Share

Bab 4

Author: Kitty
Saat Belle dibawa ke rumah sakit, dia sudah tidak sadarkan diri. Dokter menegur Kiara dengan keras, mengatakan bahwa dia tidak pantas menjadi seorang ibu. Bagaimana bisa membiarkan anak sekecil itu kedinginan sampai seperti ini?

Kiara tidak membela diri. Dia pun menyalahkan dirinya sendiri. Dia tahu betul bahwa Ansel tidak menyayangi Belle, tetapi dia tetap membiarkan Belle pergi bersamanya. Memang sepenuhnya salahnya.

"Papa ... aku mau Papa ...." Belle meracau dalam demamnya, wajahnya panas dan merah. "Mama, aku juga ingin Papa peluk aku .... Aku akan jadi anak baik ...."

Belle terus menangis. Air matanya membasahi rambutnya. Kiara sangat hancur melihatnya seperti itu. Di saat seperti ini pun, Belle masih memikirkan Ansel.

Kiara menggenggam ponselnya erat-erat dan akhirnya tetap memutuskan untuk menelepon Ansel. Namun, teleponnya tidak diangkat. Akhirnya, Kiara mengirim pesan.

[ Putri kita demam tinggi. Tolong datang ke rumah sakit untuk melihatnya. ]

Sampai keesokan pagi, Ansel masih tidak membalas.

Yang ada hanyalah postingan baru Susan di media sosial, foto mereka bertiga sedang menikmati pemandangan malam bersama layaknya keluarga bahagia.

Ansel meninggalkan Belle begitu saja tanpa sedikit pun penyesalan. Dia bahkan tidak menanyakan apa-apa soal Belle.

Hati Kiara hancur. Dia sepenuhnya kehilangan harapan terhadap Ansel. Dalam hatinya, Belle sama sekali tak penting, sementara dirinya sendiri bahkan lebih tidak berarti.

Kiara berjaga semalaman sampai Belle akhirnya sadar.

"Mama, maaf ya. Aku bikin Mama khawatir." Ucapannya yang dewasa membuat Kiara merasa lebih sakit lagi.

"Sayang, kamu nggak perlu minta maaf." Kiara menahan air matanya. Kalau harus ada yang meminta maaf, seharusnya itu dirinya karena tak mampu memberikan Belle kasih sayang seorang ayah.

"Mama, jangan nangis. Aku sudah nggak apa-apa."

"Ya ... Mama nggak nangis."

Kiara memeluk Belle erat-erat, lalu menyuapinya obat dan makanan. Belle dirawat selama tiga hari. Di hari ketika Belle diperbolehkan pulang, Ansel akhirnya mengirim pesan.

[ Masih di rumah sakit? Aku jemput kalian. ]

Belle yang memegang ponsel langsung tertawa senang saat melihat pesan itu. "Mama, Om bilang mau jemput kita!"

Mendengar bahwa Ansel akan datang menjemput, Belle tak bisa menyembunyikan penantian dalam hatinya.

Kiara hanya mengangguk pelan dan dalam hati berdoa, semoga Ansel tidak mengingkari janji lagi. Meskipun itu hanya karena rasa bersalah telah meninggalkan Belle, Kiara hanya berharap kali ini Ansel menepati janjinya.

Waktu terus berlalu. Senyuman di wajah Belle perlahan memudar. Sejak pagi hingga siang, dia terus menatap ke arah pintu ruang rawat.

Kiara menoleh ke arah jam dinding, lalu menatap Belle. Belle menyadari pandangan itu. Dia lantas bertanya dengan lirih, "Om nggak akan datang ya?"

"Om pasti sibuk, jadi lupa jemput aku. Mama, ayo kita pulang." Belle tersenyum seakan-akan tidak terjadi apa-apa, lalu melompat turun dari ranjang dan menggandeng tangan Kiara.

Hati Kiara terasa pedih, tetapi dia tetap mengangguk. "Ya sudah. Mama antar kamu pulang."

Mereka bergandengan tangan sambil berjalan ke luar. Ketika sampai di depan lift, mereka melihat Ansel.

"Itu Papa!" Belle refleks berseru, lalu buru-buru mengoreksi, "Maksudku, Om. Om datang jemput kita!"

Namun, sesaat kemudian, Susan keluar dari dalam lift. Kiara langsung menggenggam tangan Belle yang mulai terlepas.

Ansel menoleh dan melihat Kiara bersama Belle. Wajahnya tampak sedikit kurang nyaman, alisnya berkerut ringan.

