Share

Bab 3

Author: Kitty
Tubuh Belle seketika menegang. Dia menoleh dan menatap Ansel serta Leo.

Ansel mengangkat Leo ke dalam pelukannya, dengan tatapan penuh kasih sayang. Itu adalah tatapan yang belum pernah Belle lihat sebelumnya.

Saat menyadari Belle sedang melihatnya, tangan Ansel yang memeluk Leo sedikit gemetar, tetapi dia tidak menunjukkan reaksi lain.

Mata Belle berkaca-kaca, penuh kepedihan. Ansel pun memalingkan wajah, menghindari tatapan itu.

"Leo nakal, minta digendong terus ya. Cepat turun." Susan mencoba menarik Leo turun, tetapi Leo memeluk leher Ansel dengan semakin erat.

"Nggak mau! Aku suka digendong Papa Ansel! Papa Ansel juga suka gendong aku." Leo mengecup pipi Ansel kuat-kuat. "Aku lapar, mau makan kue!"

"Baiklah, kita makan kue. Ansel, ayo kita masuk." Susan tertawa dan berjalan mengikuti Ansel. Dua langkah kemudian, dia menoleh dan memanggil Kiara, "Kiara, ayo ikut juga."

Kiara berjongkok. Belle sudah berlinang air mata. Dia menengadah, memandangnya, dan bertanya, "Mama, mereka itu orang-orang yang Om suka ya?"

Saat itu juga, Kiara tak bisa lagi menahan kesedihan. Dia memeluk Belle erat-erat dan menangis bersamanya.

Pemandangan ini terlalu kejam. Bahkan Kiara pun tidak sanggup menanggungnya, apalagi Belle.

Kiara tak menjawab, tetapi Belle sudah tahu jawabannya.

"Mama, aku mau lihat mereka sekali lagi." Belle mengusap air matanya dengan tangannya yang kecil, lalu menggenggam tangan Kiara. "Aku mau lihat orang yang Om suka, apa mereka benar-benar baik."

"Belle, kita pulang saja ya?" Kiara tak sanggup melihat Belle terluka lagi.

Namun, Belle menggeleng dengan keras kepala. "Aku mau lihat."

"Baiklah." Kiara menggenggam tangannya dan masuk ke aula pesta.

Aula itu dipenuhi orang dan sangat meriah. Ansel, Susan, dan Leo menjadi pusat perhatian. Kiara duduk diam di pojok bersama Belle, tetapi pandangan Belle terus tertuju pada Ansel.

Perlakuan lembut dan penuh perhatian Ansel terhadap Leo adalah hal yang selalu Belle dambakan, tetapi tak pernah dia rasakan.

Ketika melihat Ansel menyuapi Leo buah dengan tangannya sendiri, Belle pun berdiri. "Mama, Om memang sangat menyukai mereka. Om terlihat bahagia sekali. Ayo kita pergi, jangan ganggu dia."

Perkataannya menghantam hati Kiara bagai batu besar. Rasa sakitnya membuat napas Kiara tercekat. "Kalau begitu, kita pulang."

Belle mengangguk. Kiara menggandeng tangan Belle. Keduanya sama-sama berjalan ke pintu keluar.

Namun, sekretaris Ansel menghentikan mereka. "Bu Kiara, tunggu sebentar. Pak Ansel bilang ingin mengajak Belle jalan-jalan. Beliau minta agar Belle diserahkan kepadaku."

Dia adalah satu-satunya orang di kantor yang tahu hubungan mereka.

"Om mau ajak aku jalan-jalan?" Mata Belle yang sebelumnya redup kini bersinar. Dia mencari-cari sosok Ansel di antara keramaian.

Sekretaris itu mengangguk. "Benar, itu perintah Pak Ansel."

Di saat yang sama, Ansel mengirim pesan. Katanya, dia ingin mengajak Belle melihat kembang api.

Ini pertama kalinya Ansel berinisiatif mengajak Belle pergi bermain. Namun, hati Kiara tak tenang. Dia tidak ingin Belle pergi.

Melihat wajah Belle yang penuh harap, dia pun tak tega menolaknya. "Belle, jaga diri baik-baik. Kalau ada apa-apa, langsung telepon Mama."

"Mama tenang saja." Belle sangat bersemangat. "Aku akan jadi anak baik supaya Om suka sama aku."

"Oke." Kiara mengusap kepalanya. Hatinya perih. Belle masih mengharapkan kasih sayang dari Ansel. Dia menoleh ke arah Ansel, dalam hati berdoa agar Belle tidak kecewa.

Kiara pun pulang sendiri. Namun, baru sampai rumah, dia sudah menerima telepon dari Belle.

"Mama! Mama! Om meninggalkanku!" Belle menangis tersedu-sedu. Jantung Kiara seperti diremas mendengar suara putrinya. "Aku takut ... huhuhu ...."

"Belle! Kamu di mana sekarang?"

"A ... aku nggak tahu ...."

"Jangan takut, Mama akan cari kamu sekarang juga. Jangan tutup teleponnya ya? Terus bicara sama Mama. Mama sebentar lagi sampai." Kiara segera mencari lokasi Belle melalui jam pintar, lalu buru-buru menyetir ke sana.

Saat menemukan Belle, anak itu duduk sendirian di pinggir jalan. Tubuhnya diselimuti lapisan salju tebal, hampir membeku.

Air mata Kiara jatuh. Tenaganya seolah-olah terkuras habis. Dia langsung memeluk Belle erat-erat.

"Belle ... jangan takut. Mama sudah datang."

"Mama, aku kedinginan, aku takut ...." Belle meringkuk dalam pelukannya dan menangis terisak-isak.

