Xiao Tian menyaksikan semua itu dari kejauhan. Matanya tidak menunjukkan keterkejutan, hanya keterpukauan terhadap sesuatu yang lebih dalam. “Siapa sebenarnya yang menciptakan tiang emas itu?” batinnya. “Tiang itu bukan sekadar alat pengukur, tapi juga mampu menyelaraskan peningkatan garis darah dan bakat secara spesifik terhadap individu.” Sementara generasi muda lainnya masih terpukau akan tingginya nama yang ditinggalkan Xiao Lian, dan keuntungan yang mereka buru dari tiang emas, pikiran Xiao Tian telah menembus lebih dalam. Bukan sekadar pencapaian pribadi yang ia pikirkan, tapi rahasia besar yang tersembunyi di balik tiang emas yang berdiri di hadapan mereka. *** Xiao Tian memuji dalam hati bakat Xiao Lian yang baru saja menunjukkan potensinya. Ia tidak menyangka gadis yang dulu masih bisa ia kalahkan dengan mudah, kini mampu meninggalkan nama di tiang emas setinggi dua puluh lima ribu meter lebih. Bakat seperti itu, jika diletakkan di lingkungan Klan Xiao inti sekalipun, aka
Dua puluh tujuh ribu meter. Dua puluh delapan ribu meter. Tubuhnya mulai bergetar hebat. Wajah cantiknya sedikit pucat, tapi tekad dalam matanya tak berubah. Napasnya mulai berat, tapi dia tetap memaksakan diri naik setengah meter demi setengah meter. Pada batas itu, Xiao Yue langsung mengukir namanya. Gerakannya halus tapi mengandung kekuatan mutlak. Api dan petir meledak dari ukiran itu, lalu mengalir deras ke tubuhnya, membuat garis darahnya diperkuat luar biasa. Tidak hanya itu, pemahaman Dao dan jalur beladiri yang selama ini samar baginya, tiba-tiba menjadi jelas dalam benaknya. Sebuah ledakan cahaya menyelimuti tubuhnya, namun tidak membahayakan. Sebaliknya, itu adalah simbol penyempurnaan. Ketika Xiao Yue kembali ke bawah, dia tidak berkata sepatah kata pun. Tapi aura yang keluar dari tubuhnya telah berubah. Kini dia tidak hanya sejajar dengan Xiao Rui dari segi ranah, tetapi dari sisi kestabilan dan kedalaman energi, bahkan sedikit melampaui. Sinar ketenangan terpancar dari
“Sial!” teriaknya dalam hati. Dia benar-benar tidak bisa melanjutkan. Ambisinya yang semula ingin menorehkan nama di samping Xiao Jian kini runtuh total. Bahkan, kenyataan bahwa dia tidak mampu melampaui Xiao Yue dan Xiao Lian menghancurkan egonya yang selama ini menjulang tinggi. Gertakan giginya semakin kuat, hingga terdengar suara gemeretak dari rahangnya. Matanya berubah tajam, bukan karena ketekunan untuk berlatih lebih keras, tapi karena lahirnya niat membunuh yang murni. Aura gelap tipis mulai mengalir dari balik punggungnya, membentuk semburat niat yang belum berwujud tapi nyata terasa. “Xiao Yue dan Xiao Lian…” gumamnya dalam hati. “Kalian harus mati sebelum berkembang lebih jauh. Aku tidak peduli caranya seperti apa, tapi kalian tidak boleh tumbuh lebih kuat. Apalagi Xiao Lian, dia pasti akan mendapatkan undangan untuk kembali ke klan inti. Jika itu terjadi, maka dia akan menjadi ancaman yang tidak bisa dikendalikan!” Dengan perasaan pahit, Xiao Rui akhirnya mengangkat pe
