"Ini beneran Mbak Zahera?"
"Iya, Alena. Kamu udah lupa sama wajahku? Aku udah kelihatan tua banget ya? Sampai kamu pangling gak percaya begitu aku bilangin." "Bukan tua sih, Mbak. Tapi lebih tepatnya mungkin keliatan makin seksi ya? Padat, berisi," puji Alena yang justru membuat Zahera mendengus. "Mana ada kelihatan seksi cuma dari wajah doang. Bilang aja aku sekarang gendutan," gerutu Zahera yang kemudian mengundang tawa Alena. Sejak melihat foto Alena bersama Sanjaya yang dikirimkan Pak Anwar, Zahera minta dicarikan cara untuk bisa menghubungi gadis itu secara pribadi. Zahera mengenal Alena. Alena pernah magang di tempatnya bekerja dulu saat Alena masih kuliah dan Zahera belum menikah. Sudah lama sekali. Mungkin bisa 10 tahun yang lalu, dan Zahera masih sangat hafal dengan wajah cantik Alena. Mungkin karena dulu mereka juga sudah dekat cukup lama. Sehingga tidak akan sulit bagi Zahera untuk bisa mengenali wajah Alena yang bertambah dewasa. Alena sendiri sebenarnya masih mengenali Zahera begitu melihat wajahnya di layar ponsel. Hanya saja supaya lebih dramatis, dia sengaja pura-pura syok saat kembali dipertemukan dalam sambungan telepon yang pasti tidak pernah disangkanya. "Aku tadi sempat ragu lho, Mbak. Waktu ada orang bilang kalau disuruh kamu buat minta kontak telepon aku. Aku kira memang dia aja yang mau modusin aku," kekeh Alena lagi merasa geli sendiri. "Saking seringnya dimodusin cowok ya?" sindir Zahera yang ditanggapi Alena dengan santai. "Tau aja sih, Mbak. Soalnya aku tadi pagi juga habis dimodusin cowok tau, Mbak. Sampai bela-belain upgrade tiket pesawat aku segala. Tapi kayaknya baik sih orangnya. Kocak banget deh," curhat Alena tanpa sadar membuat air muka Zahera berubah tegang. "Kamu, suka sama dia?" tanya Zahera hati-hati. "Nggak deh, Mbak. Cuma baper dikit. Baru juga kenal. Liat ntar aku selidiki orangnya dulu kayak gimana. Kalau dia cuma mau main-main, aku mainin balik," kekeh Alena lagi tanpa beban."Len, sebenarnya yang modusin kamu tadi pagi itu suami aku. Mas Jaya. Sanjaya Pratama." "Apa? Kamu bercanda kan, Mbak?" Alena terlihat sangat terkejut. Dia tampak tidak percaya, tapi wajah serius Zahera tidak bisa diabaikan. "Ya ampun, Mbak. Aku beneran gak tau. Kalau aku tahu, mana mungkin aku sempat respon dia," lanjut Alena terlihat menyesal. "Bukan salah kamu, Alena. Suamiku aja yang butuh pelajaran," desis Zahera dengan tatapan kosong.Setelah mulai membahas Sanjaya, keceriaan dan kebahagiaan Zahera tadi seakan lenyap begitu saja. Zahera pun bercerita panjang lebar kepada Alena. Alasan Zahera mengubah misinya setelah tahu target baru yang diincar suaminya adalah karena Zahera mengenal Alena. Zahera tidak akan sampai hati jika Alena menjadi korban suaminya selanjutnya. Apalagi berdasarkan pengalaman dan cerita orang-orang padanya, Sanjaya biasa meninggalkan gundiknya setelah pekerjaan di kota tersebut selesai dan kembali ke Jakarta."Astaga, Mbak! Kok bisa sih kamu digituin? Kalau tahu dia sejahat itu sama kamu, udah aku kasih pelajaran dia tadi, waktu godain aku." Alena terpancing emosi setelah mendengar cerita dari Zahera. Tidak ada alasan untuk Alena meragukan cerita Zahera. Zahera sudah dianggap Alena seperti kakaknya sendiri. Mereka saling menyayangi meski setelah Alena lulus sarjana mereka sempat putus komunikasi. "Aku juga kaget banget tadi waktu detektif sewaan aku kasih lihat foto kamu sama suamiku di bandara. Ternyata kamu yang jadi incaran suamiku selanjutnya. Mana rela aku kamu terancam masuk kandang buaya!" "Mbak, kamu kok masih mikirin aku sih. Padahal aku yakin kamu pasti sakit hati banget sama kelakuan dia." "Udah nasib, mau