Share

Drama Orang Ketiga

Penulis: Ndaka
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-24 10:09:56

Menyambut pagi hari yang begitu cerah, langit kebiruan tanpa awan, burung-burung berkicauan dan udara yang sejuk ini terasa seperti fana. Sesuatu yang seolah bukan berasal dari dunia ini. Seorang wanita muda yang melihat semua keindahan itu di balik jendela pun menghela napas panjang.

“Apa yang sebenarnya aku lakukan di sini?”

Dirinya bertanya-tanya apa saja yang sebenarnya ia lakukan. Ia merasa aneh entah sejak kapan. Mungkin saja karena perkataan dari dukun itu. Semakin dipikirkan semakin membuat resah saja. Wanita itu lantas menghela napas untuk yang kedua kalinya.

“Ha ... baiklah. Aku jadi aneh sekarang,” pikir Arum seraya bersandar pada kusen jendela.

“Arum?” panggil sang suami yang kemudian masuk ke dalam kamar.

“Itu ternyata kamu. Kupikir siapa.”

“Hari ini hari libur. Kamu mau pergi ke mana? Perlukah kita berjalan-jalan atau ke suatu tempat yang kamu inginkan?” tanya Julvri, duduk di tepian ranjang dan tersenyum.

“Aku rasa tidak perlu.”

Arum hanya menjawab singkat lantaran tak berani mengambil keputusan. Hingga ibu mertua pun datang, setelah dua minggu dihukum tak keluar rumah akhirnya ibu mencabut larangan keluar rumah dan menyarankan pasutri itu untuk pergi berlibur sehari.

Entah kenapa Arum merasa itu seperti perintah bukan saran biasa. Memikirkan akan pergi ke mana saja bersama suami itu memang membuatnya senang, tetapi yang tidak membuatnya senang adalah karena kekhawatiran Arum terhadap Julvri yang memiliki sikap aneh sejak itu.

“Tapi—”

“Pergilah. Ini sebuah kesempatan.”

“Baiklah, ibu. Kalau begitu nanti aku minta ditemani makan malam saja,” ucap Arum memalingkan wajah.

Dan begitulah yang terjadi. Pada akhirnya Arum tidak bisa menolak kebaikan ibu. Malam pun telah tiba. Di mana langit telah menggelap dengan taburan bintang di atasnya, pemandangan yang sungguh menakjubkan.

“Arum? Apa yang sejak tadi kamu lihat?” tanya Julvri yang heran pada istrinya, lantaran sejak tadi Arum terus-menerus menengadah ke langit sambil bergumam sesuatu.

“Oh, aku hanya sedang berdo'a.”

Klap!

Setelah masuk ke dalam mobil, ditutuplah pintunya dengan rapat. Kemudian mereka pergi menuju ke sebuah restoran untuk makan malam. Meskipun Arum sedikit enggan, terlihat ia sengaja memaksakan dirinya untuk tetap tersenyum di hadapan suami tercinta.

'Hanya dugaan tapi aku sudah merasakan firasat buruk,' batin Arum seraya melirik Julvri.

“Hei jangan melihatku seperti itu saat aku sedang menyetir. Aku jadi grogi nih,” tutur Julvri sekilas melirik ke arahnya.

“Ma-maafkan aku. Aku nggak ada maksud ...” sahutnya terbata-bata.

“Aku tampan ya? Sampai kamu lihat seperti itu,” ujar Julvri.

“Itu benar sih. Tapi bukan itu yang membuatku ... ah, fokuslah menyetir sayang. Tenang saja aku tidak akan menatapmu lagi,” ucap Arum menyembunyikan wajah memerahnya.

Restoran bintang lima yang tiada tanding dalam segala hal baik di luar maupun dalam. Semua makanan berkualitas berkumpul dan menumpuk dalam menu, sesuai pilihan tentunya mana saja bisa ia dapatkan namun perut Arum justru terasa mulas begitu membuka buku menunya.

“Wah, ada apa ini?” gumam Arum mulai gugup.

“Arum. Sudah memilih?” Julvri bertanya.

“Be-belum. Aku ke toilet sebentar, ya,” jawab Arum gagap sembari menyodorkan menu itu padanya.

