Share

Bab 4

Author: Tomato
"Kalian saja yang pergi, besok aku ada urusan."

Hans mengerutkan keningnya. "Urusan apa lebih penting dari foto pernikahan? Kita foto dulu. Setelah itu, kutemani kamu beli barang."

Nada bicaranya sangat tegas, seolah-olah tidak boleh ditolak.

Helen berkata dengan nada manja, "Benar. Kak Elvy nggak mau pergi karena aku?"

Aku tidak ingin memperdebatkan hal ini. Jadi, aku pun mengangguk setuju.

Pagi hari, aku mendengar Hans memanggil Helen bangun dengan lembut.

Angka berwarna merah di kalander mengingatkanku bahwa hanya tersisa empat hari. Empat hari lagi, aku akan terbebas dari kehidupan seperti ini.

Ketika kesabaranku segera habis, mereka keluar dari kamar dengan enggan.

Hans menampung air panas untuk membasuh wajah Helen.

Dulu, aku benaran sudah buta. Bisa-bisanya aku mengira kalau sudah menikah dengannya, dia akan memperlakukanku seperti itu.

Ketika aku termenung, Hans berjalan menghampiriku dengan ragu-ragu sambil membawa sebuah cincin.

"Kak Ghea bilang sekarang lagi tren pakai cincin nikah. Kubelikan satu untukmu."

Aku tidak menerimanya. Di kehidupan sebelumnya, tidak ada cincin ini.

Melihat cincin ini, sudut bibir Helen terangkat. "Bagus sekali! Aku juga mau!"

Aku mengalah dengan lapang dada. "Kalau begitu, untukmu saja."

Ekspresi Hans langsung berubah muram. "Jangan bercanda, ini cincin nikah kita!"

Helen mengambil cincin itu, lalu memakainya dan memamerkannya pada Hans.

"Kak Hans, kupakai bagus, nggak?

Hans menatap Helen dengan penuh kasih sayang, lalu menganggukkan kepala sambil tersenyum.

Kemudian, dia menatapku dengan rasa bersalah sambil berkata dengan pelan, "Lain kali ... lain kali kubelikan untukmu."

Aku menganggukkan kepala dengan acuh tah acuh. Dia sudah sering berjanji padaku, tetapi tidak ada satu pun yang dipenuhi.

Kami pergi ke studio foto, Helen foto terlebih dahulu dan mengambil banyak foto bersama. Saat giliranku dan Hans tiba, fotografer baru mengangkat kamera dan tiba-tiba meletakkannya dengan canggung.

"Aduh, maaf. Kertas filmnya sudah habis."

Aku diam-diam bersorak dalam hati, tetapi tidak menunjukkan ekspresi apa pun.

"Oh, lupakan saja."

Setelah keluar dari studio foto, Hans mengeluarkan selembar tiket kereta api dari sakunya dan menyerahkannya padaku.

Tiket berangkat ke Kota Barga empat hari lagi, tetapi ini adalah tiket berdiri.

"Aku nggak berniat meninggalkanmu. Aku pergi bereskan urusan, lalu tunggu kamu di Kota Barga."

Butuh waktu tiga hari tiga malam untuk sampai di Kota Barga. Bagaimana bisa dia merasa aku sanggup berdiri? Selain itu, hanya ada satu kuota pendamping. Dia menyuruhku tinggal di mana?

Namun, bertanya di saat seperti ini tidak akan memperoleh jawaban yang memuaskan.

Melihatku menerima tiket itu, Hans pun lega.

"Jangan khawatir. Sekalipun kamu nggak tinggal di kompleks militer, kamu tetap adalah satu-satunya istriku. Ke depannya, aku akan memperlakukanmu dengan baik. Aku hanya menganggap Helen sebagai adikku."

Ekspresiku berubah. Dia tidak pernah mengucapkan kata-kata lembut seperti ini.

Sebuah truk tiba-tiba muncul dari tikungan dan melaju ke arah kami. Hans memeluk Helen ke dalam pelukannya sambil menghindar. Di tengah kekacauan, aku merasakan ada yang mendorongku.

