Rasanya sesak sekali ketika Mas Gavin mengataiku hanya menumpang di rumah ini. Terlebih lagi dia mengatakannya kepada wanita selingkuhannya. Menganggapku hanya makan minum saja di rumah ini. Tidak sadarkah ia, rumah ini di dapatkan dari perjuangan bersama-sama. Bahkan terkadang aku tak segan-segan membantu dengan uangku sendiri.
Memang dia tidak tahu, bagaimana susahnya Aku mengatur keuangan yang minim itu. Seandainya dia mau jujur dengan pendapatannya, seandainya dia mengetahui bahwa uang yang dia berikan tidak mencukupi, seandainya saja dia mau meringankan bebanku, dengan membayar cicilan rumah misalnya, mungkin Aku tidak sepusing ini. Tapi sepertinya memang dianya yang tidak mau tahu. Buktinya setiap Aku mencoba membicarakan hal ini, pasti Akulah yang ia salahkan. Aku istri boroslah, tidak pandai mengatur keuanganlah. Lagi-lagi Aku yang salah. Boro-boro mau menambah keuangan. Malah uangnya lebih senang ia berikan kepada selingkuhannya.
Tiada kata-kataku yang mampu merubah sifatnya. Oleh karena itu, senjataku adalah diam. Buat apa kita bicara, kalau ucapan kita tidak berguna? Sama saja dengan membuang-buang suara belaka.
Rupanya dia lebih bahagia untuk berpacaran bersama selingkuhannya. Mengajak wanita busuk itu berlibur, belanja, bahkan uangpun siap dia keluarkan setiap bulan untuk perempuan itu. Padahal di rumah anak-anaknyalah yang lebih membutuhkan.
Ku lihat wajah anak-anakku yang tertidur lelap. Sebenarnya hatiku miris mengingat sikap ayah mereka. Mengapa wanita itu lebih penting baginya. Tidak cukupkah ketiga buah hatinya ini sebagai penyemangat hidupnya. Bahkan tidak pernah sekalipun ia mengajak mereka hanya untuk sekedar menghabiskan hari libur bersama. Tidak perlu jauh-jauh, cukup mengajak mereka ke taman bermain di kota kami saja misalnya, itu pasti sudah cukup membuat hati mereka senang.
Oleh karena itu, Akulah sesekali yang mengajak mereka untuk sekedar jalan-jalan di sore hari. Itupun kalau sudah mendapatkan izin dari Mas Gavin. Memang selama ini Aku terlalu menurut dengan Mas Gavin. Kukira dia sungguh bekerja keras untuk rumah tangga kami. Ternyata zonk besar.
Ternyata Aku dia anggap hanyalah seorang yang menumpang hidup padanya. Memang kamu kira siapalah dirimu Mas. Rugi besar selama ini Aku menaruh kepercayaan penuh pada seorang suami seperti kamu. Kamu bilang tubuhku melar tidak tahu bentuknya lagi. Tidak punya matakah dirimu Mas? Tubuhku tidak sejelek yang kau katakan. Itu terjadi karena kekagumanmu, perhatianmu telah kau bagi terlalu besar untuk perempuan bernama Alwa itu. Sehingga bagaimanapun sisi baik dari diriku kau anggap tidak ada artinya.
Oke Gavin. Karena kau sudah menganggapku menumpang di rumah ini. Maka setelah ini kau yang akan ku buat menumpang di rumah ini. Tinggal menunggu waktu saja. Aku sadar Aku memerlukan seseorang yang handal untuk memuluskan rencanaku. Ya dia adalah Pak Nugraha, pengacara andalan Ayahku. Dimana pengalamannya di bidang hukum bisa di acungi jempol. Gerak cepat kulakukan. Agar Aku tidak terlambat, sebelum rencana mereka untuk menikah terwujud.
Setelah tujuanku lebih dulu terwujud. Terserah pada kalian. Mau menikah, silahkan.
*****
Sedang sibuk mengemaskan pesanan yang akan kukirim ke pelangganku, Praska terjaga dari tidurnya. Tanpa memperdulikan kesibukanku, Mas Gavin malah berteriak memanggilku.