Mata Xiao Zimo tidak berkedip. Napasnya tertahan di tenggorokan. “Siapa sebenarnya Xiao Tian ini? Dia memiliki bakat yang sama dengan Yang Mulia Dewa Tertinggi, Xiao Jian.” Suaranya keluar dengan nada rendah, seperti tak yakin dengan kenyataan yang ia saksikan. Xiao Yue menggeleng pelan, namun suaranya tetap jernih dan tenang, bagai aliran air yang menembus celah bebatuan. “Tidak, kamu salah. Lihat wajahnya. Dia tidak sedang menahan tekanan. Artinya dia belum berada di batasnya.” Kalimat itu membuat semua orang tercekat. Dada mereka terasa sesak, seolah kebenaran itu menampar kesadaran mereka. Mereka menatap Xiao Tian yang berdiri dengan tenang di tengah langit seolah dia hanya berdiri di atas tanah, bukan di tengah tekanan besar di ketinggian dua ratus ribu meter. Sama sekali tidak ada guratan kelelahan. Tidak ada bekas perjuangan. Bahkan nafasnya tetap stabil, seperti seseorang yang baru saja menyelesaikan latihan ringan. Xiao Rui mengepalkan tangannya semakin erat. Kuku jarinya
Setelah menyantap daging panggang dan menyeruput teh hingga habis, Xiao Tian berdiri perlahan. Di puncak tiang emas setinggi satu juta meter, ia mengeluarkan Pedang Karat Misterius dari cincin dewanya. Pedang yang sudah menemaninya menembus banyak medan, mengoyak ruang dan waktu, kini kembali digenggamnya. Dia menatap permukaan tiang emas di bawah telapak kakinya. Pandangannya tenang, namun mengandung keteguhan yang menggetarkan hati siapa pun yang melihatnya. “Sebenarnya aku tidak ingin membuat kehebohan,” gumamnya pelan, seolah berbicara kepada angin yang berhembus di ketinggian. “Tapi karena yang diragukan adalah bakatku, maka maafkan aku… Ayah sialanku.” Tanpa ragu, Xiao Tian mulai mengayunkan Pedang Karat Misteriusnya. Setiap goresan pedang membentuk huruf demi huruf. Dia tidak tergesa-gesa. Setiap gerakan diukir dengan presisi, seolah setiap huruf mengandung tekad hidup dan mati. Tangannya stabil, tidak sedikit pun gemetar. Suara logam menggores permukaan emas bergema lembut
Sementara Xiao Tian masih duduk bersila di kehampaan, perlahan menyerap pemahaman dari teks-teks kuno yang mengalir deras memasuki pikirannya, dunia di luar wilayah inti warisan langit berbintang berubah menjadi kancah kegemparan yang tak terbendung. Seluruh monster tua dari berbagai kekuatan besar di Alam Langit Berbintang, yang selama ini hanya mengamati dengan tenang dan dingin, kini terdiam membeku. Tatapan mereka terarah pada puncak tiang emas yang menjulang mengoyak langit, di mana satu nama terpahat menyendiri—tanpa tandingan, tanpa pendamping, tanpa bayang siapa pun di sisi atau bawahnya. Nama itu terpahat sangat jelas, bahkan bagi mereka yang berada ribuan kilometer jauhnya, sinarnya masih bisa dilihat dengan mata telanjang. XIAO TIAN. Nama itu tidak hanya terpahat, tapi bersinar sedemikian terang hingga melampaui cahaya matahari. Sinar itu menembus kabut langit berbintang, menerangi pegunungan, lembah, dan dataran yang tersembunyi. Tiang emas yang selama ini dihormati seb
Xiao Tian menarik napas dalam, dada naik turun perlahan. Langkahnya mantap saat menuruni tiang emas, dari ketinggian satu juta meter. Begitu kakinya menyentuh tanah, suasana berubah drastis. Xiao Rui, yang sejak tadi menunggu di bawah, mendengus keras. Wajahnya memerah, matanya menyimpan kilatan kemarahan yang tak lagi bisa disembunyikan. Luka harga dirinya terlalu dalam untuk disembuhkan oleh waktu. “Xiao Tian, jangan terlalu bangga karena mengukir nama di puncak tiang emas!” suaranya melengking, mencoba menunjukkan keangkuhan yang sudah tak memiliki dasar. “Walaupun kamu memiliki bakat tinggi, kamu belum apa-apa! Setelah keluar dari dunia warisan ini, kamu harus membayar semua yang telah kamu lakukan padaku!” Namun, sebelum ancamannya selesai terucap— WHOOSSHH!! Bayangan berkelebat. Dalam sekejap, Xiao Tian telah berdiri di hadapan Xiao Rui. Tak seorang pun melihat pergerakannya. Seperti bayangan kematian yang muncul tanpa peringatan, keberadaannya menyelimuti udara dengan tek