gimana lagi?" kekeh Zahera seakan dia sudah biasa menghadapi kondisi seperti ini. Meski sebenarnya, Zahera juga belum terbiasa melihat sisi buruk suaminya setelah sembilan tahun yang lalu yang dilihat hanya sisi positifnya saja. "Kenapa sih kamu gak ceraikan saja dia sejak awal. Kenapa sampai nunggu waktu selama ini. Sembilan tahun? Oh My God! Aku gak bisa bayangin sumpah!" "Sebenarnya aku juga baru tahu atau baru sadar sama kelakuan dia beberapa minggu ini, Len. Padahal dari sebelum kita nikah, udah banyak teman yang kasih kode ke aku kalau Mas Jaya bermasalah. Tapi aku gak percaya karena sikap Mas Jaya di depan aku benar-benar baik dan terlihat tulus. Bahkan sampai sekarang, aku juga masih bisa lihat kasih sayang dan cinta dia ke aku beneran ada. Tapi entahlah, Len. Mungkin itu saking bodohnya aku aja yang terlalu bucin sama dia. Jadi gak bisa bedain mana yang beneran, mana yang tipuan," cicitnya merasa gamang. "Pengen peluk," seru Alena dengan wajah sedihnya. Zahera tersenyum tipis mendengarnya. Meski sekarang Alena sudah terlihat dewasa, tapi di depannya tetap seperti adik kecilnya yang masih ABG. Zahera jadi ikut rindu dengannya. "Nanti kalau kamu ke Jakarta, kita meet up ya! Kamu boleh peluk sepuasnya setelah ketemuan," balas Zahera sambil tertawa kecil. "Pasti yang pertama aku cari setelah balik ke Jakarta lagi adalah kamu, Mbak," janji Alena dengan wajah serius. "Terus rencana kamu ke Mas Jaya gimana, Mbak?" lanjutnya lagi penasaran. "Sebenarnya aku butuh bantuan kamu sih, Len. Itu juga kalau kamu mau." "Pasti mau lah, Mbak. Butuh bantuan apa?" "Aku butuh bukti perselingkuhan Mas Jaya, buat memberatkan dia di sidang perceraian kami di masa mendatang. Aku mau gugat cerai Mas Jaya. Tapi aku butuh banyak bukti untuk memberatkan dia, biar hak asuh atas anak kami satu-satunya jatuh ke tangan aku." "Kamu, udah punya anak, Mbak?" "Iya, Len. Anak aku satu. Udah tujuh tahun dan anak istimewa." Zahera pun menceritakan tentang Abimanyu kepada Alena. Hingga tanpa disangka, Alena justru tidak sependapat jika Sanjaya hanya digugat cerai oleh Zahera begitu saja. Katanya, hukuman itu terlalu ringan untuk penjahat kelamin seperti Sanjaya. "Kalau cuma digugat cerai enak di dia dong, Mbak. Duitnya banyak, bisa cari ganti istri dengan mudah. Kasihan korban-korban dia selanjutnya," cecarnya berapi-api. "Terus?" "Ambil alih dulu lah duit dia. Kalau dia miskin, dia gak akan punya power buat main-main sama cewek sembarangan lagi," tandas Alena dengan yakin. "Tapi aku gak butuh duit dia, Len. Aku gak matre." "Bukan buat kamu, Mbak. Buat Abimanyu. Dia berhak atas duit papanya." Zahera mengangkat bahunya tanda meragu. Dia memang bukan orang yang suka membalas dendam. Meski dia juga menolak dianggap lemah oleh siapapun. Tapi keraguannya mulai hilang saat Alena kembali meyakinkan untuk pentingnya memberi pelajaran yang pantas untuk Sanjaya. "Aku akan dengan senang hati buat bantu kamu, Mbak.""Kak, kamu jangan berbuat yang aneh-aneh deh. Kalau cuma mau gugat cerai Mas Jaya, sudah langsung gugat aja. Jangan cari penyakit dengan bikin banyak drama di antara kalian." Belum lama setelah Zahera memutus sambungan panggilan videonya dengan Alena, ponselnya sudah berdering lagi dengan adik laki-lakinya yang menjadi si pemanggil. Tanpa basa basi apapun, Alvino langsung memberikan peringatan keras kepada Zahera. "Kamu ngomong apa sih, Dik?" sentaknya secara spontan.Zahera sedikit terkejut tapi segera ditutupi dengan cara mengomeli adiknya seperti biasa. Ingin bertanya kenapa sang adik bisa bertanya demikian seolah tahu apa yang sedang dilakukannya, tapi kemudian kembali diurungkan karena Zahera merasa sudah tahu jawabannya. "Kamu retas ponselnya, Kakak?" tuduhnya dengan yakin.Alvino memang ahli di bidang itu. Selain kuliah, di luar negeri dia juga punya pekerjaan sampingan sebagai peretas kerah putih. Yang tentu saja tidak banyak yang tahu, kecuali Zahera. Dia tahu akan bakat t