Aku melihat truk itu melaju ke arahku, tetapi tubuhku kaku dan tidak berani bergerak. Bagian depan truk berbelok tajam dan menabrakku hingga melayang. Saking sakitnya, pandanganku berubah hitam dan tubuhku bercucuran keringat dingin.

Pengemudi truk keluar dari mobil dengan panik sambil bertanya padaku, "Nona, bagaimana keadaanmu? Kamu baik-baik saja?"

Orang-orang mulai berkumpul dan berkomentar.

Pandanganku melintasi kerumunan orang dan tertuju pada Hans. Hans sedang memeluk Helen dan menghiburnya, sama sekali tidak menyadari insiden yang menimpaku.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kurelakan Cintaku untuk Adikku   Bab 10

    Kamar tamu tidak besar, tetapi bersih dan rapi. Selimut yang terbentang di atas kasur pun memancarkan kehangatan."Istirahatlah dulu, pangsit segera selesai," kata Darwis dengan lembut sambil meletakkan koper.Aku mengangguk dan duduk di tepi kasur.Melihat kepingan salju yang berjatuhan di luar jendela, hatiku merasakan kedamaian dan ketenangan yang belum pernah kurasakan sebelumnya.Mungkin inilah rasanya rumah.Malam hari, kami duduk di sekeliling meja dan menyantap pangsit makan.Nenek Darwis terus mengambilkan makanan untukku."Elvy, ke depannya, sering-sering main ke sini. Nenek siap menyabutmu kapan saja."Aku tersenyum sambil mengangguk, hatiku terasa sangat hangat.Setelah makan malam, Darwis mengajakku berjalan-jalan di taman sekitar.Di musim dingin, hanya ada sedikit orang di taman. Beberapa pasangan berpelukan dan menikmati ketenangan yang sulit didapatkan ini.Kami berjalan di sepanjang tepi danau tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Kepingan salju jatuh dengan lembut dan

  • Kurelakan Cintaku untuk Adikku   Bab 9

    "Kalau kamu ingin menebus kesalahanmu, jalani hidup baik-baik dengan Helen. Jangan ganggu aku lagi, nggak baik untuk kami berdua."Matanya berubah gelap. Nada bicaranya dibaluti dengan ketidakrelaan. "Tapi aku merasa, seharusnya kamulah istriku."Kesabaranku habis, aku langsung mengusirnya."Hans, pergilah. Kamu nggak seharusnya mengatakan hal seperti ini, juga nggak seharusnya datang ke sini."Dia berdiri dengan lesu dan meninggalkan kamarku dengan berat hati.Aku menatap punggungnya, tidak muncul sedikit pun gejolak di hatiku.Baik di kehidupan sebelumnya maupun sekarang, dia tidak bisa memilih di antara dua wanita dan ingin memiliki keduanya.Aku mulai berpikir. Karena Hans dan Helen sudah tinggal di sini, aku tidak perlu berada di sini. Keluarga Pratama bukan rumahku.Keesokan paginya, aku mengemasi barang bawaanku, lalu mengetuk pintu kamar ibu Hans.Aku memberikan sebuah kartu bank padanya sambil berkata dengan tenang, "Bibi, terima kasih sudah merawatku selama beberapa tahun ini

  • Kurelakan Cintaku untuk Adikku   Bab 8

    Bagaimanapun, mereka sudah membesarkanku. Aku tidak boleh terlalu kasar.Setelah dipertimbangkan dengan cermat, aku membeli tiket dan pulang ke Kota Jaya dengan membawa berbagai jenis hadiah.Begitu memasuki rumah Keluarga Pratama, terdengar teriakan keras."Hans, apa maksudmu? Asal kamu tahu, aku hamil anakmu. Jangan seenaknya buat aku marah!"Aku tertegun, terlihat Helen yang berperut buncit sedang mengumpat Hans.Wajah Hans memucat, dia tidak berani membantah. Jadi, dia hanya bisa membujuk Helen dengan sabar."Helen, tenanglah. Dokter bilang kamu nggak boleh terlalu emosional, nggak baik untuk anak.""Aku cuma mau mantel itu, beli sekarang juga!""Helen, aku akan membelikannya lain kali. Uang sakuku bulan ini sudah habis."Hans memapah Helen duduk dengan hati-hati."Siapa suruh kamu nggak kompeten, sampai sekarang kamu masih menjadi kapten. Jangan-jangan, kamu kasih uang ke Kak Elvy?"Ekspresi Hans berubah. "Helen, jangan asal bicara. Aku sudah lama putus hubungan dengannya.""Putus

