Share

Bab 8. Mengubah Misi

"Ma, sebenarnya kamu itu kenapa? Ini pertama kalinya kamu bertingkah ceroboh kayak tadi lho, Ma. Tolong kalau ada apa-apa, kamu bilang sama aku, Sayang. Aku gak mau kalau di belakang aku, ternyata kamu punya masalah dan hadapi masalah itu sendirian. Kamu punya aku, Ma. Aku pasti bantu apapun masalah kamu," bujuk Sanjaya sambil menyuapi Zahera makan malam. Tanpa tahu jika masalah Zahera ada pada dirinya sendiri.

Sejak mendengar dari Abimanyu istrinya menangis tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi, Sanjaya memilih langsung bertolak ke Jakarta dengan penerbangan seadanya. Sehingga malam ini, Sanjaya sudah kembali berada di kediamannya dan merawat istrinya yang sakit. 

"Maaf," balas Zahera singkat seperti sebelumnya.

Sanjaya membuang napas dengan kasar. Dia tidak marah pada kecintaannya. Tidak pernah bisa marah. Sanjaya hanya merasa gagal membujuk Zahera untuk berterus terang dan bercerita seperti biasanya. Sanjaya khawatir pada istrinya.

Selama ini Zahera tidak pernah menyembunyikan apapun darinya. Bahkan sebelum diminta untuk bercerita, biasanya Zahera sudah bercerita dengan sendirinya. Dan kali ini, Sanjaya merasa ada sesuatu yang sedang disembunyikan istrinya. 

"Baiklah kalau kamu belum siap untuk cerita. Aku akan tunggu sampai kamu mau cerita dengan sendirinya." 

"Makasih, Pa." 

"Mulai sekarang pakai sopir yang aku siapkan ya, Ma. Jangan nyetir mobil sendiri lagi. Bukan aku gak percaya sama kamu. Cuma aku gak mau kamu dan Abi kenapa-kenapa." 

"Iya." 

"Ya sudah, diminum obatnya terus tidur. Biar besok badannya udah enakan." 

Zahera menurut dan meminum obatnya dengan dibantu Sanjaya. Sanjaya sendiri terlihat sibuk sedang mendelegasikan pekerjaannya yang terpaksa ditinggal begitu saja kepada orang kepercayaannya melalui sambungan telepon. 

"Kamu handle semuanya dulu ya, Bram. Nanti aku kabarin bisa balik ke Balikpapan lagi kapan. Aku lihat gimana kondisi istriku dulu," ujar Sanjaya sambil menatap Zahera yang terbaring di ranjang. 

Tepat pada saat itu istrinya juga sedang memandang ke arahnya. Senyum tipis diulas ketika netra mereka berdua saling beradu. Zahera yakin, sampai saat ini dirinya masih menjadi prioritas Sanjaya seperti biasanya. 

'Kamu terlalu baik untuk bisa berkhianat padaku, Mas,' 

***

"Ma, kamu serius udah gak apa-apa?" 

"Iya, Pa. Aku udah sehat kok. Maaf ya kemarin sempat bikin khawatir." 

"Gak apa-apa, Sayang. Yang penting kalau ada apa-apa kamu bilang ya?" 

"Iya, Pa. Aku cuma lagi capek aja kok kemarin itu. Tapi sekarang udah gak lagi. Sudah semangat lagi kayak biasanya." 

"Syukurlah. Kalau gitu kan aku jadi tenang berangkat kerjanya. Tapi tetap ya? Mulai sekarang gak usah nyetir mobil sendiri. Pakai sopir yang aku kasih aja." 

"Hm. Ya apa boleh buat? Aku gak bisa nolak kan?" 

"Kali ini gak bisa, Sayang. Maaf. Aku ambil keputusan ini demi keselamatan kamu juga Abi." 

"Okay. Aku ngerti."

Zahera merasakan usapan lembut di kepalanya. Sanjaya masih sangat perhatian kepadanya. Seperti biasanya. Selama sembilan tahun menikah, perhatian Sanjaya padanya tidak pernah berubah. Justru semakin hari terasa semakin meningkat. 

"Papa yakin gak mau diantar ke bandara?" 

"Iya, Sayang. Kamu di rumah aja ya, Ma. Biar aku yang antar sekolah Abi dan langsung ke Bandara. Aku gak mau kamu kecapekan lagi." 

"Ya udah, kamu hati-hati selama di jalan ya, Pa. Kabarin kalau sudah sampai di Balikpapan lagi." 

