Share

Bab 3

Author: Tomato
Aku sudah lama tidak melihat Hans bersikap lembut padaku.

"Nggak usah, aku sudah makan di luar."

"Bagaimana mungkin? Bukannya kamu nggak rela menghabiskan uang?"

Perkatannya ini menusuk hatiku.

Dulu, aku tidak rela menghabiskan uang, hidup hemat dan menghabiskan sebagian besar gajiku untuk membelikannya barang.

Sekarang, aku akan segera kuliah dan memiliki banyak pengeluaran. Aku harus mengatur keuanganku dengan cermat.

Aku menatapnya sambil berkata dengan tenang, "Seingatku, beberapa hari lalu, kukasih 100 ribu untuk membeli kebutuhan pernikahan. Sepertinya kamu nggak beli, kembalikan padaku."

Dia tertegun, lalu menjelaskan dengan canggung, "Uang itu ... kubelikan sepatu untuk Helen."

Aku mengerutkan bibirku. Membosankan sekali, lagi-lagi seperti ini.

"Ya sudah, aku akan mengunci pintu dan tidur."

"Besok, kukembalikan ke kamu."

Nada bicaranya diselimuti amarah. "Kita ini suami istri, apa perlu begitu perhitungan?"

Aku mendengus dingin. "Jadi, kamu membelikan barang untuk orang lain dengan uang hasil jerih payahku, aku harus terima begitu saja?"

Dia mengetahui dirinya salah, tetapi dia tetap bergumam dengan kesal, "Nggak masuk akal."

Aku malas berdebat dengannya dan langsung menutup pintu.

Beberapa hari berikutnya, aku menjual sebagian barang tidak berharga yang penuh dengan kenangan masa lalu. Kini, sepertinya barang-barang itu hanyalah sampah yang tidak berharga.

Aku mengemas semuanya, lalu menjualnya kepada pemulung barang bekas dengan harga rendah dan memperoleh sedikit uang.

Sore hari, aku lanjut mengemas koperku dan Hans muncul di hadapanku.

Dia memegang uang 100 ribu sambil berkata dengan tegas, "Ini uangmu."

Aku mengambil uang itu sambil menganggukan kepala.

"Terima kasih."

Dia menatapku dengan tatapan rumit. Pandangannya tertuju pada koper yang sedang kukemas.

"Aku berencana membawa Helen menemaniku bertugas di Kota Barga, kamu nggak usah berkemas."

Aku tidak menghentikan aksiku dan hanya menganggukkan kepala.

Sepertinya dia tidak terbiasa dengan sikapku dan agak gelisah.

"Belakangan ini, ada apa denganmu? Kamu berubah drastis."

Aku menoleh dengan kesal, tetapi aku tidak ingin menimbulkan masalah.

Meskipun Hans tidak mencintaiku, kalau dia mengetahui nama Helen yang tertera di formulir pendaftaran, dia mungkin akan mendaftarkan ulang pernikahan kami demi Helen.

Aku tidak ingin berhubungan dengan pasangan berengsek ini lagi.

"Nggak apa-apa, aku cuma mau mengemasi barang-barangku. Setelah kamu pergi ke Kota Barga, aku bisa pindah ke desa."

Dia mengembuskkan napas lega, lalu menjelaskan, "Bukannya aku nggak mau membawamu sebagai pendampingku, tapi Helen nggak pernah pergi ke Kota Barga, dia ingin jalan-jalan. Beberapa bulan lagi, kujemput kamu pergi ke sana."

Aku mengangguk dengan acuh tak acuh.

Di kehidupan sebelumnya, dia tidak datang menjemputku selama delapan tahun.

Setelah Helen menikah dengan seorang komandan militer keturunan pejabat, dia baru membawaku pergi ke Kota Barga.

Dia menatapku dengan heran. Biasanya, setiap kami berduaan, aku akan mengoceh tanpa henti. Sekarang, aku menjadi sangat pendiam, dia malah tidak tenang.

"Bukannya kamu mau punya foto pernikahan? Bagaimana kalau besok kita pergi ke studio foto?"