"Leo nggak apa-apa, 'kan?" tanya Susan sambil menatap Ansel.

Ansel menggeleng. "Nggak apa-apa. Cuma lecet sedikit."

Kemudian, dia mengalihkan pandangannya, tak lagi melihat ke arah Kiara maupun Belle.

Kiara mengerti. Ansel datang bukan untuk menjemput mereka. Dalam hati Ansel, hanya ada Susan dan putranya. Bahkan ketika sesuatu terjadi pada Belle, hatinya tak sedikit pun tergugah.

Kiara tak bisa lagi menggambarkan perasaannya saat itu. Dia menunduk, memandang Belle dengan lembut. "Belle."

Belle tersenyum. "Mama, ayo kita pulang."

Sepanjang perjalanan, keduanya hanya diam. Belle menangis pelan sambil memandangi jendela.

Sesampainya di vila, Belle langsung masuk ke kamarnya dan mengunci pintu. Kiara pun tidak mengganggunya. Dia hanya berdiri diam di luar pintu, menemaninya dalam keheningan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kurelakan Suamiku Bersama Cintanya   Bab 21

    Kiara terus menjaga Ansel di sisinya dan Belle juga tidak mau meninggalkannya. Dalam sekejap, tujuh hari telah berlalu, tetapi Ansel belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar."Mama, kenapa Papa belum juga bangun?" Belle hampir menangis setiap hari. Suaranya serak dan matanya sembap.Kiara merasa sangat sedih. Dia mengompres mata Belle dengan handuk dingin. "Papa akan bangun.""Mama, aku takut. Aku nggak mau Papa meninggal."Kiara tercekat. "Ansel, kalau kamu nggak bangun juga, kami nggak akan pernah memaafkanmu!"Di ranjang, jari-jari Ansel tiba-tiba bergerak. Bola matanya mulai berputar, lalu dia membuka mata dengan susah payah. "Kiara ... Belle ....""Mama! Papa bangun!" Belle berseru dengan semangat dan segera berlari ke arahnya. Wajahnya berseri-seri. "Papa!""Maaf sudah membuat kalian khawatir ...," ucap Ansel."Kami yang seharusnya berterima kasih karena kamu sudah menyelamatkan kami," ujar Kiara dengan mata berkaca-kaca sambil menahan emosinya.Ansel hanya tersenyum tipis. Dia t

  • Kurelakan Suamiku Bersama Cintanya   Bab 20

    Kiara memeluk Belle erat-erat. Dia merasa panik dan gugup. Jantungnya seakan-akan hendak meloncat keluar dari dadanya."Lepaskan kami! Kalau nggak, aku bunuh yang besar dulu, baru yang kecil!" Salah satu perampok mengancam dan Kiara merasakan dinginnya pisau menyayat kulit lehernya. Rasa sakit menyebar."Lepaskan mereka! Aku yang jadi sandera!" Ansel berteriak dan maju. Dia berdiri di belakang para perampok. "Aku CEO Grup Golden, aku bisa membawamu keluar dari sini."Perampok itu tidak bodoh. Mengendalikan pria dewasa bukanlah hal mudah. Dia menolak tawaran Ansel.Tanpa ragu, Ansel mengambil batu di dekatnya dan menghantamkannya ke tangan kanannya. Suara tulang patah terdengar nyaring, wajahnya langsung pucat."Tanganku sudah patah, aku nggak bisa melawan. Kalau masih ragu, aku bisa patahkan juga tangan kiriku. Lepaskan mereka dan jadikan aku sandera.""Om ...." Belle bersuara dengan lirih. Air matanya mengalir deras. "Om terluka ...."Kiara melihat momen saat Ansel mematahkan tanganny

  • Kurelakan Suamiku Bersama Cintanya   Bab 19

    "Kiara, mikirin apa?" Ansel berbalik dan melihat Kiara menatapnya tanpa berkedip. "Apa ada yang salah denganku?""Nggak, terima kasih untuk hari ini. Belle sangat senang," jawab Kiara pelan. Dia mengantar Ansel ke pintu. "Sudah larut, hati-hati di jalan."Ansel menahan pintu yang hendak tertutup. "Kiara, aku ayah Belle. Merawat dia adalah kewajibanku. Dulu aku memang berengsek, tapi sekarang aku sungguh-sungguh berubah.""Aku paham." Kiara menegaskan dengan tenang. Dia tahu bahwa perubahan Ansel untuk mencintai Belle adalah nyata."Kiara, kamu benar-benar nggak mau kasih aku satu kesempatan lagi?" Ansel menatap dengan penuh cinta, matanya memerah dan basah.Selain saat kecelakaan mobil itu, dia tidak pernah menangis lagi. Sekarang air mata itu muncul lagi, membuatnya terlihat begitu tulus. Andai saja waktu bisa diputar ulang ...."Pak Ansel, aku nggak butuh kesempatan itu. Aku nggak akan menghentikanmu menyayangi Belle. Tapi antara kita, yang telah berlalu biarlah berlalu. Dengan kemam