Keheningan yang sempat terjaga kembali pecah saat Xiao Tian mengalihkan pandangan pada Xiao Yue. Tatapannya lebih tenang dibandingkan sebelumnya, namun tak kehilangan ketajamannya. Tidak ada permusuhan, tapi juga tidak ada rasa lunak. “Kamu sedikit berbeda dari teman-temanmu. Jangan buat aku kehilangan rasa hormat yang tersisa,” ucapnya, suara itu datar tapi jelas membawa peringatan. Lalu ia menoleh sekilas ke arah Xiao Zimo. “Nasehati dia, sebelum aku benar-benar membunuhnya.” BOOM!!! Aura pembunuh yang tersimpan dalam tubuh Xiao Tian meledak seperti badai dahsyat. Tekanan itu bukan sekadar energi. Itu adalah kehendak mutlak dari seorang yang telah membakar batasan dunia, seseorang yang tidak lagi terikat oleh hukum buatan manusia atau klan. Aura itu mengalir deras seperti gelombang yang menelan semua yang ada di sekitarnya. Setiap partikel udara seolah menjerit di bawah tekanan yang tak terlihat, dan ruang di sekelilingnya terasa bergetar dalam diam. Ribuan bayangan seperti kem
Di sisi lain, di wilayah generasi tua, situasi jauh lebih tegang. Di sebuah dataran yang berbeda dari lahar sebelumnya, kekuatan yang saling berhadapan sudah terkumpul dalam formasi penuh. Pemimpin Paviliun Gerbang Kematian berdiri di garis depan, diapit oleh Pemimpin Rumah Suci Matahari Hitam dan Rumah Suci Langit Berdarah. Di belakang mereka, para tetua berdiri sejajar, auranya menggelegar. Mereka mengepung dua kelompok kecil: Pemilik Villa Hati Seribu Bintang dan Pemimpin Paviliun Bayangan Naga Abadi, bersama para tetua mereka yang terlihat jauh lebih sedikit. Gu Yang, Pemimpin Paviliun Gerbang Kematian, melangkah maju, senyum licik mengembang di wajahnya. “Gu Yang, apa maksudnya ini?” tanya Pemimpin Paviliun Bayangan Naga Abadi, suaranya tenang tapi tegas. Wajahnya tidak menunjukkan kepanikan, sebaliknya sangat tenang, seolah ia telah memperkirakan semua ini sejak awal. Gu Yang tertawa panjang. “Hahaha, orang tua... kalian telah hidup terlalu lama. Daripada menjadi makhluk tua
Di luar, tak satu pun tahu apa yang sedang terjadi. Mereka tidak memahami kekuatan itu, tidak mengenal kemampuan melahap selevel ini. Mereka hanya bisa menyaksikan monster darah sebesar gunung itu perlahan memudar—dari kokoh, menjadi transparan, lalu hancur menjadi aliran energi yang tersedot ke dalam cincin Xiao Tian. BAANG!!! Monster darah itu akhirnya meledak. Energinya terserap sepenuhnya ke dalam cincin Xiao Tian. Di saat yang sama— PLOF! PLOF! PLOF! Neo Jhinyu, Wong Hai, dan Xi Wangmu memuntahkan darah segar. Wajah mereka kini benar-benar seperti mayat hidup. Daging mereka menghilang. Hanya kulit keriput yang menempel pada tulang. Mata mereka nyaris keluar dari rongganya. Ketiganya menatap Xiao Tian dengan mata membelalak, tubuh mereka gemetar hebat. Rasa takut tak lagi bisa disembunyikan. Nafas mereka bergetar, dan langkah pun tak bisa lagi diambil. Teknik rahasia mereka—teknik yang telah mereka gunakan untuk membantai banyak kekuatan besar, bahkan menghancurkan beberap
