Share

Bab 9. Rencana Balas Dendam

"Ini beneran Mbak Zahera?" 

"Iya, Alena. Kamu udah lupa sama wajahku? Aku udah kelihatan tua banget ya? Sampai kamu pangling gak percaya begitu aku bilangin." 

"Bukan tua sih, Mbak. Tapi lebih tepatnya mungkin keliatan makin seksi ya? Padat, berisi," puji Alena yang justru membuat Zahera mendengus. 

"Mana ada kelihatan seksi cuma dari wajah doang. Bilang aja aku sekarang gendutan," gerutu Zahera yang kemudian mengundang tawa Alena. 

Sejak melihat foto Alena bersama Sanjaya yang dikirimkan Pak Anwar, Zahera minta dicarikan cara untuk bisa menghubungi gadis itu secara pribadi. Zahera mengenal Alena. Alena pernah magang di tempatnya bekerja dulu saat Alena masih kuliah dan Zahera belum menikah. 

Sudah lama sekali. Mungkin bisa 10 tahun yang lalu, dan Zahera masih sangat hafal dengan wajah cantik Alena. Mungkin karena dulu mereka juga sudah dekat cukup lama. Sehingga tidak akan sulit bagi Zahera untuk bisa mengenali wajah Alena yang bertambah dewasa. 

Alena sendiri sebenarnya masih mengenali Zahera begitu melihat wajahnya di layar ponsel. Hanya saja supaya lebih dramatis, dia sengaja pura-pura syok saat kembali dipertemukan dalam sambungan telepon yang pasti tidak pernah disangkanya. 

"Aku tadi sempat ragu lho, Mbak. Waktu ada orang bilang kalau disuruh kamu buat minta kontak telepon aku. Aku kira memang dia aja yang mau modusin aku," kekeh Alena lagi merasa geli sendiri. 

"Saking seringnya dimodusin cowok ya?" sindir Zahera yang ditanggapi Alena dengan santai. 

"Tau aja sih, Mbak. Soalnya aku tadi pagi juga habis dimodusin cowok tau, Mbak. Sampai bela-belain upgrade tiket pesawat aku segala. Tapi kayaknya baik sih orangnya. Kocak banget deh," curhat Alena tanpa sadar membuat air muka Zahera berubah tegang. 

"Kamu, suka sama dia?" tanya Zahera hati-hati. 

"Nggak deh, Mbak. Cuma baper dikit. Baru juga kenal. Liat ntar aku selidiki orangnya dulu kayak gimana. Kalau dia cuma mau main-main, aku mainin balik," kekeh Alena lagi tanpa beban.

"Len, sebenarnya yang modusin kamu tadi pagi itu suami aku. Mas Jaya. Sanjaya Pratama." 

"Apa? Kamu bercanda kan, Mbak?" Alena terlihat sangat terkejut. Dia tampak tidak percaya, tapi wajah serius Zahera tidak bisa diabaikan. "Ya ampun, Mbak. Aku beneran gak tau. Kalau aku tahu, mana mungkin aku sempat respon dia," lanjut Alena terlihat menyesal. 

"Bukan salah kamu, Alena. Suamiku aja yang butuh pelajaran," desis Zahera dengan tatapan kosong.

Setelah mulai membahas Sanjaya, keceriaan dan kebahagiaan Zahera tadi seakan lenyap begitu saja. Zahera pun bercerita panjang lebar kepada Alena. Alasan Zahera mengubah misinya setelah tahu target baru yang diincar suaminya adalah karena Zahera mengenal Alena. 

Zahera tidak akan sampai hati jika Alena menjadi korban suaminya selanjutnya. Apalagi berdasarkan pengalaman dan cerita orang-orang padanya, Sanjaya biasa meninggalkan gundiknya setelah pekerjaan di kota tersebut selesai dan kembali ke Jakarta.

"Astaga, Mbak! Kok bisa sih kamu digituin? Kalau tahu dia sejahat itu sama kamu, udah aku kasih pelajaran dia tadi, waktu godain aku." 

Alena terpancing emosi setelah mendengar cerita dari Zahera. Tidak ada alasan untuk Alena meragukan cerita Zahera. Zahera sudah dianggap Alena seperti kakaknya sendiri. Mereka saling menyayangi meski setelah Alena lulus sarjana mereka sempat putus komunikasi. 