Lantas Arum segera beranjak dari kursi dan lekas menuju ke kamar belakang sesegera mungkin. Khawatir perutnya semakin bermasalah, itulah yang membuat Arum sedikit terburu-buru pergi. Namun anehnya setelah sampai ke sana, mual atau mulesnya perut sudah hilang entah ke mana.

“Gugup? Tidak, mungkin aku saking takutnya jadi seperti ini.”

Sejenak ia bersandar di dinding seraya membuka layar ponsel, ia menekan tombol kontak nomor seseorang yang dikenalinya.

[“Halo? Ini kamu ya Arum? Nggak nyangka bakal ditelpon.”]

“Hei, maaf menganggu. Aku butuh bantuanmu, bisa datang ke alamat yang akan aku kirimkan?” sahut Arum lantas tersenyum senang.

Selang beberapa saat kemudian, Arum keluar dari sana dan kembali ke tempat di mana ia duduk bersama suami. Wajah Julvri hari ini memang terlihat lebih tampan dari biasanya. Sesaat Arum berpikir ini mungkin karena lampu yang terang dalam restoran.

Sembari tersenyum ia duduk di kursinya lagi. Lantas berkata, “Kamu memesankannya untukku ya? Senangnya.”

Melihat ada makanan kesukaannya yang mana inti dari masakan itu terdapat kentang, tentu membuat Arum sangat senang. Julvri membalas senyum dengan senyum yang biasa ia lakukan.

Arum terkejut diam sampai kesulitan berekspresi ataupun berkata-kata. Bukan karena ketampanannya melainkan karena rasa takut saat mengingat ucapan Julvri yang ambigu pada hari itu.

'Padahal dia suamiku. Walau pernah mengatakan hal yang ambigu, namun bukan berarti dia benar-benar akan melakukannya. Tapi kenapa aku malah lebih mempercayai dukun itu dibandingkan suamiku sendiri?' Arum membatin, memikirkan kebingungannya sendiri.

Di tengah kegiatan makan malam ini, mereka kedatangan seorang lelaki yang usianya tak jauh dari Julvri, ia menatap tajam Arum dengan sebuah arti tertentu.

“Jelaskan apa maksudnya ini semua? Aku tidak mengira bahwa dirimu telah menikah setelah aku melayanimu dengan puas sewaktu itu.”

Julvri yang ikut mendengar orang ini berbicara melantur, lantas menyahut omongannya dengan kesal.

“Dia istriku. Apa kau tidak salah mengenali seseorang? Karena istriku tidak seperti apa yang kau bicarakan.”

“Betapa malangnya suamimu ini. Sebelum pernikahan, aku lah yang merenggut miliknya lebih dulu. Jadi ... kau akan bagaimana?” tukas pria itu dan menyeringai sinis.

Sedangkan Arum hanya terdiam dengan menunjukkan raut wajah gelisah tak karuan. Ia menghindari tatapan dari Julvri dan kemudian menundukkan kepala sedalam-dalamnya seakan ucapan pria asing ini benar dan ia merasa sangat bersalah.

“Arum, aku yakin kamu tidak seperti itu. Cepat katakan bahwa itu semua tidak benar,” pinta Julvri dengan berwajah cemas.

Sayangnya Arum tidak berani mengatakan sepatah kata pun, hal tersebut membuat Julvri sangat terkejut. Entah seberapa besar hubungan di antara Arum dengan lelaki itu, Julvri justru lebih terganggu dengan raut wajah Arum yang seolah membenarkan semuanya.

Wajah Julvri tampak jelas sekali ia sedang marah, tatapannya setajam bilah pisau. Kapan saja ujung pisau itu akan menusuk jantung Arum, namun entah ada apa ia lebih memilih menahan diri lantas pergi meninggalkan Arum dengan lelaki asing di sana.

Arum yang tidak mengerti akan sikap Julvri hari itu, juga merasa sangat terkejut. Ia tak menyangka Julvri tidak begitu banyak bicara saat setelah mendengar semua ucapan lelaki ini.

“Apa dengan begini cukup?” tanya lelaki itu pada Arum.

Arum kemudian menganggukkan kepala. Berkata, “Iya sudah. Dengan begini, dia pasti akan segera menceraikan aku.”

