keadaan Keluarga Sutedja. Jefri tahu jika kembalinya Ryan kali ini pasti karena anak angkat yang selalu membuat onar dan menjengkelkan itu kembali membuat masalah.

Jefri juga tahu jika Ryan sejak dahulu tidak menyukai anak angkat itu dan bahkan bisa dibilang sangat membencinya.

Oleh karena itulah, Ryan terus mengerutkan kening sejak memasuki kediaman Keluarga Sutedja.

Sekarang, suasana hati Ryan jelas lebih buruk dibanding sebelum dia masuk kediaman Keluarga Sutedja.

Jefri berpikir, pasti gadis angkat itu lagi-lagi mengandalkan Pak Firman untuk mengajukan permintaan berlebihan Pada Ryan. Tanpa melihat pun Jefri sudah tahu, jika pasti seperti sebelumnya. Gadis itu ingin ikut Ryan dalam perjalanan dinas.

Jefri melirik ke luar jendela, tetapi tidak melihat sosok yang biasanya akan menempel dan mengganggu itu.

Oleh karena itu, Jefri pun memberanikan diri berkata, "Pak Ryan, menurutku Pak Ryan sebaiknya mulai bersikap tegas, langsung menolak Bu Susan, biar dia sadar diri dan mundur."

Tak disangka, Ryan mengangkat kepalanya. Sorot matanya dalam dan gelap. Suaranya terdengar dingin.

"Nggak usah banyak bicara. Nyalakan mobilnya."

Jefri langsung menutup mulut dan dengan patuh menyalakan mobil.

Jefri menunggu sebentar, hingga Ryan menggosok keningnya dengan lelah. "Ada apa?"

Jefri berkata pelan, "Kenapa Bu Susan nggak datang? Bukankah dia selalu ingin ikut denganmu?"

Hari ini akhir pekan. Susan tidak perlu masuk sekolah. Biasanya, dia selalu ikut Ryan, entah ke kantor maupun ke kediaman pribadinya.

Ryan merapatkan bibirnya. Mata hitamnya seperti tanpa sadar melirik ke arah gerbang rumah besar itu.

Gerbang itu tampak tenang, hanya terlihat para pelayan yang berlalu-lalang, sama sekali tidak ada sosok gadis yang biasanya muncul.

Ryan merasa agak tidak terbiasa dengan perubahan mendadak itu, keningnya pun sedikit berkerut.

"Nggak usah pedulikan dia, jalan."

Jefri menghela napas, lalu menyalakan mesin mobil.

Sepertinya Bu Susan benar-benar membuat Pak Ryan marah.

Ryan bersandar santai di kursi mobil dengan mata terpejam. Tiba-tiba, dia teringat pada ucapan Susan barusan.

Tidak ingin mengganggu?

Kelihatannya, itu hanyalah taktik mundur untuk maju. Jujur saja, tidak terlalu cerdik.

Wirda menepuk dadanya dan mengentakkan kakinya, seperti orang yang kecewa karena harapannya tak terpenuhi. "Kenapa kamu nggak ikut?"

"Apa kamu nggak tahu siapa orang yang akan ditemui Ryan?"

Susan menjawab dengan tenang, "Aku tahu."

Wirda menjadi makin geram. Giginya terkatup rapat. "Kalau begitu, kenapa kamu nggak ikut? Apa kamu mau melihat Ryan dan mantan pacarnya menghidupkan kembali hubungan lama? Nanti, kamu nggak akan punya tempat lagi di sisi Ryan."

"Kalau memang nggak ada, ya sudah." Wajah Susan tetap dingin. "Ibu, kalau mereka saling mencintai, buat apa aku ikut campur?"

Wirda sama sekali tidak mau mendengar apa yang dikatakan Susan. Dia memegang telinga Susan dengan kasar, lalu membentak di telinganya.

"Nggak bisa. Aku pasti akan meminta Pak Firman agar membiarkanmu ikut. Kamu harus menurut padaku."

Susan malas menanggapinya.

Wirda masih terus terbuai dalam mimpi indah, ingin menjadikan Susan sebagai istri Ryan. Namun, waktu akan membuatnya sadar.

Susan mengambil buku latihan dari lemari.

Meski di kehidupan sebelumnya Susan mendapat perlindungan dari Keluarga Sutedja, demi bisa sepadan dengan Ryan, Susan belajar dengan tekun siang dan malam hingga tidak sampai mengabaikan pendidikannya.