"Aku juga kaget banget tadi waktu detektif sewaan aku kasih lihat foto kamu sama suamiku di bandara. Ternyata kamu yang jadi incaran suamiku selanjutnya. Mana rela aku kamu terancam masuk kandang buaya!" 

"Mbak, kamu kok masih mikirin aku sih. Padahal aku yakin kamu pasti sakit hati banget sama kelakuan dia." 

"Udah nasib, mau gimana lagi?" kekeh Zahera seakan dia sudah biasa menghadapi kondisi seperti ini. Meski sebenarnya, Zahera juga belum terbiasa melihat sisi buruk suaminya setelah sembilan tahun yang lalu yang dilihat hanya sisi positifnya saja. 

"Kenapa sih kamu gak ceraikan saja dia sejak awal. Kenapa sampai nunggu waktu selama ini. Sembilan tahun? Oh My God! Aku gak bisa bayangin sumpah!" 

"Sebenarnya aku juga baru tahu atau baru sadar sama kelakuan dia beberapa minggu ini, Len. Padahal dari sebelum kita nikah, udah banyak teman yang kasih kode ke aku kalau Mas Jaya bermasalah. Tapi aku gak percaya karena sikap Mas Jaya di depan aku benar-benar baik dan terlihat tulus. Bahkan sampai sekarang, aku juga masih bisa lihat kasih sayang dan cinta dia ke aku beneran ada. Tapi entahlah, Len. Mungkin itu saking bodohnya aku aja yang terlalu bucin sama dia. Jadi gak bisa bedain mana yang beneran, mana yang tipuan," cicitnya merasa gamang. 

"Pengen peluk," seru Alena dengan wajah sedihnya. 

Zahera tersenyum tipis mendengarnya. Meski sekarang Alena sudah terlihat dewasa, tapi di depannya tetap seperti adik kecilnya yang masih ABG. Zahera jadi ikut rindu dengannya. 

"Nanti kalau kamu ke Jakarta, kita meet up ya! Kamu boleh peluk sepuasnya setelah ketemuan," balas Zahera sambil tertawa kecil. 

"Pasti yang pertama aku cari setelah balik ke Jakarta lagi adalah kamu, Mbak," janji Alena dengan wajah serius. "Terus rencana kamu ke Mas Jaya gimana, Mbak?" lanjutnya lagi penasaran. 

"Sebenarnya aku butuh bantuan kamu sih, Len. Itu juga kalau kamu mau." 

"Pasti mau lah, Mbak. Butuh bantuan apa?" 

"Aku butuh bukti perselingkuhan Mas Jaya, buat memberatkan dia di sidang perceraian kami di masa mendatang. Aku mau gugat cerai Mas Jaya. Tapi aku butuh banyak bukti untuk memberatkan dia, biar hak asuh atas anak kami satu-satunya jatuh ke tangan aku." 

"Kamu, udah punya anak, Mbak?" 

"Iya, Len. Anak aku satu. Udah tujuh tahun dan anak istimewa." 

Zahera pun menceritakan tentang Abimanyu kepada Alena. Hingga tanpa disangka, Alena justru tidak sependapat jika Sanjaya hanya digugat cerai oleh Zahera begitu saja. Katanya, hukuman itu terlalu ringan untuk penjahat kelamin seperti Sanjaya. 

"Kalau cuma digugat cerai enak di dia dong, Mbak. Duitnya banyak, bisa cari ganti istri dengan mudah. Kasihan korban-korban dia selanjutnya," cecarnya berapi-api. 

"Terus?" 

"Ambil alih dulu lah duit dia. Kalau dia miskin, dia gak akan punya power buat main-main sama cewek sembarangan lagi," tandas Alena dengan yakin. 

"Tapi aku gak butuh duit dia, Len. Aku gak matre." 

"Bukan buat kamu, Mbak. Buat Abimanyu. Dia berhak atas duit papanya." 

Zahera mengangkat bahunya tanda meragu. Dia memang bukan orang yang suka membalas dendam. Meski dia juga menolak dianggap lemah oleh siapapun. Tapi keraguannya mulai hilang saat Alena kembali meyakinkan untuk pentingnya memberi pelajaran yang pantas untuk Sanjaya. 

"Aku akan dengan senang hati buat bantu kamu, Mbak." 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status