Xiao Tian menatap monster darah itu tanpa berkedip. Tatapannya dingin, namun dalam hatinya bergemuruh rasa ingin membantai. Ia sangat ingin mengeluarkan pedang karat misterius yang selama ini setia bersamanya. Energi pekat dari monster darah itu adalah santapan sempurna bagi artefak itu. Namun, ia menahan keinginannya. Karena dia tahu, sekali pedang itu keluar, maka penyamarannya akan berakhir. Semua orang akan langsung mengenalinya, sebab pedang karat misterius bukanlah artefak biasa. Ribuan pasang mata sudah mengenalnya sebagai tanda tangan Xiao Tian. Dalam hati, dia berkomunikasi cepat. “Roh tua, tenang saja. Walaupun kamu tidak aku keluarkan, aku akan memastikan monster darah itu menjadi makananmu!” Jawaban belum terdengar, namun dari dalam cincin dewa, aura pedang karat misterius mulai bergemuruh antusias, seolah-olah mengerti maksud tuannya. Cincin itu bergetar ringan, mengeluarkan denyut lembut yang tak terdengar oleh siapapun kecuali Xiao Tian. Di sisi lain, Neo Jhinyu, W
Neo Jhinyu mencoba bangkit dengan membalas. Giginya bergemeletuk menahan emosi yang berbaur dengan rasa malu. “Sebenarnya siapa kamu? Aku tidak percaya kamu adalah anggota Villa Hati Seribu Bintang!” Xiao Tian mengangkat dagunya sedikit, mendengus dingin. Dalam sikapnya tidak ada tergesa. Suaranya tetap tenang, seolah ia adalah hakim yang akan memutuskan akhir hidup di hadapannya. “Siapa aku itu bukan urusanmu. Hal yang perlu kamu tahu adalah, tempat ini akan menjadi kuburanmu.” Mata Neo Jhinyu menajam. Ia tak bisa lagi berpura-pura tenang. Sorot matanya bergetar hebat, wajahnya memucat, tapi dari mulutnya meluncur teriakan terpaksa. “Sial, karena kamu menolak untuk mengampuni kami, maka walaupun kami mati, kami akan menyeretmu mati bersama!” Suara teriakannya menggema. Ia menatap Wong Hai dan Xi Wangmu, memberi aba-aba dengan pandangan yang sudah penuh keputusasaan. “Gabungkan teknik terkuat kita. Biarkan bajingan itu mati bersama kita!” Tanpa ragu, ketiganya langsung membaka
Dengan tenang, Xiao Tian mengangkat tangannya. Dari dalam tubuhnya, kilatan petir melingkar dan membentuk sebuah cambuk panjang yang mendesis ganas, memancarkan tekanan seperti binatang buas yang baru dibangkitkan dari tidur panjang. Cambuk itu tidak hanya bergerak, tapi mengaum—menggigilkan tulang-tulang siapa pun yang mendengarnya. Lalu, dia bergerak. Bagaikan singa kelaparan yang menerkam kawanan tikus. Slash! Slash! “EAAAAAAHHHHH!!” “EAAAAAAHHHHH!!!” “EAAAAAAHHHHH!!!” Jeritan demi jeritan mengoyak udara panas. Setiap kali cambuk petir menghantam tubuh lawan, bukan hanya luka yang tercipta—tetapi ledakan. Tubuh-tubuh meledak menjadi kabut darah, daging mencair, tulang hancur, dan jiwa terlempar sebelum lenyap. Tanah bergetar, udara terasa sesak karena aroma darah yang membumbung tinggi. Darah menyembur ke segala arah. Suara cambuk dan jeritan kematian membentuk orkestra kematian yang tidak bisa dilupakan oleh siapa pun yang mendengarnya. Bahkan para anggota Paviliun Bayang
Wajah Long Hotian menjadi sangat buruk. Ia tahu, kekuatan seperti ini bukan hal yang bisa mereka lawan. Ia mungkin bisa melarikan diri jika ingin, tapi anggotanya—termasuk Bai Ruochen—tidak akan selamat. Skenario ini adalah jebakan yang sempurna. Perangkap yang telah disusun dengan rapi, dan kini mulai dijalankan. Di tengah tekanan hebat itu, saat semua orang menahan nafas, dan sebagian mulai dilanda kepanikan— Xiao Tian melangkah maju. Langkahnya tenang, bahkan ringan. Wajahnya datar, tak menunjukkan rasa gentar sedikit pun. Setiap gerakannya tidak menciptakan gelombang energi besar, namun diam-diam menyalakan perubahan atmosfer. Seakan ruang mengenali bahwa sesuatu yang asing telah bergerak. “Akhirnya… kebetulan aku sudah pegal tidak bertarung. Kalian cukup untuk sedikit merentangkan otot-otot ku!” Semua pandangan tertuju padanya. Para anggota ketiga kekuatan besar mengalihkan fokus mereka. Namun alih-alih waspada, mereka justru tertawa keras—tawa mengejek, meremehkan, seolah k