"Kalau gitu libatkan aku pada misi kakak," pinta Alvino saat dirinya tidak berhasil menghalangi niat Zahera untuk membalas dendam pada Sanjaya. Zahera mengiyakan saja meski belum tahu akan melibatkan adiknya pada peran apa. Setidaknya sang adik tidak lagi merongrong ataupun menghalangi niatnya menghancurkan Sanjaya dan merebut hartanya. Zahera sudah memulangkan Azam, Risti dan Gusti dari Balikpapan. Jasa Pak Anwar dan kawan-kawan sementara dihentikan. Selain demi hemat biaya, juga karena Zahera sudah punya rencana lain yang akan dijalankan berdua dengan Alena. Atau boleh juga disebut bertiga dengan bantuan Alvino. "Kak, kamu yakin Alena bisa dipercaya?" "Bukannya kamu bisa selidiki sendiri seperti apa si Alena itu?" "Bisa. Tapi tidak dengan isi hatinya, Kak. Mungkin dia memang orang baik seperti yang kakak bilang. Tapi tidak menutup kemungkinan kalau ujungnya dia bakalan beneran baper sama Mas Jaya. Terus berkhianat pada kita. Kita tau lah gimana hebatnya pesona Mas Jaya bikin c
"Mbak, serius deh. Kayaknya Mas Jaya itu gak tertarik sama aku lho. Soalnya meski dia baik dan perhatian, tapi dia gak ada rayuan-rayuan gombal gitu sama aku. Malah dia itu anggap aku kayak temen dia aja. Terus gak ada bohong apa gitu, Mbak. Dia jujur semua sama aku. Sampai statusnya yang punya istri dan anak aja dia bilang juga sama aku lho, Mbak." Alena langsung curhat pada Zahera begitu selesai makan malam dengan Sanjaya. Untung di saat itu Abimanyu sudah tidur dengan nyenyak di kamarnya. Sehingga Zahera bisa mengobrol banyak dengan Alena. "Dia emang beda, Len. Makanya kamu harus hati-hati. Aku takut justru kamu nanti yang baper sama dia," aku Zahera dengan jujur. "Jujur aja dia emang pinter bikin orang baper, Mbak. Tapi aku kan udah tahu aslinya kayak gimana, jadi pasti bisa lah tahan diri, tahan hati. Cuma kalau insting aku bener nih, dia kayaknya gak tertarik deh sama aku, terus kalau dia malah cari target lain, gimana? Gagal dong rencana kita? Apa aku kudu lebih agresif buat
Hari ini Alena bekerja seperti seharusnya. Misinya dengan Sanjaya tidak boleh membuat kinerja di kantornya berkurang sedikitpun. Meski dirinya belum lama ini dimutasi di Kota Minyak tersebut. Alena harus tetap memperlihatkan performa pekerjaannya yang bagus. "Alena, hari ini ada pemasangan CCTV di gedung lantai dua. Kamu awasi dan kontrol kebutuhan mereka ya. Pastikan proses instalasinya berjalan lancar dan tanpa kendala." "Baik, Pak." Alena adalah pribadi yang ekstrovert. Dia suka bekerja dengan bertemu banyak orang. Senyum ramahnya sangat cocok dengan pekerjaannya yang mengurus operasional perusahaan secara menyeluruh. Sejak di Jakarta, Alena sudah berkarir di divisi GA (General Affair) sebuah bank swasta ternama, Digdaya Bank. Sehingga saat bank swasta tersebut membuka cabang baru di Balikpapan, Alena ikut menjadi salah satu staf kandidat yang dikirim pusat untuk menjadi pioner di sana. Digdaya Bank Cabang Balikpapan belum mulai beroperasi sepenuhnya. Pembangunan gedung masih