Sayangnya, sehari sebelum ujian masuk perguruan tinggi, sebuah insiden terjadi hingga Susan melewatkan ujian tersebut.

Setelah rentetan peristiwa berikutnya, Susan pun tidak mengulang sekolah dan sama sekali tidak pernah masuk universitas.

Di kehidupan ini, Susan bertekad untuk benar-benar menghargai kesempatan mengikuti ujian masuk perguruan tinggi, lalu memilih universitas yang sangat jauh dari Keluarga Sutedja dan Ryan, demi bisa pergi sejauh mungkin.

Hanya saja, dendam di kehidupan sebelumnya tidak akan pernah dilupakan Susan dan Susan pun tidak berani melupakannya.

Suatu hari nanti, semua orang yang pernah menyakiti Tata akan membayarnya dengan harga yang setimpal.

Saat Susan belajar hingga malam tiba, Wirda tiba-tiba masuk dari luar kamar sambil menarik koper, hendak membantunya membereskan barang-barang.

Susan langsung merebut koper itu dari tangan Wirda. "Bu, apa yang Ibu lakukan?"

Wirda mencolek kening Susan dengan jarinya dan tersenyum lebar. "Pak Firman sudah setuju kamu pergi dinas bersama Firman. Cepatlah kemasi barang-barangmu. Nanti kamu harus bicara baik-baik pada Ryan. Jangan lagi seperti hari ini, bikin orang kesal."
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 192

    Susan sedikit mengerutkan kening, lalu berbalik untuk menghindar.Pria itu langsung menarik lengan Susan sambil tertawa main-main. "Nona Susan, hanya minum segelas untuk menghormati saja nggak sesulit itu, 'kan?"Wajah Susan menjadi dingin. "Lepaskan."Setelah dipermalukan di depan umum, wajah pria itu langsung menjadi muram, lalu dia menarik pergelangan tangan Susan dengan makin keras. "Susan, kenapa kamu sok sekali?""Jangan bersikap nggak tahu diri."Pria itu hampir membentak. Di gedung kolam renang yang besar, suara pria itu terdengar sangat jelas. Orang-orang di sekitar langsung menoleh ke arah mereka.Orang-orang di dalam gedung kolam renang terbagi menjadi dua bagian. Sebagian besar orang menghampiri Ryan dan Yunda untuk menyanjung keduanya, sementara sebagian kecil lainnya adalah pria-pria dengan tubuh bagian atas tanpa busana dan perut yang berlemak. Mereka adalah orang-orang yang mengelilingi Susan. Senyuman di wajah mereka dan tatapan mereka pada Susan sangat cabul, seolah i

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 191

    Susan menatapnya dengan pandangan dingin. "Aku nggak menyangka ternyata Pak Gavin memiliki hobi seperti ini. Aku nggak akan menemanimu supaya aku nggak tertular penyakit di sini."Kata-kata Susan sangat tidak sopan dan tajam.Ketika mendengar itu, raut wajah Gavin menjadi muram, tetapi dia tetap mempertahankan sikap sopannya seperti biasa.Susan berbalik, hendak mendorong pintu kolam renang.Suara Gavin yang santai terdengar dari belakangnya, "Nggak ada gunanya, pintu itu nggak akan terbuka tanpa izinku. Jadi, Susan, sebaiknya kamu diam di sini saja malam ini."Susan menggertakkan giginya.Ketika berbalik, dia langsung melihat Gavin melepas jas luarnya di hadapannya tanpa ragu-ragu. Kemudian, pria itu juga melepaskan kemeja putih yang menutupi tubuh bagian atasnya.Susan mengerutkan kening, lalu mengalihkan pandangannya.Gavin tertawa. "Kenapa? Apa tubuhku nggak bagus? Kenapa kamu nggak melihatku?"Susan berkata dengan nada dingin, "Kalau kamu nggak selalu bertingkah seperti burung mer

