Home / Fantasi / Kultivator Jiwa Modern / Bab 3 – Ujian di Balik Gedung Zenith (revisi)

Share

Bab 3 – Ujian di Balik Gedung Zenith (revisi)

Author: Vanhelsing83
last update Last Updated: 2025-10-05 17:50:03

Pagi itu, Bara dan Risa berdiri di depan gedung perkantoran Zenith, tempat yang katanya menjadi jantung dunia bisnis modern.

Namun, begitu melihatnya, Risa langsung menelan ludah. Gedung kaca itu menjulang tinggi, dingin, dan… terlalu sempurna.

“Bara,” bisiknya pelan, “kenapa rasanya tempat ini lebih menakutkan dari Master Kegelapan kemarin?”

Bara menatap ke langit yang terpantul di dinding kaca gedung itu. Orang-orang lalu-lalang dengan langkah cepat, wajah kaku, dan mata penuh tekanan.

Dia tersenyum kecil. “Ya, karena di sini musuhnya bukan kegelapan. Tapi stres, ambisi, dan kecemasan. Bentuk baru dari iblis lama.”

Mereka masuk ke lobi. Suara tumit sepatu, dering telepon, dan aroma kopi bercampur menjadi irama yang menegangkan.

Risa makin gelisah, Chi-nya bergetar.

“Bara, semua orang di sini kayak robot… aku nggak bisa napas,” bisiknya.

“Tenang,” jawab Bara, tetap tersenyum. “Fokus sama langkahmu. Rasakan kaki yang menapak lantai. Itu cukup.”

Lift berdenting.

Sampai di lantai magang, mereka langsung disambut Supervisor Mega, perempuan dengan wajah tegang dan nada bicara seperti peluru.

“Kalian telat lima menit! Di sini waktu itu suci! Dan..”

Ia menatap Risa. “Kau, jangan nangis di kantor!”

Lalu menatap Bara. “Dan kau, berhenti senyum-senyum! Aku bisa melemparmu dari jendela sekarang juga!”

Risa langsung pucat, matanya mulai berkaca.

Bara buru-buru maju. “Maaf, Nona Mega! Aku tadi kelamaan pastiin Risa sarapan cukup. Soalnya kalau dia pingsan, kantor ini yang repot, kan?”

Mega melotot, tapi tidak bisa membalas. Ia hanya mendengus dan menunjuk meja mereka. “Kerja. Sekarang!”

Bara menatap Risa yang menahan tangis dan berbisik, “Kau hebat. Kau berhasil nggak nangis di depan umum. Itu kemenangan pertama kita hari ini.”

Tugas mereka ternyata sederhana tapi menyiksa: menyalin ribuan data keuangan lama.

Risa memandangi tumpukan kertas dan langsung lemas.

“Bara, ini… membosankan banget. Rasanya aku mau mati perlahan.”

Bara tertawa pelan. “Itu tandanya kamu sedang belajar hal paling berat di dunia: fokus.”

Ia menunduk, mulai menulis. “Jangan pikirkan jumlahnya. Nikmati gerakan pulpenmu. Dengar bunyi kertas. Rasakan setiap garis tinta. Kalau kamu bisa tenang di tengah kebosanan, kamu udah setengah jalan jadi Kultivator Jiwa.”

Risa mencoba. Lama-lama, wajahnya mulai rileks.

Dan anehnya, pekerjaan mereka jadi cepat banget selesai. Bara bahkan seperti masuk ke zona sunyi, di mana pikirannya dan tangannya bergerak seirama tanpa beban.

Siang hari, Mega datang lagi. Kali ini tanpa bicara. Ia meletakkan selembar kertas, kunci akses, dan uang $500 di meja mereka, lalu pergi begitu saja.

Risa langsung heboh.

“Bara! Ini… uang sungguhan! Kita bisa beli makan enak selama seminggu!”

Bara menatap uang itu datar, lalu tersenyum. “Risa, ini jebakan.”

“Jebakan?”

