Share

Bab 7

Author: Kamari
Feny menunjukkan ekspresi sinis. Dia membaca kata demi kata dalam surat cinta itu.

"Kak Ryan, aku selalu memperhatikanmu dari belakang. Bisakah kamu menoleh melihatku?"

Ketika mendengar suara Feny, kepalan tangan Susan menjadi makin erat.

Ini memang ditulis oleh Susan sebelum dia terlahir kembali. Waktu itu, dia masih memiliki khayalan yang tidak realistis terhadap Ryan.

Hanya saja, Susan selalu menyimpan surat cinta itu dengan baik. Mustahil baginya untuk menyelipkan surat cinta itu ke kamar Ryan.

Hanya ada satu kemungkinan.

Ada orang lain yang mencuri dan menaruhnya di kamar Ryan.

Mungkin Feny, mungkin juga Yunda.

"Cukup."

Suara Ryan terdengar rendah dan serak, serta mengandung amarah. Matanya tajam dan dingin ketika berujar, "Aku nggak mau mendengarnya lagi."

Feny menutup mulut sambil tersenyum dingin. Kemudian, dia menyodorkan surat cinta ke pelukan Susan dengan ekspresi merendahkan.

Bahkan Susan yang terlahir kembali pun tidak bisa acuh tak acuh di bawah tatapan Ryan yang seperti itu. Dia merasakan hawa dingin yang menusuk di seluruh tubuh.

"Susan, kamu sebaiknya memberiku penjelasan yang masuk akal."

Yunda tiba-tiba menarik lengan Ryan, lalu berkata dengan suara lembut, "Nona Susan hanyalah seorang anak kecil. Ryan, kamu nggak perlu mempermasalahkannya, nggak perlu marah."

"Hanya saja …." Yunda menatap Susan dengan tatapan iba. "Nona Susan memang perlu diberi pelajaran dengan baik supaya fokus dengan pendidikannya. Jangan selalu memikirkan hal-hal seperti ini."

Ryan menatapnya dengan tatapan dingin. "Susan, sudah aku bilang dari dulu, jangan arahkan pikiran kotormu padaku. Jangan bertindak makin kurang ajar."

Susan menarik napas dalam-dalam. "Aku nggak menaruh surat cinta itu di kamarmu. Orang lain yang melakukannya."

Feny mencibir. "Orang lain? Orang lain nggak akan bersikap nggak tahu malu seperti kamu dengan melakukan hal seperti ini. Kamu memaksa memisahkan kakakku dan Kak Yunda."

Susan tidak menanggapi perkataan Feny.

Dia menatap ketidakpedulian di mata Ryan secara langsung. "Ryan, aku yang salah. Aku seharusnya memberitahumu secara formal untuk menghindari kesalahpahaman di masa depan."

Tatapan Ryan tidak berubah, tetap dingin seperti biasa.

"Sekarang aku secara resmi memberitahumu kalau aku benar-benar nggak menyukaimu lagi," kata Susan.

Jari Ryan yang bertumpu di bahu Yunda tiba-tiba bergerak.

Yunda merasa sedikit terkejut. Dia mengangkat kepala untuk melihat ekspresi di wajah Ryan.

Ketika melihat mata Ryan menatap Susan dengan lekat, hati Yunda berdetak kencang.

Susan melanjutkan, "Dulu aku yang salah. Aku menyukai orang yang salah. Aku buta, menyukaimu dengan nggak tahu malu."

"Aku tahu kalau aku salah. Aku juga akan berubah."

"Tapi, aku benar-benar nggak akan memiliki pemikiran rendahan seperti itu lagi. Aku benar-benar akan menjaga jarak denganmu. Aku nggak akan pernah mengganggumu lagi."

Susan hanya merasa hatinya tiba-tiba lega setelah mengakui sendiri bahwa perasaannya rendahan. Seperti ada batu berat yang terlepas dari hatinya.

Setelah menatap mata Ryan cukup lama, Susan mengambil surat cinta yang bahkan hampir dia lupakan itu.

Di depan Ryan, Susan merobeknya hingga berkeping-keping dengan tangannya sendiri.

Ryan seperti ingin menghentikan kata-kata Susan selanjutnya, "Susan."

Susan tetap berujar, "Satu hal lagi. Ryan, mulai sekarang aku akan menjaga jarak yang jauh denganmu."

Setelah mengucapkan kata-kata itu, dia membungkuk pada Ryan.

Jadi, Susan tidak melihat sedikit keterkejutan di mata Ryan. Kemudian, pria itu mengatupkan bibir dan mengerutkan kening.