Tidak boleh, besok aku harus pergi membeli kebutuhan kuliah.

Ketika aku ingin mencari alasan, Helen masuk. Dia merangkul lengan Hans dengan mesra.

"Kak Hans, studio apa? Helen juga mau foto."

Hans mengusap kepala Helen sambil tersenyum. "Oke, besok kita pergi bersama."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kurelakan Cintaku untuk Adikku   Bab 10

    Kamar tamu tidak besar, tetapi bersih dan rapi. Selimut yang terbentang di atas kasur pun memancarkan kehangatan."Istirahatlah dulu, pangsit segera selesai," kata Darwis dengan lembut sambil meletakkan koper.Aku mengangguk dan duduk di tepi kasur.Melihat kepingan salju yang berjatuhan di luar jendela, hatiku merasakan kedamaian dan ketenangan yang belum pernah kurasakan sebelumnya.Mungkin inilah rasanya rumah.Malam hari, kami duduk di sekeliling meja dan menyantap pangsit makan.Nenek Darwis terus mengambilkan makanan untukku."Elvy, ke depannya, sering-sering main ke sini. Nenek siap menyabutmu kapan saja."Aku tersenyum sambil mengangguk, hatiku terasa sangat hangat.Setelah makan malam, Darwis mengajakku berjalan-jalan di taman sekitar.Di musim dingin, hanya ada sedikit orang di taman. Beberapa pasangan berpelukan dan menikmati ketenangan yang sulit didapatkan ini.Kami berjalan di sepanjang tepi danau tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Kepingan salju jatuh dengan lembut dan

  • Kurelakan Cintaku untuk Adikku   Bab 9

    "Kalau kamu ingin menebus kesalahanmu, jalani hidup baik-baik dengan Helen. Jangan ganggu aku lagi, nggak baik untuk kami berdua."Matanya berubah gelap. Nada bicaranya dibaluti dengan ketidakrelaan. "Tapi aku merasa, seharusnya kamulah istriku."Kesabaranku habis, aku langsung mengusirnya."Hans, pergilah. Kamu nggak seharusnya mengatakan hal seperti ini, juga nggak seharusnya datang ke sini."Dia berdiri dengan lesu dan meninggalkan kamarku dengan berat hati.Aku menatap punggungnya, tidak muncul sedikit pun gejolak di hatiku.Baik di kehidupan sebelumnya maupun sekarang, dia tidak bisa memilih di antara dua wanita dan ingin memiliki keduanya.Aku mulai berpikir. Karena Hans dan Helen sudah tinggal di sini, aku tidak perlu berada di sini. Keluarga Pratama bukan rumahku.Keesokan paginya, aku mengemasi barang bawaanku, lalu mengetuk pintu kamar ibu Hans.Aku memberikan sebuah kartu bank padanya sambil berkata dengan tenang, "Bibi, terima kasih sudah merawatku selama beberapa tahun ini

  • Kurelakan Cintaku untuk Adikku   Bab 8

    Bagaimanapun, mereka sudah membesarkanku. Aku tidak boleh terlalu kasar.Setelah dipertimbangkan dengan cermat, aku membeli tiket dan pulang ke Kota Jaya dengan membawa berbagai jenis hadiah.Begitu memasuki rumah Keluarga Pratama, terdengar teriakan keras."Hans, apa maksudmu? Asal kamu tahu, aku hamil anakmu. Jangan seenaknya buat aku marah!"Aku tertegun, terlihat Helen yang berperut buncit sedang mengumpat Hans.Wajah Hans memucat, dia tidak berani membantah. Jadi, dia hanya bisa membujuk Helen dengan sabar."Helen, tenanglah. Dokter bilang kamu nggak boleh terlalu emosional, nggak baik untuk anak.""Aku cuma mau mantel itu, beli sekarang juga!""Helen, aku akan membelikannya lain kali. Uang sakuku bulan ini sudah habis."Hans memapah Helen duduk dengan hati-hati."Siapa suruh kamu nggak kompeten, sampai sekarang kamu masih menjadi kapten. Jangan-jangan, kamu kasih uang ke Kak Elvy?"Ekspresi Hans berubah. "Helen, jangan asal bicara. Aku sudah lama putus hubungan dengannya.""Putus

