Share

Bab 8

Author: Kamari
"Jangan berpikir bisa melarikan diri," kata Ryan.

Susan menggertakkan gigi penuh kebencian.

Ryan memang menganggapnya sebagai Yunda, jadi dia melakukan hal yang melewati batas seperti ini.

Ketika Ryan hampir memasukkan tangannya ke balik baju Susan, seluruh tubuh wanita itu meneriakkan penolakan. Dia menghantamkan sikunya ke dada pria itu dengan keras.

"Jangan sentuh aku!"

Kata-kata Susan keluar dari sela-sela giginya, "Benar-benar memuakkan."

Gerakan tangan Ryan tiba-tiba terhenti, sementara suaranya yang serak terdengar di telinga Susan.

"Apa katamu?"

Susan menggertakkan gigi. "Ryan, kamu benar-benar memuakkan."

Ryan terdiam sejenak. Tiba-tiba, dia menutup mulut Susan dengan telapak tangannya, lalu menggeram marah.

"Diam!"

Seketika, Ryan menyingkap pakaian Susan, telapak tangannya yang panas menutupi pinggang wanita itu.

Susan menempelkan dahinya ke pintu kamar mandi dengan putus asa.

Di belakangnya, Ryan tampak seperti serigala yang ganas. Susan seakan tidak memiliki tempat untuk melarikan diri.

Apakah tragedi di kehidupan sebelumnya akan terulang lagi?

Mungkin dewa sedang menolongnya, karena pintu kamar tiba-tiba terbuka secara otomatis.

Pada saat itu, Susan mendorong Ryan dengan sekuat tenaga, langsung berlari keluar pintu.

Setelah Susan keluar, dia menutup pintu dengan keras.

Dia berlari beberapa langkah tanpa arah dengan panik, bertemu dengan Yunda dan Feny.

Yunda melihatnya, tanpa sadar suaranya meninggi, "Nona Susan, kenapa kamu ada di sini?"

Wajah Susan tampak muram. "Kenapa aku nggak boleh berada di sini?"

Yunda tiba-tiba mencengkeram tangan Susan dengan lebih keras, kukunya hampir mencakar masuk ke kulit Susan, hampir seperti menghakiminya.

"Nona Susan, kenapa mulutmu merah sekali? Kamu nggak melakukan apa-apa dengan Ryan, 'kan?" tanya wanita itu.

Nada suara Susan tetap tenang, tatapannya dingin. "Nggak. Kamu tenang saja, aku nggak akan menyentuh Ryan-mu."

Feny terkekeh. "Siapa yang tahu? Bukankah kamu memang orang yang nggak tahu malu?"

Susan tidak menanggapi kata-kata Feny, hanya menatap Yunda sambil berkata pelan.

"Ryan sekarang sedang merasa nggak nyaman. Apa kamu nggak mau masuk untuk menemaninya?"

"Mungkin setelah malam ini, kalian bisa kembali bersama."

Pipi Yunda perlahan memerah karena malu. Dia segera melepaskan tangannya, lalu berlari dengan terburu-buru ke kamar tempat Ryan berada.

Susan diam-diam melihat Yunda masuk ke dalam kamar itu, lalu menutup pintu.

Jika tidak terjadi hal tidak terduga malam ini, Ryan akan mendapatkan Yunda yang selama ini diinginkannya.

Begini juga baik, semuanya kembali ke jalurnya.

Hubungan antara dirinya dan Ryan juga harus diputuskan hingga tuntas.

Dia dan Ryan harus benar-benar menjaga jarak dengan tegas.

Tujuan Susan jelas, yaitu membuat orang yang menyakiti Tata membayar utang darah ini dengan darah mereka sendiri.

Mulai sekarang, semua orang yang menghalangi balas dendamnya, adalah musuhnya.

Meskipun itu Ryan sendiri.

Meskipun itu Keluarga Sutedja.

Susan berbalik hendak pergi, tetapi Feny tiba-tiba mencengkeram pergelangan tangannya lagi.

"Susan, apa yang sedang kamu lakukan?"

Susan menepis tangan Feny tanpa ragu. "Itu nggak ada hubungannya denganmu."

Wajah Feny menjadi sangat muram.

Dia bisa merasakan bahwa Susan menjadi berbeda, sangat amat berbeda.

Susan menjadi tidak terkendali, juga tidak lagi menunjukkan penampilan bagaikan burung puyuh yang bisa dipermainkan seperti dulu.

Entah mengapa, ada kepanikan di hati Feny.

