Kilasan Mimpi
Axton melihat tubuh gadis itu yang pasrah, tenggelam lebih dalam. Ia berusaha menahan nafas dan berenang lebih cepat. Lalu saat ia hendak menjangkau Milly, tangan Axton segera meraih dada gadis itu hingga agak menekan payudara Milly yang kenyal karena bagian atas tubuh gadis itu tidak terlindung apapun. Membawanya menuju permukaan laut kemudian.Setelah berhasil, Axton langsung mengambil oksigen sebanyak-banyaknya ketika berada di permukaan laut yang luas. Diliriknya Milly yang lemas dan telah pingsan.
“Aku menyelamatkanmu karena aku belum menginginkan kematianmu jalang,” desis Axton di antara riak-riak lautan yang ombaknya sangat kecil. Nafasnya tampak tersengal-sengal lelah.
Lalu Thomas yang mendapati Axton lantas berseru, “Tuan Ax!” Ia sontak merasa lega. Kapal mereka sedari tadi telah dihentikan untuk sesaat.
Di tengah lautan itu Axton mendongak karena Thomas melemparkan tali untuk mereka. Berenang ke sana sa
Pembohong KecilMilly tergagap usai menutup paksa tirai itu, bersembunyi di baliknya. Degup jantungnya berdetak. Rasa kewaspadaan bercampur takut seketika menyeruak, membuat alarm bahaya di benaknya lantas muncul.Tadi ia sempat terhipnotis menyaksikan interaksi Axton dengan wanita tua itu. Mereka sangat akrab. Bahkan Axton terlihat seperti anak baik-baik. Milly tidak menduga Axton bisa bersikap semanja itu. Benar-benar bertolak belakang dengan sifat jahatnya.Lelaki kejam itu menjadi asing dalam sekejap.Di sana pun Axton tampak sangat tulus, penuh perhatian saat menyuapi wanita tua itu, mengecup sayang punggung tangannya. Hingga tanpa sadar, hati Milly menjadi tersentuh, mengakibatkan bibirnya refleks melengkung ke atas, mengukir seulas senyum.Tapi seketika senyum itu pupus waktu mata abu-abu tajam itu beradu dengan mata hijaunya selama beberapa detik.Dan sekarang, Mil
Batas WaktuAxton menarik resletingnya. Perban putih masih menempeli sekitar pelipisnya, tapi rambutnya sudah semerawut. Ia memungut kemejanya di lantai dan melihat Milly dari pantulan di cermin.Gadis itu terkulai lemas sambil menangis kecil di atas ranjang. Kedua pergelangan tangannya memerah bekas simpulan gesper yang dilepas Axton.Selimut tergeletak di sampingnya, terlihat berantakan. Pun dengan seprei.Tidak ada satu pun busana yang melekat di tubuh Milly. Murni polos, terlihat begitu kotor dan lengket. Jejak-jejak basah dan panas akibat cumbuan liar Axton tercetak jelas di beberapa bagian tubuh gadis itu, sementara di sekitar pangkal pahanya dipenuhi cairan milik lelaki itu yang berceceran.Aroma percintaan terasa pekat menguar di sekitar, membuktikan seberapa dahsyat pergumulan panas yang dilakukan mereka di kamar ini.“Apa aku sudah pernah mengatakan padamu
Suami Yang BurukMilly berusaha melangkah normal, walau denyut nyeri yang bercampur sensasi nikmat terasa di daerah intimnya. Ia melirik ke belakang. Tidak ada Axton. Tangannya berusaha meraba pada dinding di lorong. Begitu ia menemukan sebuah pintu, segera ia membukanya.Masuk ke dalam. Pintu itu hendak ditutupnya, tapi Milly berjengit waktu kaki Axton menahannya. Tangan lelaki itu turut berpegang pada sisi pintu.“Kau melanggar kesepakatan.”“Persetan denganmu!” umpat Milly yang mulai menggila karena gelombang siksaan Axton lewat alat sialan itu. Ia berusaha keras mendorong pintu itu menutup dengan punggungnya, sementara tangannya bergerak cepat, hendak mengeluarkan vibrator dari area pribadinya.“Akhh!” Tapi belum sempat ia mencabutnya, getaran itu makin dahsyat. Membuat kepala Milly menengadah dengan nafas putus-putus.Di luar Axton