Ketika menegakkan tubuh kembali, Susan tiba-tiba menyadari bahwa Yunda dan Feny sudah pergi entah sejak kapan.

Di seluruh kamar hanya tersisa dirinya dan Ryan saja.

Jantung Susan berdetak kencang.

Pada saat ini, barulah Susan menyadari konspirasi di balik peristiwa ini.

Susan tiba-tiba berbalik, melihat pintu kamar tertutup dengan suara keras, lalu seluruh ruangan tenggelam dalam kesunyian.

Dia tidak sempat melihat reaksi Ryan, langsung berlari ke pintu kamar. Susan memutarkan gagang pintu sekuat tenaga, berusaha membuka pintu.

Namun, setelah beberapa kali memutar, gagang pintu tiba-tiba terlepas. Susan menggenggamnya dengan erat dalam tangannya.

Gagang pintunya rusak lagi.

Situasinya sama dengan di kehidupan sebelumnya.

Jantung Susan berdetak kencang, hampir melompat keluar dari dadanya.

Di belakang, napas Ryan menjadi makin berat.

Harus diakui bahwa Yunda mengatur waktunya dengan sangat tepat.

Efek obat dalam tubuh Ryan mulai bekerja.

Susan hanya bersyukur karena tadi dia sudah menjelaskan dengan jelas, juga sudah memuntahkan semua jus dalam perutnya.

Dia berbalik, bersandar pada pintu kamar, lalu menatap Ryan dengan waspada.

Ryan sedang duduk bersandar di tepi tempat tidur dengan kedua tangan yang bertumpu di dahinya, telinganya memerah, sementara suara napasnya menjadi makin berat. Pria itu sedang berusaha keras menahan efek obat dalam tubuhnya.

Susan mengatupkan bibirnya rapat-rapat, memegang gagang pintu dengan waspada.

Jika Ryan menyerang, Susan berencana memukul keras Ryan dengan gagang pintu di tangannya.

"Ryan, pintunya rusak dan nggak bisa dibuka. Sebentar lagi akan ada orang yang datang untuk membuka pintu. Kamu tenanglah," ujar Susan.

Ryan bernapas dengan berat. Dia mengangkat kepala untuk menatap Susan dengan kening berkerut. Sepasang mata hitamnya tampak memerah, bibir tipisnya mengatup rapat, suaranya pun serak.

"Kamu tahu kalau aku diberi obat?" tanya pria itu.

Kecurigaan di mata Ryan tampak terlalu jelas. Susan merasa ini sungguh mengganggu matanya.

Susan berujar, "Daripada curiga padaku di sini, lebih baik curiga pada Yunda yang memberimu jus."

Ryan menatap Susan lekat-lekat dengan mata memerah. Urat di pelipisnya menonjol, sementara dia tampak seperti binatang buas yang hampir kehilangan akal.

Jantung Susan berdetak kencang, tangannya terkepal dengan makin erat.

Setelah beberapa saat, Ryan menundukkan kepala. Kedua telapak tangannya yang ramping mengusap ke sela rambutnya. Urat di punggung tangannya menonjol, tampak bahwa dia sedang menahan diri.

Susan tidak bisa merasa tenang.

Dia jelas mengetahui bahwa obat yang diberikan Yunda adalah obat keras. Bahkan orang yang terkendali seperti Ryan akan kehilangan semua akal sehat di bawah efek obat ini.

Sekarang Susan hanya bisa berdoa agar Yunda segera membawa orang ke sini.

Waktu berlalu detik demi detik, Ryan tidak bereaksi untuk waktu yang lama.

Susan akhirnya menghela napas lega, lalu terbatuk ringan sekali.

Suara jernih itu terdengar sangat jelas di kamar yang sunyi.

Detik berikutnya, Ryan bangkit dari tempat tidur dengan ujung mata yang memerah. Dia seperti binatang buas yang menatap mangsanya. Pria itu mendekati Susan selangkah demi selangkah dengan kaki panjangnya.

Susan membelalakkan mata, lalu mengangkat gagang pintu di tangannya.

Sesaat kemudian, Ryan menarik pergelangan tangan Susan, menjepit otot di dalam pergelangan tangannya dengan keras.

Di bawah rasa sakit yang hebat, Susan hanya bisa melepaskan genggamannya, hingga gagang pintu itu terjatuh ke lantai.

Dalam sekejap mata, Ryan menggendong Susan di pundaknya.

Kemudian, pria itu melemparkannya dengan keras ke tempat tidur.