Susan kembali ke kamarnya, tinggal di dalam kamar mandi untuk waktu yang lama. Dia berulang kali membasuh tempat yang disentuh Ryan, mencucinya sampai kulit putihnya memerah, sebelum akhirnya berhenti.

Kehidupan ini akhirnya berbeda.

Di kehidupan sebelumnya, Susan berlutut di halaman sambil melihat bayangan dua orang yang terpancar dari jendela kamar Ryan. Sekarang, dia berbaring di selimut yang nyaman dan lembut, seluruh tubuhnya merasa rileks.

Setelah tidur nyenyak semalaman, Susan membawa tas sekolahnya turun.

Di meja makan hanya ada Firman dan Feny. Sementara itu, Ryan dan Yunda tidak terlihat di mana pun.

Sepertinya setelah semalam yang penuh keliaran, mereka masih belum bangun.

Susan berjalan dengan ekspresi wajah normal, lalu duduk di samping Firman.

"Kakek."

Firman mengangguk, menatapnya dengan penuh kasih sayang. "Sekolah dimulai hari ini, ya?"

Susan mengangguk. "Ya."

Firman berkata, "Kamu dan Feny adalah teman sekelas, sama-sama akan mengikuti ujian kelulusan. Kalian harus saling belajar untuk bisa masuk ke universitas yang bagus."

Feny perlahan memutar matanya, tetapi tidak berani membantah apa-apa di depan kakeknya.

Firman tiba-tiba berkata, "Nggak masalah kalau kamu nggak bisa masuk ke universitas yang bagus. Keluarga kita memiliki kemampuan untuk mengirim kalian kuliah di luar negeri."

Susan menyetujui semuanya.

Sayangnya, di kehidupan sebelumnya setelah Firman mengetahui dirinya mengandung anak Ryan, pria tua ini langsung melarangnya pergi ke sekolah.

Jangankan kuliah di luar negeri, bahkan ujian kelulusan saja tidak bisa Susan ikuti.

Susan sedang memakan sarapannya perlahan ketika tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dari atas.

Dengan niat menonton drama, Susan mengangkat kepala untuk melihat.

Di pintu kamar, Ryan membantu Yunda keluar dengan hati-hati, lalu melangkah menuruni tangga.

Keduanya masih memakai pakaian kemarin, sama sekali belum menggantinya.

Yunda tampak seperti sangat lemah sampai memerlukan bantuan orang lain untuk turun ke bawah. Ryan juga sangat berhati-hati.

Susan mengalihkan pandangannya, langsung bertemu dengan tatapan mengejek dan sinis Feny.

Susan mengangkat alis sambil tersenyum pada Feny.

Ekspresi di wajah Feny membeku.

Dalam sekejap, Ryan membantu Yunda duduk di meja makan, lalu duduk berhadapan dengan Susan.

Feny bertanya dengan tidak sabar, sementara matanya bolak-balik pada dua orang itu dengan tatapan ambigu, "Kak, Kak Yunda, apa yang kalian lakukan tadi malam?"

"Apa kalian sudah kembali bersama? Semalam aku juga nggak melihat kalian keluar."

Setelah melihat keduanya keluar bersama dari dalam kamar, wajah Wirda berubah pucat pasi.

Wajah Yunda sebenarnya agak pucat. Setelah mendengar perkataan Feny, pipinya perlahan memerah, tidak berani mengangkat kepala.

"Nggak ada. Feny, jangan bicara sembarangan."

Feny masih ingin mengetahui lebih banyak informasi, "Kak, katakan padaku, apa yang kalian lakukan tadi malam?"

Ryan menatapnya sekilas dengan tatapan acuh tak acuh. Suaranya terdengar sedikit serak serta membawa tekanan, "Apa yang kamu tanyakan? Makanlah yang baik."

Setelah mendengar Ryan berkata demikian, wajah Feny masih menunjukkan senyuman.

"Sepertinya ada sesuatu yang terjadi. Kalau nggak, kenapa kalian nggak mau mengatakannya?"

Wajah Yunda menjadi makin merah, sementara kepalanya hampir terbenam di meja.

Firman tidak pernah mau ikut campur dengan urusan anak muda. Jadi, dia hanya bertanya sekali sebelum berhenti.

Hanya Susan yang makan dengan tenang, tidak tahu betapa dia sudah membuat Ryan marah.

Ryan meletakkan sendoknya, lalu berkata dengan nada acuh tak acuh, "Nanti aku akan mengantarmu ke sekolah."