“Sebenarnya untuk apa kamu melakukan ini semua? Suamimu terlihat sangat baik, dia bahkan menahan amarah di depan banyak orang. Tidak seperti kita yang sengaja berterus-terang.”

“Aku melakukan ini demi bertahan hidup,” ungkap Arum serius, ia beranjak dari kursi dan menatap lelaki itu dengan tajam.

“Terima kasih sudah membantuku, Eka.” Setelah itu ia lantas menyunggingkan senyum.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kunkungan Pernikahan Suami Psikopat   Cinta Kematian

    Kehadiran seorang lelaki adalah pendamping bagi seorang wanita dan begitu juga dengan sebaliknya. Akan tetapi pasutri yang terikat pernikahan suci selama setengah tahun ini memiliki persepsi berbeda dari lainnya. Mereka memiliki sisi buruk yang tak terbayangkan serta sisi baik tak terduga. "Aku ... akan mati." Pikiran Arum hanya tertuju pada kematian saja. Dirinya berpikir ini sudah berakhir hingga beberapa petugas kepolisian menerobos masuk ke dalam rumah sembari menodongkan senjata. “Angkat tanganmu!” Luka lecet, lebam, bekas tusukan, darah terus mengalir di bagian lukanya, bahkan bekas luka jeratan tali masih terlihat. Tidak hanya itu, luka di hati pun sudah terpampang jelas di hadapan mereka. Arum sudah lemas dan tak sanggup bergerak di sisa napasnya yang sedikit. “Gawat! Orang ini tidak mau berhenti!”“Biar saya yang melakukannya!” seru seorang lelaki berpakaian jas coklat muda. Lelaki itu bergegas menghampiri lalu mem

  • Kunkungan Pernikahan Suami Psikopat   Sosok Iblis yang Dicintai

    “Ah!” Arum terbangun dalam keadaan tubuh basah berkeringat dingin. Wajahnya memucat, pupil matanya pun bergetar kuat dengan mengingat semua hal buruk yang ia pikir sedang terjadi saat ini. Namun ternyata Arum salah, begitu kesadarannya pulih dan mendapati dirinya berada di atas ranjang, ia mulai merasa tenang dan lega.“Syukurlah,” ucap Arum. “Ada apa, Arum?” Sampai melupakan sosok lelaki yang membuat Arum bermimpi buruk itu bertanya. Julvri yang telah membuka mata, lantas meraih wajah Arum dan memberinya kecupan pagi.Perasaan gelisah kembali hadir, seolah kabur hitam mengitari sekeliling tubuh mereka. Merinding tanpa bisa berekspresi lebih selain terdiam merasa takut.“Arum?” Sekali lagi sang suami memanggil dan bertanya apa masalahnya. “Ada apa?”“Julvri ... aku hanya kembali bermimpi buruk.” Perlahan Arum berucap sembari menyentuh punggung tangan kekar itu. “Mimpi buruk? Apakah itu tentang aku?”Awalnya Arum terkejut, dengan mata terbelalak dan mulut sedikit menganga, nyaris

  • Kunkungan Pernikahan Suami Psikopat   Persidangan

    Semilir angin membawa pergi dedaunan gugur, beterbangan bagai sehelai bulu yang ringan dan entah ke mana perginya mereka kala angin terus menggerakkannya. Sejenak suasana terasa tenang, Arum merasa begitu memejamkan mata maka dirinya akan cepat terlelap. “Julvri, apa kamu benar-benar akan membunuhku?” Dari sekian banyaknya pertanyaan, hanya kalimat itu yang terlontar dari bibir tipisnya. Sosok lelaki yang hadir berada di sampingnya itu hanya bisa terdiam dengan mulut setengah terbuka seakan hendak mengatakan sesuatu tapi tertahan. Setelah beberapa saat lelaki itu melengos dan kembali menghadap arah depan sambil menggandeng tangan sang istri dengan kuat."Ada apa dengan Julvri?" batin Arum bertanya-tanya dalam kebingungan. Sebab tak pernah merasa bahwa Julvri akan bersikap begini karena ini adalah pertama kalinya. Rasa bimbang ataupun bingung, resah dan gelisah. Entah apa yang sebenarnya Julvri pikirkan. “Tidak menjawab itu artinya benar. Lalu kenapa nggak lakukan saja sekarang? Aku