"Siap, Mama sayang." 

Sanjaya kembali ke Balikpapan karena harus bekerja. Zahera sudah memperlihatkan keceriaan seperti biasanya. Meyakinkan Sanjaya jika dirinya akan baik-baik saja. 

Zahera mengecek email dan pesan di ponselnya setelah kemarin tidak melakukan apapun karena sakit pasca kecelakaan. Walaupun sebenarnya tidak ada luka di tubuhnya, tapi pikirannya butuh istirahat. 

Ada beberapa pesan laporan dari Pak Anwar mengenai suaminya selama beberapa jam di Balikpapan kemarin. Zahera segera melakukan panggilan suara untuk mendengar lebih jelas lagi cerita tentang suaminya. 

"Halo, Pak Anwar?" 

"Iya, Bu Zahera, ini saya. Bagaimana kondisi ibu hari ini? Apakah sudah baik-baik saja?" 

"Alhamdulillah sudah sehat kok, Pak. Terima kasih sudah bertanya. Bagaimana dengan investigasi kemarin, Pak? Saya tadi sudah baca laporannya sekilas sih." 

"Iya, Bu. Kemarin bapak memang sudah sempat berkenalan dengan wanita muda yang kebetulan ditemuinya di restoran saat bapak makan siang. Sudah saling bertukar nomor ponsel juga. Sepertinya wanita itu akan jadi target bapak selanjutnya," terang Pak Anwar yang didengarkan Zahera dengan seksama. "Sebenarnya mereka ada janji ketemuan untuk makan malam di restoran yang sama, tapi dibatalkan sepihak karena bapak langsung pulang begitu mendengar terjadi sesuatu sama ibu," lanjutnya lagi.

"Jadi saya perlu berbangga diri gak ya pak, karena saya masih jadi prioritas bagi suami saya?" lirih Zahera sambil tertawa kecil. 

Tidak ada rasa senang dalam tawanya kali ini. Siapapun yang mendengar, mereka pasti akan merasakan kesedihan dalam tawa kecil dari Zahera tersebut. Tidak terkecuali Pak Anwar sendiri. Ini bukan kasus perselingkuhan pertama yang ditangani Pak Anwar dengan timnya. Dia sudah cukup sering menangani hal seperti ini, sehingga cukup peka juga dengan perasaan kliennya.

"Maaf, Bu." 

"Gak apa-apa, Pak. Bukan salah bapak. Saya saja yang terlalu baper. Maaf ya." 

"Baik, Bu." 

Mereka pun lanjut membicarakan misinya. Pak Anwar mengatakan jika Azam masih mengikuti Sanjaya sejak kemarin, termasuk saat pulang ke Jakarta dan saat ini akan kembali ke Balikpapan. Sedangkan Risti mendapatkan tugas untuk mengikuti wanita muda yang diduga akan menjadi target Sanjaya berikutnya. 

'Pantas saja aku habis banyak untuk sewa jasa mereka. Cara kerjanya begini. Semoga saja bukti perselingkuhan Mas Jaya cepat didapat, sebelum uang tabunganku bertahun-tahun habis tak tersisa,' batin Zahera sebelum kemudian dikagetkan Pak Anwar karena ada berita terbaru. 

"Bu, saya baru saja dapat informasi terbaru dari Azam. Bapak baru saja berkenalan dengan gadis lain di bandara. Bahkan bapak juga membantu tiket pesawat gadis itu untuk di-upgrade dari kelas ekonomi menjadi kelas bisnis biar bisa sebangku sama bapak." 

"Ada fotonya, Pak? Saya mau tahu gadis seperti apa yang sedang diincar oleh suami saya," gumam Zahera dengan suara tertahan.

"Ada, Bu. Saya kirim sekarang." 

"Makasih, Pak." 

Zahera melihat ke bagian fitur perpesanan di ponselnya. Meneliti gambar dengan degup jantung yang berpacu dengan kencang. Napasnya tercekat saat membuka pesan dari Pak Anwar. Merasa mengenali sosok yang ada di gambar tersebut. 

"Itu kan…" desisnya lirih hampir tak terdengar.

"Apa, Bu?" sahut Pak Anwar yang memang panggilannya belum terputus dengan Zahera.

"Ah, tidak, Pak. Em, apakah misi kita bisa diubah? Sepertinya saya kenal sama gadis itu." 

"Ah iya. Boleh saja, Bu. Ibu ada rencana apa?" 

"Jadi begini, Pak…" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status