Susan segera bangkit, lalu melemparkan bantal ke wajah Ryan yang akan menerkamnya.

"Ryan, tenanglah. Aku Susan!"

Ryan tiba-tiba menyerangnya. Kedua telapaknya yang besar mencengkeram pergelangan tangan Susan, sementara tubuhnya yang berat dan panas menindihnya.

Mata Ryan yang linglung dan kemerahan di kegelapan tampak sangat jelas.

Ryan terengah-engah, perlahan-lahan menundukkan kepalanya. Pria itu membungkam bibir Susan, ujung lidahnya yang panas membuka celah bibir Susan dengan paksa.

Pada saat ini, alarm di otak Susan berbunyi keras.

Susan menggertakkan gigi, mengangkat kakinya untuk menendang perut Ryan.

Ryan merasa kesakitan. Susan seperti belut yang merangkak keluar dari bawah tubuh Ryan, lalu berlari ke kamar mandi.

Tangan Susan baru saja menyentuh gagang pintu ketika Ryan menyerang dari belakang, menjepitnya dengan erat di pintu.

Susan merasakan telapak tangan Ryan meraba pinggangnya. Dia menggertakkan gigi sambil berkata, "Ryan, sadarlah!"

Suara Ryan serak dan rendah, napas panasnya menerpa pipi Susan, sementara kedua telapaknya yang besar mengunci pinggang Susan. "Kenapa kamu lari?"

Ujung mata Susan berkedut. "Ryan, apa kamu tahu aku siapa?"

"Aku bukan Yunda. Sadarlah!"

Pipi panas Ryan menempel di sisi pipi Susan, lalu dia bergumam, "Yunda?"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 100

    Satu-satunya perbedaan adalah Alex, sepertinya Susan tidak pernah melihatnya di kawanan Sherra sebelumnya.Namun, Susan tidak ambil pusing dan bertanya dengan santai, "Kamu lagi kerja paruh waktu? Berapa gajimu per hari?"Alex menjawab sambil tersenyum puas, "Keluarga Sutedja dan para tamu ini sangat murah hati. Uang tips saja sudah dua juta lebih."Mata Susan sontak terbelalak. "Berapa? Dua juta?"Alex mengacungkan satu jari dan menggoyangkannya, lalu mengacungkan beberapa jarinya lagi."Enam juta lebih."Susan tiba-tiba merasa makanan penutup ini tidak terasa enak lagi.Dia bahkan ingin menemui Ryan sekarang juga dan meminta pria itu mempekerjakannya sebagai pelayan.Alex melirik ke kedua sisi dan berbisik dengan tergesa-gesa, "Sudah dulu ya, aku harus pergi bekerja."Susan mengangguk dengan perasaan kehilangan.Setelah Susan menundukkan kepalanya, suara langkah kaki yang mantap dan familier pu perlahan terdengar mendekatinya.Susan kenal betul suara langkah ini sampai-sampai dia sud

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 99

    Pak Firman yang sedari tadi terdiam, lalu berjalan menghampiri dan menatap Susan dengan sayu. Suaranya terdengar tua, tetapi sangat mengintimidasi."Kamu harus tetap di sini. Aku nggak mengizinkanmu pergi."Susan pun tersenyum kecil. "Kenapa? Sekarang rumah Keluarga Sutedja sudah jadi kapal bajak laut? Bisa masuk nggak bisa keluar?"Feny pun berkata dengan kesal, "Kakek, kenapa memintanya tetap di sini? Dia 'kan bukan anggota Keluarga Sutedja!"Pak Firman tidak berkata apa-apa. Dia menatap Susan dengan sorot mendalam selama beberapa detik, lalu berbalik badan dan berjalan pergi.Si kepala pelayan yang berada di belakang melangkah maju dengan wajah datar tanpa ekspresi. Dia berkata dengan nada seperti pebisnis yang tidak menerima penolakan, "Nona Susan, silakan kembali ke kamar Nona dan tunggu di sana."Susan menatap para pelayan dari rumah Keluarga Sutedja yang perlahan-lahan mengelilinginya, ekspresinya berubah menjadi dingin.Ketika berbalik hendak pergi, Susan mendengar beberapa wan