  • Kurelakan Suamiku Bersama Cintanya   Bab 18

    Belle memeluk bonekanya, pura-pura tidak mendengar. "Mama, ayo kita pulang.""Aku antar kalian," kata Ansel.Kiara menolak, "Nggak usah, kami bisa pesan mobil sendiri."Ansel tidak memaksa, hanya mengantar mereka dengan tatapan.Keesokan pagi, Ansel sudah menunggu di lobi hotel dengan bunga segar dan kue di tangan. "Pagi, kalian ada waktu nggak? Kita makan bareng ya?""Maaf, aku nggak sempat." Kiara menolak dan menggandeng Belle pergi. Ansel tetap tidak memaksa, hanya menatap punggung mereka dari jauh.Dia tahu betul, Kiara tak akan memaafkannya dengan mudah. Namun, Ansel tak menyerah, juga tak putus asa.Setiap hari, dia datang ke hotel tempat Kiara dan Belle menginap. Setiap kali, dia membawa hadiah berbeda. Dia yakin suatu hari nanti, mereka pasti akan luluh.Kiara menolaknya setiap kali, tetapi Belle mulai sedikit luluh."Mama, Om datang lagi," kata Belle sambil menunjuk Ansel yang memeluk boneka beruang besar. Dia tampak bersemangat. "Beruangnya lebih besar dari Mama!""Hmm." Kiar

  • Kurelakan Suamiku Bersama Cintanya   Bab 17

    "Kiara, temani Belle sebentar ya. Aku masak sebentar saja." Nada suara Ansel terdengar bahagia. Adegan ini sudah sering dia bayangkan dalam mimpi dan sekarang akhirnya menjadi kenyataan.Belle dengan senang hati membuka hadiah-hadiahnya. Ada berbagai macam barang. Boneka, buku aktivitas, LEGO, hewan peliharaan elektronik ....Ketika melihat semua itu, hati Kiara pun terasa perih. Kenapa manusia baru tahu menghargai setelah kehilangan?"Ayo, sudah waktunya makan." Ansel menyajikan hidangan terakhir, melepaskan celemeknya, lalu memanggil Belle dengan penuh semangat.Belle berkeringat dan tangannya penuh warna. Ansel membawanya cuci tangan dulu, lalu mengeringkannya dengan lembut dan menggandengnya ke meja makan."Aku ini suami dan ayah yang payah. Aku bahkan nggak tahu kalian suka makan apa, jadi cuma asal masak." Ansel menyesal, menatap Kiara dengan hati-hati.Dia memasak iga asam manis, ayam filet, tumis selada air, dan sup ikan. Kiara terkejut karena tidak menyangka Ansel bisa masak.

  • Kurelakan Suamiku Bersama Cintanya   Bab 16

    "Maaf, aku harus naik ke panggung." Kiara tak menjawab, hanya melewati Ansel dan berjalan ke atas panggung.Sebagai perwakilan perusahaan, Kiara memperkenalkan produk baru mereka. Dia tampil percaya diri, penuh wibawa, dan menyampaikan materi dengan sangat profesional.Ansel menatapnya, penuh penyesalan. Dia baru sadar bahwa ternyata wanita itu begitu bersinar. Jantungnya yang telah lama mati rasa kini kembali berdebar kencang. Tatapannya tak terlepas dari Kiara.Dia tidak akan menyerah. Dia pasti akan merebut kembali istri dan putrinya."Terima kasih semuanya. Kalau ada yang belum jelas, bisa tanya langsung kepadaku nanti." Kiara mengakhiri presentasi dengan anggun, lalu membungkuk dan turun dari panggung.Belle berlari menghampirinya. Kiara menggandeng putrinya dan menyapa beberapa orang yang mendekat.Ansel hanya berdiri diam di sisi, tak berani menyela. Baru saat semua orang pergi dan hanya Kiara serta Belle yang tersisa, dia memberanikan diri untuk mendekat."Presentasimu luar bia

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status