Feny langsung tertawa. "Oke, oke."

"Bukan kamu. Paman Dodit yang akan mengantarmu," balas Ryan.

Sendok Feny hampir terjatuh dari tangannya. "Lalu, siapa yang akan kamu antar ke sekolah?"

Susan memakan sesendok bubur, lalu bertanya, "Bisakah aku menolak?"

Ryan berkata, "Kamu nggak bisa menolak."

Tidak ada cara lain. Kediaman Keluarga Sutedja berada di tengah lereng gunung, agak jauh dari halte bus. Jadi, Susan hanya bisa mengandalkan sopir Keluarga Sutedja untuk pergi ke sekolah.

Ryan ingin mengantarnya, Susan sama sekali tidak bisa menolak.

Ketika naik ke mobil Ryan, seluruh tubuh Susan merasa sedikit tidak nyaman.

Dia duduk di samping Ryan, memeluk tas sekolah di depan dadanya dengan waspada.

Ryan memakai kacamata berbingkai emas, membaca informasi perusahaan di tablet. Cahaya biru dari tablet menyinari wajahnya, membuat profilnya terlihat lebih halus dan tegas.

Ryan membaca informasi itu dengan sangat tenang.

Jika memungkinkan, Susan berharap pria ini tidak berbicara sepanjang jalan.

Ryan tiba-tiba melepaskan kacamata hitamnya, menutup tablet, lalu berbicara dengan suara yang jernih dan dingin.

"Kamu mengatakan aku memuakkan?"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 100

    Satu-satunya perbedaan adalah Alex, sepertinya Susan tidak pernah melihatnya di kawanan Sherra sebelumnya.Namun, Susan tidak ambil pusing dan bertanya dengan santai, "Kamu lagi kerja paruh waktu? Berapa gajimu per hari?"Alex menjawab sambil tersenyum puas, "Keluarga Sutedja dan para tamu ini sangat murah hati. Uang tips saja sudah dua juta lebih."Mata Susan sontak terbelalak. "Berapa? Dua juta?"Alex mengacungkan satu jari dan menggoyangkannya, lalu mengacungkan beberapa jarinya lagi."Enam juta lebih."Susan tiba-tiba merasa makanan penutup ini tidak terasa enak lagi.Dia bahkan ingin menemui Ryan sekarang juga dan meminta pria itu mempekerjakannya sebagai pelayan.Alex melirik ke kedua sisi dan berbisik dengan tergesa-gesa, "Sudah dulu ya, aku harus pergi bekerja."Susan mengangguk dengan perasaan kehilangan.Setelah Susan menundukkan kepalanya, suara langkah kaki yang mantap dan familier pu perlahan terdengar mendekatinya.Susan kenal betul suara langkah ini sampai-sampai dia sud

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 99

    Pak Firman yang sedari tadi terdiam, lalu berjalan menghampiri dan menatap Susan dengan sayu. Suaranya terdengar tua, tetapi sangat mengintimidasi."Kamu harus tetap di sini. Aku nggak mengizinkanmu pergi."Susan pun tersenyum kecil. "Kenapa? Sekarang rumah Keluarga Sutedja sudah jadi kapal bajak laut? Bisa masuk nggak bisa keluar?"Feny pun berkata dengan kesal, "Kakek, kenapa memintanya tetap di sini? Dia 'kan bukan anggota Keluarga Sutedja!"Pak Firman tidak berkata apa-apa. Dia menatap Susan dengan sorot mendalam selama beberapa detik, lalu berbalik badan dan berjalan pergi.Si kepala pelayan yang berada di belakang melangkah maju dengan wajah datar tanpa ekspresi. Dia berkata dengan nada seperti pebisnis yang tidak menerima penolakan, "Nona Susan, silakan kembali ke kamar Nona dan tunggu di sana."Susan menatap para pelayan dari rumah Keluarga Sutedja yang perlahan-lahan mengelilinginya, ekspresinya berubah menjadi dingin.Ketika berbalik hendak pergi, Susan mendengar beberapa wan