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 98

    Susan mengangkat tangannya dan meletakkan jemarinya di atas tuts piano.Begitu jemari Susan menekan tuts piano, suara piano yang merdu segera menyebar."Kerinduan" adalah lagu yang diciptakan Maria sebelum ajal menjemputnya. Lagu ini mengungkapkan kerinduan untuk keluar dari pegunungan, kerinduan untuk melintasi hutan, kerinduan akan kebebasan dan kerinduan akan segala hal yang indah.Maria memang terlahir dengan tidak beruntung, tetapi dia adalah sosok yang kuat.Maria tidak bergantung pada cinta ataupun pria dan hanya bergantung pada dirinya sendiri.Lagu ini bukan tentang kerinduan akan cinta.Lagu plagiat karya Yunda, "Cinta Asmara", hanya memuji cinta secara dangkal dan tidak benar-benar menyampaikan apa yang sebenarnya Maria maksud. Itu sebabnya Yunda tidak dapat memainkan melodi yang seharusnya dimainkan dalam lagu "Kerinduan".Melodi lagu "Kerinduan" bukanlah sesuatu yang sentimental, melainkan penuh gairah dan emosional.Susan menarik napas dalam-dalam, jari-jarinya terus berg

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 97

    Sorot tatapan Ryan tampak berkecamuk, pupil matanya yang gelap itu terlihat tajam. "Kok belum ganti baju?"Semua orang yang berkumpul di rumah Keluarga Sutedja adalah pejabat tinggi dan orang kaya, mereka semua tumbuh dalam kekayaan yang berlimpah. Mereka selalu memandang rendah Susan, si putri sopir yang diadopsi oleh Keluarga Sutedja.Yang namanya adopsi tetaplah adopsi. Sedekat apa pun Keluarga Sutedja dengan Susan, tetap saja Susan bukanlah putri kandung mereka.Selain itu, semua orang tahu bahwa Pak Firman mengusir Susan dari Keluarga Sutedja. Mereka semua juga tahu bagaimana sikap Pak Firman, jadi mereka makin meremehkan Susan.Bahkan ada orang yang datang ke hadapan Yunda dan membisikkan kata-kata yang dapat didengar semua orang."Nona Yunda, kamu harus waspada terhadap Susan. Sudah pasti dia nggak ganti pakai gaun karena ingin terlihat mencolok. Dia pasti sengaja mau menarik perhatian.""Iya, sebelumnya juga Susan berani menuduhmu plagiat. Itu berarti dia punya niat jahat terha

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 96

    Susan pun menutup tirai dan terdiam sejenak, lalu memutuskan untuk pergi sebelum pesta ulang tahun selesai.Susan memanfaatkan kesempatan saat tidak ada orang di sekitar untuk diam-diam turun dan bersembunyi di sudut.Siapa sangka, orang yang seharusnya berada di halaman malah masuk.Susan tidak mengerti apa yang sedang terjadi, jadi dia bersembunyi di sudut dan diam-diam mengintip keluar.Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri Yunda duduk di kursi piano di sudut ruang tamu dan membuka tutup piano di tengah sanjungan semua orang.Yunda pun berkata dengan lembut, "Karena kalian semua ingin lihat, izinkan aku memainkan lagu 'Cinta Asmara' untuk kalian semua."Sambil berbicara, Yunda menatap Ryan dengan pipi yang merona merah. Sorot tatapannya tampak sangat mendamba dan malu-malu."Lagu 'Cinta Asmara' ini juga kupersembahkan untuk Ryan."Susan melihat Ryan tersenyum kecil, sorot tatapan dingin dan tajam pria itu tampak sedikit melembut.Semua orang menatap kedua sejoli ini dengan sorot

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 95

    Sisil terkekeh pelan dengan sorot tatapan penuh penghinaan, tetapi tetap menyunggingkan seulas senyuman sopan."Memang dia ini anak dari keluarga kelas bawah. Itu hanya uang sepuluh miliar, tapi sudah segelisah dan semarah itu." Sisil tersenyum pada Yunda dan menghela napas. "Memang sudah benar mengusirnya keluar dari Keluarga Sutedja."Setelah itu, Sisil mengangkat dagunya dengan arogan dan mencibir."Seandainya saja kamu sepersepuluhnya Yunda dalam hal kebijaksanaan dan kepekaan, kamu nggak perlu pindah ke kontrakan kumuh itu."Victor yang wajahnya datar tanpa ekspresi pun mengangkat pandangannya dan menatap Susan dengan dingin sambil mengernyit."Nggak mungkin Keluarga Sutedja berutang uang sekecil itu padamu. Nggak usah bersikap picik di depan banyak orang. Bikin malu."Susan mengangguk-angguk seolah setuju dengan ucapan mereka.Lalu, Susan tersenyum dan berkata, "Karena ini nominal kecil buat kalian, transfer saja sekarang. Uang itu akan masuk ke rekeningku hanya dalam beberapa de

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status