Kebimbangan AxtonAxton memijat pangkal hidungnya. Ia menggeleng. Sepertinya ia sudah tidak waras. Gelas kosong yang berisi wine langsung ditandaskannya dan diletakkannya ke meja. Topeng silver masih melekat di area matanya.Pun sama dengan Milly yang duduk di hadapannya. Dan di balik topeng itu, ia terpekur menatap piring berisi steak daging, masih utuh dan belum tersentuh. Sebuah kalimat Axton yang terasa familiar di telinganya tadi, terus bergaung di benaknya. Ia tidak lagi merona, melainkan tengah berpikir keras.“Kehilanganmu adalah sesuatu hal yang tidak aku inginkan di dunia ini.”Di tengah keramaian ruangan itu Milly seperti mendengar suara-suara lain tanpa sadar. Muncul begitu saja tanpa dimintanya.“Tidak apa bagaimana sih? Kakimu jadi berdarah. Aku akan menghajar anak lelaki itu. Ia tidak seharusnya menyerempetmu.”“Kau mau apa? Ber
Kebenaran yang TerkuakMata Milly tidak terpejam sedikitpun. Tapi kepalanya menggeleng pelan melihat mobil itu tidak lama lagi akan menabraknya. Lalu semua terjadi begitu cepat tanpa disadarinya.Entah bagaimana tubuhnya telah terjatuh ke trotoar. Ia merintih kecil karena denyut nyeri di punggungnya. Tapi setelah itu wajahnya tampak shock. Bola matanya lurus terarah pada langit malam.Meski begitu ia bisa merasakan tangan kekar kini terselip di belakang kepalanya seakan melindungi. Juga erangan disertai nafas yang berhembus di sekitar lehernya.Sementara mobil itu tidak bertanggung jawab itu sudah berlalu dari mereka.Dengan susah payah, Axton menoleh, melihat wajah Milly dari samping. Matanya terasa berkunang-kunang. Separuh wajahnya bersimbahkan darah. Luka pelipis itu kembali menganga. Semua karena kepalanya terbentur ulang. Cukup kuat di trotoar.“Aku sudah katak
Sebuah Peringatan KerasMilly merangkak dengan susah payah di lantai hitam sambil menangis dengan tubuh gemetar. Wajahnya terlihat kacau balau karena linangan air mata. Rambutnya berantakan.Ia baru saja bergelut dengan Rogert sebagai perlindungan diri. Menghantam kepala pria itu dengan lampu nakas dan berlanjut menendang kejantanannya keras.Dan karena itu Roger marah besar hingga menembaki kakinya. Kini darah mengalir cukup banyak dari betis Milly. Hingga meninggalkan jejak di lantai setiap kali gadis itu memaksa menyeret tubuhnya demi meloloskan diri.Di belakangnya Roger yang juga tersungkur di lantai perlahan bangkit. Erangan kesakitannya telah tidak terdengar lagi. Berganti dengan tawa puas.“Kau tidak bisa pergi begitu saja, manis.”Dan sekali lagi Roger membidik pada kaki Milly yang lain, menarik pelatuknya lalu…DOR!!
Trevor MillerFernandez menunggu di lorong rumah sakit, menanti Dokter keluar. Duduk dengan kedua tangan saling bertautan, sikunya bertumpu pada lutut. Kepalanya agak tertunduk.Ingatannya terhempas pada insiden dimana Elena terkena tembakan. Sosok di rooftop itu, walau ia tidak dapat melihat jelas wajahnya, tapi simbol laba-laba yang tercetak di belakang jaket hitam yang dikenakan sosok itu terasa tidak asing bagi Fernandez.Tidak salah lagi. Simbol itu memang merupakan identitas kelompok mafia Roger.Seketika rahang Fernandez mengetat. “Roger…”Namun begitu mendengar suara pintu terbuka, perhatian Fernandez teralihkan. Ia segera berdiri, matanya sekilas bergulir pada name tag di jas putih itu sebelum menatap Dokter tersebut.“Jadi, Dokter Stacy bagaimana keadaannya?”Dokter Stacy langsung memberitahu Fernandez, “I
Dua Garis MerahDua minggu kemudian, Wella menanti dengan bahagia di pintu kamar mandi. Kemudian saat pintu itu terbuka, senyum sumringah terpatri di bibir Wella, matanya berbinar-binar menatap Milly.“Jadi bagaimana?” desak Wella tidak sabar, sementara Milly berdiri kaku dengan wajah pucat. Memar-memar di wajahnya mulai memudar, nyaris tidak lagi terlihat. Selain itu, rambut coklat panjangnya yang tergerai indah, membuat Wella tidak menyadari bekas benturan di pelipisnya.Memaksakan senyum, Milly mengangsurkan test pack itu kepada Wella.Thomas berdeham. Ia juga berada di sana, di dekat Wella dan kini sudut matanya ikut melirik test pack yang ada di tangan Wella.“Kau… positif?” Wella membekap mulutnya usai menatap test pack itu, memberikan benda itu begitu saja pada Thomas. Setelahnya ia memekik girang, menjabat tangan Milly.“Kau akan menjadi seorang Ibu dan aku akan menjadi seorang Nenek.”