  • Kurelakan Cintaku untuk Adikku   Bab 7

    Kepala sekolah menatapku, lalu menatap Hans. Setelah hening sejenak, dia berkata, "Pak Hans, karena kamu nggak punya hubungan apa pun dengan Elvy, kamu nggak bisa mengurus prosedur pengunduran dirinya."Aku merasa lega.Hans ingin mengatakan sesuatu, tetapi disela oleh kepala sekolah. "Pak Hans, kalau nggak ada urusan lain, silakan pergi. Masih ada urusan yang perlu kutangani."Beberapa hari berikutnya, Hans masih bermunculan.Karena dia terus menggangguku, pelajaranku pun terganggu. Hal yang lebih menyebalkan adalah Helen juga datang."Kak Hans, kumohon padamu. Kita pulang untuk bercerai! Aku nggak mau seperti ini, aku nggak mau merebut suami kakakku. Aku ... aku bukan orang jahat ...."Dia menarik ujung pakaian Hans sambil menangis terisak-isak.Hans memeluknya dengan tidak tega sambil menepuk punggungnya dengan lembut."Helen, patuh. Jangan menangis, ini bukan salahmu. Kita pulang sekarang. Ini salahku, kamu jadi menderita ...."Helen menangis pilu dan berpura-pura ingin berlutut pa

  • Kurelakan Cintaku untuk Adikku   Bab 6

    Cuaca di Kota Sarna lembap dan hangat. Aku berdiri di depan Universitas Sarna dengan linglung.Saat berjalan memasuki kampus, jiwaku seolah-olah hidup kembali.Siang hari, aku duduk di dalam kelas, mendengarkan pelajaran dan menyerap pengetahuan dengan saksama. Malam hari, aku bekerja di restoran kecil, menyajikan hidangan dan mencuci piring. Saking lelahnya, pinggangku pun terasa sakit.Namun, kelelahan seperti ini membuatku merasa tenang.Sebulan kemudian, aku mulai terbiasa dengan kehidupan yang sibuk ini. Namun, aku melihat Hans di lantai bawah asramaku."Elvy! Kenapa kamu melakukan semua itu? Kenapa kamu menuliskan nama Helen di formulir pendaftaran pernikahan? Kenapa kamu nggak pergi ke Kota Barga?"Nada bicaranya dipenuhi dengan amarah dan kekesalan.Aku menatapnya dengan dingin. "Aku nggak ingin punya suami yang mendambakan orang lain. Menjijikkan, nggak bisa diterima!"Dia menatapku dengan kaget. "Bagaimana bisa kamu bilang begitu? Dulu, kamu bukan seperti ini."Aku memalingka

  • Kurelakan Cintaku untuk Adikku   Bab 5

    Mungkin dia menyadari, tetapi tidak peduli.Aku tersenyum masam, seberkas keraguan di hatiku pun lenyap. Ternyata inilah yang dimaksud dengan "Ke depannya, aku akan memperlakukanmu dengan baik".Pengemudi itu mengantarku ke rumah sakit. Setelah melakukan pemeriksaan menyeluruh, hanya ada sedikit luka luar dan pergeseran organ dalam.Aku berbaring di kasur. Sekujur tubuhku sakit, tetapi hatiku sangat tenang.Tengah malam, Hans berjalan masuk dengan ekspresi lelah.Melihatku bangun, cahaya gugup melintas di wajahnya."Elvy, bagaimana keadaanmu? Sudah membaik?"Aku menatapnya dengan dingin tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Dia menggosokkan tangannya sambil menjelaskan dengan gelisah, "Helen agak syok, aku terus menemaninya, jadi ...."Menghadapi tatapanku, dia tiba-tiba terdiam."Elvy, dengarkan penjelasanku. Waktu itu, kondisinya terlalu mendesak. Helen berada di dekatku, aku spontan ...."Dia terdiam sejenak, seolah-olah sedang menyusun kata-kata. "Aku nggak tahu kamu akan tertabrak."

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status