“Ya. Godaan itu cara dunia menguji Jiwa. Kalau kita ambil, kita bukan cuma kehilangan integritas, tapi juga ketenangan.”

Ia menulis catatan kecil di kertas itu:

‘Nona Mega, uang dan kunci kami simpan di sini. Maaf kalau ada debu.’

Risa menggeleng, tak percaya.

“Bara… kau sadar kan kalau kebanyakan orang bakal ambil uang itu tanpa mikir?”

“Justru itu masalahnya,” jawab Bara, menatap sekeliling. “Dunia modern penuh jebakan moral kecil. Dan tiap kali kita lolos, Jiwa kita naik satu tingkat.”

Sore menjelang. Mereka dipanggil ke ruang rapat.

Di sana sudah menunggu Bapak Leo, manajer senior yang kata orang terkenal karena kharismanya tapi di mata Bara, auranya terasa palsu.

Leo bicara panjang lebar tentang kejujuran dan integritas. Tapi setiap kali menyebut kata ‘jujur’, matanya berkedip cepat, dan jarinya menyentuh hidung.

Bara menatapnya lama. “Risa,” bisiknya, “itu tanda kecemasan dan kebohongan. Dia sedang menyembunyikan sesuatu.”

Risa membelalak. “Kau bisa tahu cuma dari itu?”

“Tubuh tidak pernah berbohong,” jawab Bara pelan.

Rapat selesai. Saat semua orang berdiri, Bara pura-pura tersandung dan menumpahkan kopi ke jas Leo.

“Aduh, maaf banget, Pak! Aku gugup banget di depan Bapak yang karismatik!”

Leo kesal setengah mati.

Tapi Bara sudah memanfaatkan momen itu untuk berbisik ke Risa:

“Dia menyentuh hidungnya tujuh kali waktu bahas proyek baru. Itu target Tuan Black. Kita harus cari tahu malam ini.”

Malam tiba. Kantor mulai sepi.

Risa tertidur di meja, sedangkan Bara masih menatap layar komputer.

Udara tiba-tiba menjadi dingin. Lampu berkedip. Bayangan hitam muncul di ujung ruangan.

Tuan Black. Lagi.

“Kau pikir bisa bersembunyi di tempat ini, Bara?”

“Tidak,” jawab Bara lembut. “Aku di sini untuk belajar. Bahkan darimu.”

Aura kegelapan langsung menyerbu, membawa kenangan masa kecil, saat Bara diintimidasi dan dipukul teman-temannya.

Dada Bara sesak. Tangannya gemetar. Tapi dia tahu apa yang harus dilakukan.

Ia menarik napas dalam, lalu memulai Teknik Membumi 5-4-3-2-1.

Lima benda yang dia lihat. Empat hal yang dia sentuh. Tiga suara yang dia dengar. Dua aroma. Satu rasa.

Ia kembali ke masa kini. Tidak ada masa lalu. Tidak ada rasa takut.

“Aku melihat amarah ini, Tuan Black. Tapi itu milik masa lalu. Aku tidak bisa mengubah yang sudah terjadi… tapi aku bisa memilih untuk berdamai dengannya.”

Aura hitam itu bergetar, lalu lenyap seperti asap tertiup angin.

Tuan Black menatapnya sekali lagi, kecewa, lalu menghilang.

Bara menghela napas.

“Terima kasih, Tuan. Kau telah jadi guruku malam ini.”

Ia menatap jam dinding. Sudah hampir tengah malam.

Gedung Zenith terasa lebih sunyi dari sebelumnya, tapi Bara tahu satu hal bahaya sebenarnya baru akan terjadi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kultivator Jiwa Modern   Bab 174 — Suara dari Gelap dan Nama yang Terlupakan