"Deeek, kamu tidak dengar apa? Tuh Praska bangun. Buruan gendong, sibuuuk saja mengurus jualan. Bolehlah kamu sibuk begitu kalau mendapatkan uang banyak. Ini penghasilan sedikit, gayanya selangit. Ngurus sesuatu yang tidak menguntungkan, anak di biarkan menangis. Istri macam apa kamu ini."
Anak menangis bukannya bantu membujuk, malah mengomel melebihi emak-emak. Dengan cepat Aku menggendong putraku.
"Iya Mas maaf!" Timpalku pendek
"Maaf maaf. Bosan saya mendengarmu minta maaf."
Sifat pemarah suamiku ini semakin menjadi-jadi. Masalah kecil bisa menjadi besar. Aku melengos melewatinya. Kubiarkan dia menatapku penuh aura kebencian. Terserah padamu Mas. Malas saya meladenimu yang sudah jauh berbeda ini. Sudah mengkhianat, kasar lagi.
"Kayak begini nih, kalau istri tidak punya sopan santun. Di bilangi pura-pura tidak dengar. Apa budek kamu."
"Iya iya.. sudah ah Mas. Silahkan kamu mau anggap Aku apa terserah."
"Ooooh jadi begini kamu sekarang ya. Sudah bisa melawan ke suami. Kurang ajar kamu...!"
"Saya sudah minta maaf, saya akui saya salah. Jadi tidak usah di panjang-panjangkan lagi Mas. Aku capeek kalau terus begini. Lagian kalau kamu mau juga tadi kamu bisa bantuin Aku membujuk Praska. Jangan cuma bisanya menyalahkan Aku."
Mendengar jawabanku, sontak Mas Gavin mengangkat tangan kanannya. Aku terkejut melihat perbuatan Mas Gavin. Ia ingin menamparku. Sebelum niatnya terjadi dengan cepat Ciya putriku berlutut di depan suamiku. Membuatku khawatir, jangan sampai Ciya menjadi korban kemarahan Ayahnya.
"Sudah yah. Jangan pukul Ibu. Ciya mohoon.. Yah. Jangan sakiti Ibu. Ciya yang salah tadi tidak membantu mengasuh Praska. Karena kita-kita sedang sibuk Yah..." Huhuuuu. Ciya menangis.
Ya Tuhaan. Begini pembelaan yang ku dapat dari putriku. Ia berusaha melindungiku. Terimakasih Tuhaan. Kau menganugerahkan anak-anak yang sangat menyayangiku. Melihat aksi Ciya rupanya Mas Gavin sedikit luluh. Masih dengan wajah marahnya yang mengerikan. Dia keluar sambil membanting pintu. Tak ku perdulikan dia mau kemana. Ku peluk ketiga anakku. Kalianlah penyemangat Ibu nak. Ibu akan selalu memperjuangkan yang terbaik untuk kalian.
Melihat pebuhan yang semakin menjadi ini, membuatku harus melangkah lebih cepat. Selain meminta bantuan kepada Pak Nugraha. Ada misi lain yang harus Aku jalani sendiri. Memang ini akan sedikit memakan waktuku. Ada seseorang yang harus mendukung laju rencanaku.
Bab 44 Akhir Cerita Aku dan Ferdi teramat khawatir dengan keadaan Papaku. Ibu tega merencanakan sesuatu yang buruk padanya. Kuharap pihak yang berwajib segera mengambil tindakan tegas, karena bukti rekaman suara Ibu sambungku sangat kuat. Keselamatan ayahku berada dalam ancaman sekarang. Oh ya kami belum menyampaikan kabar kepulanganku pada Ayah. Tapi sebelum kami berniat menghubungi Ayah, Derrrttttt..... Drrrrttt.... Ponsel Ferdi bergetar, dengan cepat dia mengecek siapa yang menelpon. "Nah ini Papa yang nelpon." Baru saja mau di hubungi malah beliau nelpon duluan. Panggilan langsung di jawab dan di loudspeaker.