  • Kunkungan Pernikahan Suami Psikopat   Rahasia Ibu dan Ayah

    “Lalu kamu akan melakukan apa setelah menemukan sesuatu di laptopku?” Bagai disambar petir di siang bolong, Arum tersentak kaget mendapat pertanyaan yang jelas adalah sebuah sindiran. Arum mengubah posisinya menjadi duduk, sekali lagi terkejut, ia menatap tajam pada Julvri seolah sedang berbalik menghakimi.Julvri lantas bangkit dan berkata, “Ayo katakan sesuatu. Jangan sampai aku dibuat penasaran.” Di lain sisi ia merasa ada seseorang yang memperhatikan mereka. Spontan Arum menoleh ke arah pintu yang terdapat celah sedikit. “Julvri, pintunya tidak ditutup?” tanyanya sembari berusaha mengalihkan pembicaraan. “Ah, benar. Aku melupakannya,” ucap Julvri. Di celah pintu terbuka, Arum melihat sosok siluet familiar. Ia pun turun dari ranjang dan berjalan ke arah pintu dan membukanya.“Bibi Elli?” Rasanya tak pernah habis keterkejutan Arum dalam hidupnya. Ia dikagetkan oleh bibinya sendiri yang ternyata mengintip.“Ikut aku sebentar, rum.” Begitulah bibi memanggil, lalu Arum hanya mengi

  • Kunkungan Pernikahan Suami Psikopat   Berkas Kosong

    Bibi Ella dan Elli adalah kembar seiras, yah, meskipun dari sifat mereka berbanding terbalik. Bibi Ella orang yang lembut sedangkan bibi Elli orangnya galak. Lalu sekarang bibi Elli berhadapan dengannya, dan entah kenapa seperti sedang marah. “Aku tidak berharap kamu mengerti ucapanku, Arum. Tapi kupikir sebaiknya ...,”“Bibi membicarakan apa?” Seolah tak ingin membahas sesuatu hal buruk itu, Arum kembali melanjutkan jahitannya yang belum selesai. Mulai dari pakaian hingga ke taplak meja, dengan sangat giat Arum mengerjakannya sepenuh hati hingga kembali sempurna seperti sedia kala. Sementara ia merasakan punggungnya dingin akibat tatapan tajam dari bibi Elli. “Aku belum selesai bicara,” katanya.Arum menelan ludah, bibir bawahnya sedikit tergigit. Setelah selesai menjahit, ia lantas menoleh ke belakang. Arum sangat terkejut akan tatapan yang dirasa semakin tajam dan menakutkan itu. “Iya, baiklah. Aku akan mendengarkannya tapi tentang apa? Bibi Elli selalu bicara setengah-setenga

  • Kunkungan Pernikahan Suami Psikopat   Aura yang Sama

    Suasana di kampung halaman yang terasa lebih sejuk membuat Arum merasa rileks sejenak. Saat ini ia sedang membantu nenek menjahit pakaian yang sedikit rusak dengan cara manual. Nenek tampak sehat dengan kegesitan yang ia gunakan tuk menjahit. Sungguh hebat. “Arum, jujurlah pada nenekmu ini tentang satu hal.”Nenek memulai percakapan yang sejujurnya terdengar seolah Arum menyembunyikan sesuatu. Arum pun menghentikan gerakan tangannya terkejut. “Iya, nek. Kenapa?”“Ibumu sudah tiada dan aku ingin tahu bagaimana keadaan Ayahmu.” Rasa terkejut kembali bertambah, Arum sepenuhnya bungkam karena tak mengira bahwa nenek tidak mengetahui kabar tentang Ayahnya.“Ayahku ...,” Arum menggumam. Pikirannya mulai kalut dalam kebingungan, ia bimbang apakah perlu menceritakan yang sebenarnya atau tidak lantaran ibunya sendiri pun sengaja tidak memberitahukan hal tersebut. "Kenapa Ibu menyembunyikan hal ini? Kejadiannya sudah cukup lama. Apa aku perlu menceritakannya?" batin Arum yang memiliki bany

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status