  • Kurelakan Cintaku untuk Adikku   Bab 7

    Kepala sekolah menatapku, lalu menatap Hans. Setelah hening sejenak, dia berkata, "Pak Hans, karena kamu nggak punya hubungan apa pun dengan Elvy, kamu nggak bisa mengurus prosedur pengunduran dirinya."Aku merasa lega.Hans ingin mengatakan sesuatu, tetapi disela oleh kepala sekolah. "Pak Hans, kalau nggak ada urusan lain, silakan pergi. Masih ada urusan yang perlu kutangani."Beberapa hari berikutnya, Hans masih bermunculan.Karena dia terus menggangguku, pelajaranku pun terganggu. Hal yang lebih menyebalkan adalah Helen juga datang."Kak Hans, kumohon padamu. Kita pulang untuk bercerai! Aku nggak mau seperti ini, aku nggak mau merebut suami kakakku. Aku ... aku bukan orang jahat ...."Dia menarik ujung pakaian Hans sambil menangis terisak-isak.Hans memeluknya dengan tidak tega sambil menepuk punggungnya dengan lembut."Helen, patuh. Jangan menangis, ini bukan salahmu. Kita pulang sekarang. Ini salahku, kamu jadi menderita ...."Helen menangis pilu dan berpura-pura ingin berlutut pa

  • Kurelakan Cintaku untuk Adikku   Bab 6

    Cuaca di Kota Sarna lembap dan hangat. Aku berdiri di depan Universitas Sarna dengan linglung.Saat berjalan memasuki kampus, jiwaku seolah-olah hidup kembali.Siang hari, aku duduk di dalam kelas, mendengarkan pelajaran dan menyerap pengetahuan dengan saksama. Malam hari, aku bekerja di restoran kecil, menyajikan hidangan dan mencuci piring. Saking lelahnya, pinggangku pun terasa sakit.Namun, kelelahan seperti ini membuatku merasa tenang.Sebulan kemudian, aku mulai terbiasa dengan kehidupan yang sibuk ini. Namun, aku melihat Hans di lantai bawah asramaku."Elvy! Kenapa kamu melakukan semua itu? Kenapa kamu menuliskan nama Helen di formulir pendaftaran pernikahan? Kenapa kamu nggak pergi ke Kota Barga?"Nada bicaranya dipenuhi dengan amarah dan kekesalan.Aku menatapnya dengan dingin. "Aku nggak ingin punya suami yang mendambakan orang lain. Menjijikkan, nggak bisa diterima!"Dia menatapku dengan kaget. "Bagaimana bisa kamu bilang begitu? Dulu, kamu bukan seperti ini."Aku memalingka

  • Kurelakan Cintaku untuk Adikku   Bab 5

    Mungkin dia menyadari, tetapi tidak peduli.Aku tersenyum masam, seberkas keraguan di hatiku pun lenyap. Ternyata inilah yang dimaksud dengan "Ke depannya, aku akan memperlakukanmu dengan baik".Pengemudi itu mengantarku ke rumah sakit. Setelah melakukan pemeriksaan menyeluruh, hanya ada sedikit luka luar dan pergeseran organ dalam.Aku berbaring di kasur. Sekujur tubuhku sakit, tetapi hatiku sangat tenang.Tengah malam, Hans berjalan masuk dengan ekspresi lelah.Melihatku bangun, cahaya gugup melintas di wajahnya."Elvy, bagaimana keadaanmu? Sudah membaik?"Aku menatapnya dengan dingin tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Dia menggosokkan tangannya sambil menjelaskan dengan gelisah, "Helen agak syok, aku terus menemaninya, jadi ...."Menghadapi tatapanku, dia tiba-tiba terdiam."Elvy, dengarkan penjelasanku. Waktu itu, kondisinya terlalu mendesak. Helen berada di dekatku, aku spontan ...."Dia terdiam sejenak, seolah-olah sedang menyusun kata-kata. "Aku nggak tahu kamu akan tertabrak."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status