    Lorong semakin gelap. Langkah mereka bergema pendek. Anak kecil, Alen, menggenggam tangan Risa erat sekali sampai jari Risa terasa sakit. “Aduuh… pelan, nak,” kata Risa sambil mengusap kepala Alen. “A.. aku takut…” suara Alen gemetar. Kael yang memanggul ayah Alen mendengus berat. “Sial… jangan sampai aku jatuh. Orang ini berat sekali.” Gerry berjalan sambil memeluk tasnya, wajahnya pucat. “Tolong… jangan ada suara aneh lagi… aku mohon…” “Terlambat.” Liora berhenti mendadak. Bara noleh cepat. “Ada apa?” Liora mengangkat tangannya, telapak menghadap ke depan. “Ada energi… bukan milik dunia ini.” Kael memaki. “Brengsek… bukankah dunia sudah normal lagi?!” “Dunia normal itu relatif,” Bara menjawab sambil maju. “Tapi suara tadi… bukan suara makhluk biasa.” Baru saja Bara melangkah satu meter— TEK… TEK… TEK… Suara langkah pelan datang dari depan lorong. Gerry langsung menjerit kecil. “AAAKH.. KENAPA SELALU ADA BEGINIAN!?” “Diam!” Kael membentak. Bara mengangkat tangan mem

  • Kultivator Jiwa Modern   Bab 173 — Pintu Kedua yang Tidak Seharusnya Terbuka

    Angin di lembah pelan-pelan kembali normal. Bara duduk sambil menahan pinggangnya. Napasnya pendek, masih tersendat. Kael mendekat sambil menepuk bahu Bara. “Sial… kau bikin aku tua sepuluh tahun tadi.” Bara mengerang kecil. “Aduuh… jangan pukul bahu aku juga. Tubuhku kayak baru digiling batu.” Risa jongkok di depannya. Matanya masih merah. “Aku serius… kalau kau lakukan itu lagi, aku campakkan kau ke sungai.” “Hehe… jangan begitu,” Bara tersenyum lemah. Gerry duduk di tanah sambil memukul pipinya sendiri. “Aku masih nggak percaya aku hidup… hahaha… aku benar-benar pikir kita bakal mati barusan.” Liora berdiri sambil mengusap wajah. “Kalian semua berisik… kepala aku berdenging.” Suasana mulai mereda. Tapi rasa lega itu cuma sebentar. Karena di belakang mereka… tanah bergetar lagi. GGRRRRHHH.. KRRRKKK.. Kael langsung berdiri. “WOY! Apa lagi ini?! Jangan bilang ada Penjaga versi dua!” Risa noleh cepat. “Tidak mungkin… gerbangnya sudah tertutup!” Gerry langsung bersembunyi

  • Kultivator Jiwa Modern   Bab 172 — Duel Suara yang Tidak Manusiawi

    Ledakan suara pertama membuat tanah hampir pecah. Kael sampai harus menancapkan pedangnya biar nggak terpental lagi. “AARRGHH! SIAL!” Kael menutup telinganya, wajahnya meringis keras. Risa jatuh berlutut. “Bara! Hentikan! Itu bukan pertarungan biasa!” Bara berdiri beberapa langkah dari Penjaga Nada Keempat, napasnya berat, tapi sorot matanya tajam. “Ayo… kalau memang mau uji aku, lakukan.” Penjaga itu mengeluarkan suara retak, KRRR..KREk.. seperti ribuan gelas pecah di udara. Liora memekik sambil menutup kepala. “AAAH! Suaranya… nusuk banget!” Penjaga menatap Bara. “Nada pertama…” DUAAR! Gelombang suara meledak dari tubuhnya. Bara terdorong mundur beberapa meter. “Ugh, ADUUH…!” Ia memegang dada, wajahnya kesakitan, tapi tetap berdiri. Kael teriak, “BARA! TARIK NAPAS! JANGAN NYERAH!” Bara mengangkat kepala pelan. “Kalau cuma suara, aku juga punya.” Ia mengencangkan rahangnya… lalu membuka mulut. Dan Bara berteriak. “HAAAAAAAAAA!!” Suara itu bukan teriakan biasa. T