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 190

    Susan berjalan mendekat dengan ekspresi dingin. Ketika sekelompok gadis yang bergosip melihatnya datang, mata mereka sontak terbelalak dan mereka mundur seolah menghindari wabah.Ketika Susan tiba di restoran, hanya ada sedikit orang di dalam.Susan duduk di dekat jendela dengan piringnya, dia makan sambil memperhatikan lalu lintas di bawah.Sebuah mobil Rolls-Royce melaju dan berhenti di depan hotel.Entah kenapa, perhatian Susan tertuju pada mobil itu.Pintu pengemudi dan kursi di sampingnya dibuka oleh seorang pelayan di pintu masuk hotel. Ryan dan Yunda keluar dari mobil.Yunda berjalan ke sisi Ryan, lalu menggandeng lengan Ryan dan menyender nyaman pada pria itu.Mereka berdua benar-benar serasi dan sepadan, sama-sama berbakat dan menawan.Setelah Ryan dan Yunda menghilang dari pandangan, Susan baru mengalihkan pandangannya.Dia makan dengan tenang.Restoran itu begitu sunyi sehingga Susan dapat mendengar semuanya dengan jelas dari beberapa meter jauhnya."Katanya Pak Ryan dan Yun

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 189

    Akun resmi Kompetisi Piano Yunai juga segera memberikan klarifikasi: [Dalam kompetisi ini, para juri menilai berdasarkan prinsip keadilan dan jujur. Hasil kompetisi telah diverifikasi oleh penyelenggara dan tidak ada 'penyuapan' atau perilaku 'jalur dalam' seperti yang dituduhkan dalam laporan daring.][Terkait rumor yang disebarkan oleh beberapa netizen, pihak penyelenggara telah menugaskan tim hukum untuk mengumpulkan bukti dan mendokumentasikannya. Kami menghimbau seluruh netizen untuk berhenti menyebarkan rumor. Kalau rumor semacam ini terus berlanjut, pihak penyelenggara akan menggunakan jalur hukum untuk membela hak dan kepentingan sah kompetisi, para juri dan para kontestan.][Kami menghimbau kepada netizen untuk menaati peraturan perundang-undangan, tidak menyebarkan berita bohong dan fitnah, serta menjaga keamanan dunia maya.]Tulisan tersebut juga menyertakan peringkat babak penyisihan setiap kontestan dan daftar mereka yang melaju ke semifinal.Kendati klarifikasi dan sangga

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 188

    Susan melanjutkan, "Pianonya masih berfungsi dengan sangat baik sebelum giliranku, tapi jadi rusak pas giliranku. Itu berarti hanya kontestan sebelumku yang bisa mencurangi piano.""Kontestan di depanku adalah Jane Sukma yang kubantu memperbaiki pakaiannya, 'kan?"Susan bertanya-tanya, apa mungkin seorang wanita yang begitu bermusuhan terhadapnya tiba-tiba menjadi begitu baik dan ramah hanya karena Susan membantu menjahit pakaiannya?Kemungkinannya sangat kecil.Berarti, ada kemungkinan lain.Wanita itu justru sengaja memanfaatkan kesan membela Susan untuk meminimalisir kecurigaan bahwa dialah yang telah merusak piano.Gavin yang berdiri di belakang Susan pun terkekeh, "Susan, kamu ternyata nggak sebodoh yang orang lain katakan. Kamu memang pintar.""Sayangnya …." Senyuman Gavin makin lebar. "Kamu nggak punya bukti. Mengatakan hal-hal ini tanpa bukti adalah fitnah dan pencemaran nama baik."Terkait Jane, peninjauan menyeluruh terhadap rekaman kamera pengawasan akan mengungkap trik yang

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 187

    Wanita itu sontak merasa sedikit malu. Dia menggigit bibirnya, lalu mengangkat dagunya dan balas mengangguk dengan bangga.Susan berbalik sambil tertawa kecil.Dia baru saja mengangkat kakinya ketika suara Gavin terdengar dari sampingnya."Nona Susan, kamu mau pergi ke mana?"Susan tidak berhenti berjalan, tetapi Gavin berkata lagi, "Ada yang ingin kubicarakan denganmu."Susan tetap diam.Dia berjalan keluar restoran, meninggalkan Gavin di belakang.Gavin pun berkata, "Apa Nona Susan ada urusan mendesak? Kamu bahkan nggak mau memberiku waktu beberapa menit."Susan masih mengabaikannya.Senyum santai Gavin sontak membeku. Dia menatap punggung Susan dengan sorot tajam.Gavin pun melangkah maju dan meraih pergelangan tangan Susan, lalu menarik dan membanting tubuh Susan ke dinding.Pemandangan yang Susan lihat sontak berputar. Dia memejamkan mata, tubuh dan bagian belakang kepalanya membentur dinding dengan keras. Penglihatan Susan sontak menjadi berkunang-kunang.Belum sempat Susan membu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status