Setelah pertemuan tidak disengaja, juga makan siang di Cafetaria dengan Sanjaya, seharusnya Alena berbangga diri karena sudah bisa membuat Sanjaya terkesan dan mungkin mulai memperhitungkan keberadaannya. Sehingga rencananya dengan Zahera untuk menjebak Sanjaya bisa berjalan semakin baik. Tapi ternyata Alena merasakan suatu hal yang lain di sisi hatinya. Dia tanpa sadar melakukan perhatian kepada Sanjaya secara spontan. Bukan pura-pura seperti yang seharusnya dia lakukan untuk Sanjaya. "Bisa-bisanya aku sampai hafal porsi makan dia juga minuman dia saat makan. Aku benar-benar gak niatan begitu padahal. Bisa bahaya kalau berlanjut begini terus. Bukannya aku bikin dia tergila-gila sama aku, malah bisa sebaliknya," desisnya merasa bersalah. Ada beban moral dan mental saat menyadari kesalahannya tersebut. Meski sebenarnya kesalahan itu justru memperlancar rencananya, tapi dia juga takut akan memberi efek berkepanjangan di masa depan. "Mbak, aku minta maaf. Aku gak ada maksud buat bene
"Aku sudah reservasi di dalam maupun di luar resto. Kamu pilih kita makan dimana?" Alena tidak bergeming. Matanya masih menatap area sekitar restoran yang dipilihkan Sanjaya untuk acara makan siang mereka dengan pandangan tertawan. Binar mata Alena tidak bisa berbohong jika dirinya menyukai tempat itu. "Lena?" panggil Sanjaya sekali lagi."Tempatnya keren banget, Mas."Sanjaya tersenyum mendengar tanggapan Alena yang terasa seperti sebuah pujian atas pilihannya yang tepat. Bahkan bisa sampai membuat Alena mengabaikan pertanyaannya. "Di luar kita bisa makan dengan pemandangan laut lepas, tapi mungkin bakalan agak panas meski ya tetap sejuk karena anginnya lumayan kencang. Kalau di dalam pasti lebih teduh dan ada live musiknya. Kamu pilih yang mana? Dua-duanya sudah aku reservasi." "Di luar dulu ya, Mas. Kalau ternyata panasnya makin menyengat, baru pindah ke dalam." Sanjaya mengangguk setuju dan mereka menuju meja yang sudah dipesan sebelumnya. Buku menu memanjakan mata Alena. Mem
Kepulangan Alena dan Sanjaya disambut dengan tumpukan barang yang familiar di depan kamar kos Alena. Sanjaya tidak tahan untuk tidak segera berkomentar. "Koper dan barang-barang kamu kenapa ada di luar kamar, Len?" Sanjaya bertanya pada Alena yang masih membuka mulut dengan bola mata terbelalak karena sama terkejutnya. Belum sampai menjawab apapun, suara lantang dari belakang mereka menjelaskan dengan sangat gamblang. "Barang-barang kamu sudah saya bereskan. Segera angkat kaki dari sini karena kamar itu sudah saya sewakan buat orang lain yang lebih mampu bayar sewa kamar tepat waktu." Alena menggeser tubuhnya meraih tangan ibu kos yang berdiri tegak. Wajahnya kaku dan dingin. Berbanding terbalik dengan ekspresinya ketika mereka bertemu pertama kali, saat Alena hendak menyewa kamar kos tersebut. "Bu, maaf banget aku telat bayar sisa DP-nya. Tapi begitu aku gajian, pasti aku lunasi kok sekaligus bulan berikutnya. Tolong banget ya, Bu. Jangan usir aku malam-malam begini," pinta Alen
'Jadi istri kedua Mas Jaya? Seandainya beneran bisa.' Pertanyaan singkat Sanjaya untuk menjadikan Alena sebagai istri kedua terus terngiang-ngiang di gendang telinganya. Ludahnya seakan mengeras hingga sulit sekali ditelan untuk melewati tenggorokannya. Situasi akibat plan B yang digagas Zahera berakhir sesuai rencana. Bahkan Alena merespon kejadian demi kejadian dengan sangat natural. Dia merasakan syok dan kesedihan yang nyata. Tidak heran jika Sanjaya juga terperangkap dengan mudah.Alena memang tahu pengusiran dari kosnya itu sudah direncanakan oleh Zahera. Tapi detail rencananya tidak dijelaskan sehingga Alena tetap syok saat mendapati pengusiran yang tegas dari pemilik tempat tinggalnya tersebut. Alena sampai sempat berpikir ibu kos tersebut sungguhan mengusirnya atau akting seperti yang sudah direncanakan oleh Zahera. Jika hanya akting, maka ibu kos mungkin harus diberi penghargaan karena sangat meyakinkan. Sampai-sampai Alena ingin menangis sungguhan dibuatnya.'Gitu kali y