  • Kultivator Jiwa Modern   Bab 171 — Gerbang yang Tidak Seharusnya Terbuka

    Angin lembah berubah dingin. Terlalu dingin. Kael langsung noleh ke kiri. “Bara… kau ngerasain itu?” Bara berdiri kaku, napasnya pendek… “Iya.” Suaranya pelan tapi tegang. “Ada sesuatu yang manggil dari bawah tanah.” Risa mundur dua langkah sambil gemetar. “Jangan bercanda… suara apa?” “Bukan suara.” Bara balas pelan. “Tapi tekanan.” Tanah tiba-tiba retak, BRAKK! Gerry teriak, “WOY APAAN INI?!” sambil jatuh duduk. Dari retakan itu, muncul cahaya gelap seperti kabut hitam, menggulung cepat. Kael langsung menarik Risa menjauh. “Sial, jangan dekat-dekat!” Bara tetap di depan, matanya menyipit, tubuhnya goyah tapi ia maksa berdiri. “Gerbangnya kebuka sendiri…” Liora teriak, “Bara! Mundur dulu!” “Aku nggak bisa,” jawab Bara sambil gigit bibir. “Aku… ditarik.” Tekanan keluar dari retakan itu semakin kuat. Kael sampai harus menahan telinganya. “Ugh, brengsek… suaranya nusuk kepala!” Retakan melebar, membentuk lingkaran hitam seperti pintu. Udara langsung bergetar. Gerry me

  • Kultivator Jiwa Modern   BAB 170 — LANGKAH MENUJU BAYANG TERAKHIR

    Malam turun cepat, seperti ditarik oleh tangan tak terlihat. Udara dingin menusuk leher, dan halaman belakang rumah tua itu terasa sempit saat Rian berdiri di sana bersama Liora dan Kael. Kael mengembuskan napas keras. “Sial… kenapa tempat ini gelap sekali?” Ia menyentuh dinding kayu tua. “Kayak mau runtuh.” Rian menatap pintu kecil di depan mereka, pintu yang baru muncul beberapa jam lalu retakan tipis yang mengeluarkan cahaya samar, seperti undangan atau perangkap. “Ini bukan pintu biasa,” katanya pelan. Liora melangkah maju. Rambutnya bergerak pelan saat angin lewat. “Aku bisa merasakannya… ada sesuatu yang menunggu di balik sana.” Ia menelan ludah. “Sesuatunya tidak kecil.” Kael tertawa pendek. “Hahaha… bagus. Aku sudah bosan dengan orang-orang kecil.” Liora memelototinya. “Kau bisa berhenti sok berani satu menit?” “Tidak,” jawab Kael cepat. “Sudah dari lahir begitu.” Rian mengangkat tangan. “Diam dulu. Dengar.” Mereka semua menegang. Ada suara dari balik pintu retak itu

  • Kultivator Jiwa Modern   Bab 169 — Masuk ke Retakan

    Retakan kedua masih berdenyut pelan, memunculkan cahaya biru pucat seperti napas terakhir dunia. Angin mengalir dingin. Kael berdiri paling depan, memegang kristal Bara erat-erat. Gerry menatap retakan itu sambil menggosok tengkuknya. “Sial… aku nggak percaya kita beneran mau masuk. Ini gila.” Sena menjitak kepala Gerry. “Brengsek, jangan bikin aku makin takut!” “AUH! Heh… aku cuma jujur!” Noir menggonggong dua kali. “ARF! ARF!” Kael menatap mereka bertiga. “Dengar. Begitu kita masuk… kita nggak tahu apa yang ada di sana. Kita mungkin terpisah. Atau langsung diserang.” Sena menelan ludah. “Kael, jangan ngomong begitu terus… aku bisa kabur sekarang.” Gerry tertawa kecil. “Hahaha… kabur kemana? Udara aja dingin banget sampai jantungku gemeter.” Kael menarik napas dalam. “Baik. Kita masuk dalam hitungan tiga.” Sena langsung panik. “TIGA!? Kok cepat banget?!” “Kalau kelamaan, nyali kalian hilang.” “Eh, KAEL!” Tapi Kael tetap melanjutkan. “Satu.” Sena menutup wajahnya. “Aduu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status