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 98

    Susan mengangkat tangannya dan meletakkan jemarinya di atas tuts piano.Begitu jemari Susan menekan tuts piano, suara piano yang merdu segera menyebar."Kerinduan" adalah lagu yang diciptakan Maria sebelum ajal menjemputnya. Lagu ini mengungkapkan kerinduan untuk keluar dari pegunungan, kerinduan untuk melintasi hutan, kerinduan akan kebebasan dan kerinduan akan segala hal yang indah.Maria memang terlahir dengan tidak beruntung, tetapi dia adalah sosok yang kuat.Maria tidak bergantung pada cinta ataupun pria dan hanya bergantung pada dirinya sendiri.Lagu ini bukan tentang kerinduan akan cinta.Lagu plagiat karya Yunda, "Cinta Asmara", hanya memuji cinta secara dangkal dan tidak benar-benar menyampaikan apa yang sebenarnya Maria maksud. Itu sebabnya Yunda tidak dapat memainkan melodi yang seharusnya dimainkan dalam lagu "Kerinduan".Melodi lagu "Kerinduan" bukanlah sesuatu yang sentimental, melainkan penuh gairah dan emosional.Susan menarik napas dalam-dalam, jari-jarinya terus berg

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 97

    Sorot tatapan Ryan tampak berkecamuk, pupil matanya yang gelap itu terlihat tajam. "Kok belum ganti baju?"Semua orang yang berkumpul di rumah Keluarga Sutedja adalah pejabat tinggi dan orang kaya, mereka semua tumbuh dalam kekayaan yang berlimpah. Mereka selalu memandang rendah Susan, si putri sopir yang diadopsi oleh Keluarga Sutedja.Yang namanya adopsi tetaplah adopsi. Sedekat apa pun Keluarga Sutedja dengan Susan, tetap saja Susan bukanlah putri kandung mereka.Selain itu, semua orang tahu bahwa Pak Firman mengusir Susan dari Keluarga Sutedja. Mereka semua juga tahu bagaimana sikap Pak Firman, jadi mereka makin meremehkan Susan.Bahkan ada orang yang datang ke hadapan Yunda dan membisikkan kata-kata yang dapat didengar semua orang."Nona Yunda, kamu harus waspada terhadap Susan. Sudah pasti dia nggak ganti pakai gaun karena ingin terlihat mencolok. Dia pasti sengaja mau menarik perhatian.""Iya, sebelumnya juga Susan berani menuduhmu plagiat. Itu berarti dia punya niat jahat terha

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 96

    Susan pun menutup tirai dan terdiam sejenak, lalu memutuskan untuk pergi sebelum pesta ulang tahun selesai.Susan memanfaatkan kesempatan saat tidak ada orang di sekitar untuk diam-diam turun dan bersembunyi di sudut.Siapa sangka, orang yang seharusnya berada di halaman malah masuk.Susan tidak mengerti apa yang sedang terjadi, jadi dia bersembunyi di sudut dan diam-diam mengintip keluar.Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri Yunda duduk di kursi piano di sudut ruang tamu dan membuka tutup piano di tengah sanjungan semua orang.Yunda pun berkata dengan lembut, "Karena kalian semua ingin lihat, izinkan aku memainkan lagu 'Cinta Asmara' untuk kalian semua."Sambil berbicara, Yunda menatap Ryan dengan pipi yang merona merah. Sorot tatapannya tampak sangat mendamba dan malu-malu."Lagu 'Cinta Asmara' ini juga kupersembahkan untuk Ryan."Susan melihat Ryan tersenyum kecil, sorot tatapan dingin dan tajam pria itu tampak sedikit melembut.Semua orang menatap kedua sejoli ini dengan sorot

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 95

    Sisil terkekeh pelan dengan sorot tatapan penuh penghinaan, tetapi tetap menyunggingkan seulas senyuman sopan."Memang dia ini anak dari keluarga kelas bawah. Itu hanya uang sepuluh miliar, tapi sudah segelisah dan semarah itu." Sisil tersenyum pada Yunda dan menghela napas. "Memang sudah benar mengusirnya keluar dari Keluarga Sutedja."Setelah itu, Sisil mengangkat dagunya dengan arogan dan mencibir."Seandainya saja kamu sepersepuluhnya Yunda dalam hal kebijaksanaan dan kepekaan, kamu nggak perlu pindah ke kontrakan kumuh itu."Victor yang wajahnya datar tanpa ekspresi pun mengangkat pandangannya dan menatap Susan dengan dingin sambil mengernyit."Nggak mungkin Keluarga Sutedja berutang uang sekecil itu padamu. Nggak usah bersikap picik di depan banyak orang. Bikin malu."Susan mengangguk-angguk seolah setuju dengan ucapan mereka.Lalu, Susan tersenyum dan berkata, "Karena ini nominal kecil buat kalian, transfer saja sekarang. Uang itu akan masuk ke rekeningku hanya dalam beberapa de

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status