Part 43 POV Tante Ara "Pa, Mama kasihan sekali melihat cucu-cucu kita tadi. Tidak tega, mereka sangat sedih karena kepergian Ibu mereka." Berusaha Aku menarik perhatian suamiku. Berusaha untuk seolah-olah bersimpati dengan bencana yang menimpa mereka. Padahal dalam hatiku berkata "rasain". "Iya benar, Ma. Kasihan melihat keadaan mereka yang selalu murung. Apa lebih baik kita saja yang merawat mereka, Ma?" Pendapatnya sungguh membuatku tertawa. Siapa juga yang mau mengasuh anak yang masih kecil seperti Praska. Tapi demi mencapai tujuan terpsksa Aku berpura-pura untuk menerima pendapatnya. "Itulah yang mama pikirkan tadi, Pa. Kemarin sebelum kita pulang, tanpa sepengetahuan Papa, Mama telah berusaha membujuk anak-a
Bab 42 Gagal Hingga pada suatu hari kami kedatangan 2 orang tamu yang ngaku-ngaku sahabatnya Vina. Satu diantaranya menggunakan masker, tapi maklum sekarang kan masih masa pandemi.. Tidak perlu menaruh kecurigaan sedikitpun dengan kedua wanita tersebut. "Saya turut merasa kehilangan. Kalau boleh tahu, apakah Mbak menyaksikan mobil Vina terbakar waktu itu?" Salah seorang dari mereka bertanya padaku .Aku tetap dengan pendirian berusaha untuk meyakinkan orang-orang bahwa Vina memang telah mati. Semua orang telah mempercayai semua keterangan yang kuberikan. "Ya,,, saya jelas-jelas melihat keberadaannya yang sedang memegang setir mobil dan terjepit tidak bisa keluar, karena mobilnya menabrak pohon. Dan pohon itu juga ikut terbakar karena ledakan mobil Vina." Dengan lantan
Bab 41 Perjuangan Untuk Mendapatkannya Kembali Hatiku lega akhirnya niatku untuk menghabisi Wanita itu telah tercapai. Tinggal sekarang Aku berusaha bagaimana cara agar Ferdi mau kembali padaku. Berbagai cara akan kulakukan untuk mendapatkannya kembali. Bukankah dulu dia sangat mencintai ku kan? Aku yakin dia masih menyimpan perasaan itu. Setiap hari aku menyempatkan untuk datang kepadanya untuk menemani masa masa berkabung. Semua orang telah menganggap Vina telah mati. Dalam hati aku bersyukur. Sekarang Tante Ara masih berpikir bagaimana cara menyingkirkan suaminya. Ambisi perempuan paruh baya itu begitu besar. Kalau dia pandai mengatur strategi perencanaan, maka bisa dipastikan dia akanb mm menguasai semua aset suaminya. "Ba
Bab 40 Step Pertama Berhasil Sore ini aku berniat untuk menjalankan rencana kami. Beberapa orang suruhan Tante Ara telah siap. salah seorang yang ku suruh untuk mengamati keadaan Vina, mengatakan wanita itu masih ada di kantor. sebelum terlambat aku mengambil ponsel sebisa mungkin ku buat suara yang berbeda. "Buuu Aku kecelakaan di jalan Seruni Bu tolooooong. Ini Aku ciyaa." Aku buat seolah-olah aku sedang menangis dan sedang dalam keadaan bahaya. Aku harap suaraku bisa mengecoh nya. Dugaanku benar Vina terdengar sangat khawatir. Dalam hati Aku bersyukur, mudah-mudahan niat ini bisa terwujud. Sengaja Aku mengaku sebagai Ciya, yang sedang dalam bahaya di jalan seruni. Karena aku berencana menjalankan rencana di sana. Lokas
Part 39 Aku Ingin Suamiku Kembali Hari itu aku terbaring di rumah sakit. Aku menahan sakit yang teramat sangat. aku sangat sial mengapa penyakit ini menggerogotiku. Penyakit kelamin yang baunya sangat menyengat. Ini pasti gara-gara pelangganku yang berasal dari India dulu. Percuma bayaran mahal, tahu-tahunya penyakitan. Gara-gara diatidak ada yang mau menjengukku. Bahkan Ibu saja terkadang malas untuk sekedar dekat-dekat. Ketika aku sedang meringis sering menahan kesakitan, aku kedatangan seorang pembezuk yang aku tidak tahu namanya. Setelah dia menjelaskan, alangkah terkejutnya aku ketika dia mengatakan bahwa dia adalah mantan istrinya Gavin. Kuperhatikan tampangnya dari kepala sampai ujung kaki. Wanita ini elegan, tidak seperti yang Gavin katakan. Selama ini Gavin mengata