Dataran tandus yang awalnya hening berguncang hebat, seperti ditarik dari inti bumi oleh kekuatan yang tak terlihat. Suara retakan menyebar di segala arah, angin berdesir memutar liar, menciptakan pusaran energi yang mencakar langit. Dua pusaran raksasa terbentuk dengan sempurna tepat di tengah-tengah dataran. Pusaran itu berputar perlahan, namun menyimpan kekuatan luar biasa yang seakan mampu menelan seluruh langit di atasnya. Salah satu pusaran memancarkan cahaya ungu keemasan, sinarnya berdenyut pelan seperti napas makhluk hidup. Sementara yang satu lagi menyala merah darah bercampur hitam pekat, menciptakan bayangan kelam yang menyebar hingga ke kaki para pengamat. Pemilik Villa langsung berseru lantang, suaranya bergema kuat di seluruh penjuru area. Nada bicaranya tidak terburu-buru, namun penuh otoritas. “Kalian generasi muda, memasuki pusaran sebelah kiri! Sedangkan yang berusia di atas empat puluh tahun, kalian memasuki pusaran sebelah kanan! Generasi muda dan generasi tua
“Kita harus bergegas. Paviliun Bayangan Naga Abadi sudah menunggu kita terlalu lama. Mereka akan ikut masuk ke area terlarang,” ucap Pemilik Villa dengan suara penuh wibawa. Salah satu Tetua bertanya pelan, nada suaranya hampir tenggelam di tengah gemuruh siaga kapal perang. “Tuan, apakah itu tidak menjadi pemborosan?” “Tidak. Paviliun Bayangan Naga Abadi ikut berkontribusi untuk merawat area terlarang ini. Lagipula lokasinya berada di perbatasan antara Villa Hati Seribu Bintang dan Paviliun Bayangan Naga Abadi. Jadi itu adalah hal wajar untuk berbagi kekayaan.” Jawaban itu membuat semua Tetua langsung diam. Tidak ada lagi pertanyaan. Semua langsung menaiki kapal perang. Satu per satu, formasi pelindung diaktifkan dan energi mengalir deras, menyelimuti seluruh badan kapal dengan lapisan perlindungan rapat. Kapal itu melesat menembus langit, meninggalkan jejak cahaya panjang di belakangnya. Sepanjang perjalanan, suasana dalam kapal dipenuhi bisik-bisik dan pandangan penuh rasa ingi
Xiao Tian mengikutinya dari belakang, langkahnya mantap namun tanpa suara, dan ketika burung raksasa itu terbang, pemandangan megah Villa Hati Seribu Bintang terbentang luas di bawah mereka. Gunung-gunung yang menembus awan jumlahnya tak terhitung. Ada air terjun spiritual yang jatuh dari puncak-puncak suci, padang rumput berbunga, hingga formasi-formasi terapung yang berkilauan di langit. Tiang-tiang cahaya spiritual menghubungkan langit dan bumi, dan setiap sudut wilayah itu menunjukkan kemegahan sebuah kekuatan yang telah mengakar selama ribuan tahun. Semua pemandangan ini tidak bisa dilihat oleh orang luar, hanya mereka yang berada di lingkaran inti Villa yang bisa menyaksikannya. Dari kejauhan, beberapa murid dan Tetua yang sedang beraktivitas di langit dan daratan melihat Bai Ruochen terbang bersama seseorang. Tatapan mereka langsung tertuju ke pemuda asing yang duduk di belakang Putri Suci. “Siapa pemuda itu? Beruntung sekali dia bisa duduk di belakang Putri Suci sambil menu