Tubuh Belle panas sekali. Sebelum sampai rumah sakit, dia sudah demam tinggi dan terus mengigau, "Om, maaf. Aku nggak seharusnya panggil kamu papa. Jangan tinggalin aku ... kumohon ...."

Tangan Kiara bergetar hebat. Dadanya nyeri sampai terasa sesak. Hanya karena Belle memanggilnya "papa", Ansel tega meninggalkannya sendirian di pinggir jalan. Padahal, Belle baru 5 tahun!

"Jangan menangis, Belle. Mama akan selalu bersamamu. Mama nggak akan pernah tinggalin kamu."
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kurelakan Suamiku Bersama Cintanya   Bab 21

    Kiara terus menjaga Ansel di sisinya dan Belle juga tidak mau meninggalkannya. Dalam sekejap, tujuh hari telah berlalu, tetapi Ansel belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar."Mama, kenapa Papa belum juga bangun?" Belle hampir menangis setiap hari. Suaranya serak dan matanya sembap.Kiara merasa sangat sedih. Dia mengompres mata Belle dengan handuk dingin. "Papa akan bangun.""Mama, aku takut. Aku nggak mau Papa meninggal."Kiara tercekat. "Ansel, kalau kamu nggak bangun juga, kami nggak akan pernah memaafkanmu!"Di ranjang, jari-jari Ansel tiba-tiba bergerak. Bola matanya mulai berputar, lalu dia membuka mata dengan susah payah. "Kiara ... Belle ....""Mama! Papa bangun!" Belle berseru dengan semangat dan segera berlari ke arahnya. Wajahnya berseri-seri. "Papa!""Maaf sudah membuat kalian khawatir ...," ucap Ansel."Kami yang seharusnya berterima kasih karena kamu sudah menyelamatkan kami," ujar Kiara dengan mata berkaca-kaca sambil menahan emosinya.Ansel hanya tersenyum tipis. Dia t

  • Kurelakan Suamiku Bersama Cintanya   Bab 20

    Kiara memeluk Belle erat-erat. Dia merasa panik dan gugup. Jantungnya seakan-akan hendak meloncat keluar dari dadanya."Lepaskan kami! Kalau nggak, aku bunuh yang besar dulu, baru yang kecil!" Salah satu perampok mengancam dan Kiara merasakan dinginnya pisau menyayat kulit lehernya. Rasa sakit menyebar."Lepaskan mereka! Aku yang jadi sandera!" Ansel berteriak dan maju. Dia berdiri di belakang para perampok. "Aku CEO Grup Golden, aku bisa membawamu keluar dari sini."Perampok itu tidak bodoh. Mengendalikan pria dewasa bukanlah hal mudah. Dia menolak tawaran Ansel.Tanpa ragu, Ansel mengambil batu di dekatnya dan menghantamkannya ke tangan kanannya. Suara tulang patah terdengar nyaring, wajahnya langsung pucat."Tanganku sudah patah, aku nggak bisa melawan. Kalau masih ragu, aku bisa patahkan juga tangan kiriku. Lepaskan mereka dan jadikan aku sandera.""Om ...." Belle bersuara dengan lirih. Air matanya mengalir deras. "Om terluka ...."Kiara melihat momen saat Ansel mematahkan tanganny

  • Kurelakan Suamiku Bersama Cintanya   Bab 19

    "Kiara, mikirin apa?" Ansel berbalik dan melihat Kiara menatapnya tanpa berkedip. "Apa ada yang salah denganku?""Nggak, terima kasih untuk hari ini. Belle sangat senang," jawab Kiara pelan. Dia mengantar Ansel ke pintu. "Sudah larut, hati-hati di jalan."Ansel menahan pintu yang hendak tertutup. "Kiara, aku ayah Belle. Merawat dia adalah kewajibanku. Dulu aku memang berengsek, tapi sekarang aku sungguh-sungguh berubah.""Aku paham." Kiara menegaskan dengan tenang. Dia tahu bahwa perubahan Ansel untuk mencintai Belle adalah nyata."Kiara, kamu benar-benar nggak mau kasih aku satu kesempatan lagi?" Ansel menatap dengan penuh cinta, matanya memerah dan basah.Selain saat kecelakaan mobil itu, dia tidak pernah menangis lagi. Sekarang air mata itu muncul lagi, membuatnya terlihat begitu tulus. Andai saja waktu bisa diputar ulang ...."Pak Ansel, aku nggak butuh kesempatan itu. Aku nggak akan menghentikanmu menyayangi Belle. Tapi antara kita, yang telah berlalu biarlah berlalu. Dengan kemam

  • Kurelakan Suamiku Bersama Cintanya   Bab 18

    Belle memeluk bonekanya, pura-pura tidak mendengar. "Mama, ayo kita pulang.""Aku antar kalian," kata Ansel.Kiara menolak, "Nggak usah, kami bisa pesan mobil sendiri."Ansel tidak memaksa, hanya mengantar mereka dengan tatapan.Keesokan pagi, Ansel sudah menunggu di lobi hotel dengan bunga segar dan kue di tangan. "Pagi, kalian ada waktu nggak? Kita makan bareng ya?""Maaf, aku nggak sempat." Kiara menolak dan menggandeng Belle pergi. Ansel tetap tidak memaksa, hanya menatap punggung mereka dari jauh.Dia tahu betul, Kiara tak akan memaafkannya dengan mudah. Namun, Ansel tak menyerah, juga tak putus asa.Setiap hari, dia datang ke hotel tempat Kiara dan Belle menginap. Setiap kali, dia membawa hadiah berbeda. Dia yakin suatu hari nanti, mereka pasti akan luluh.Kiara menolaknya setiap kali, tetapi Belle mulai sedikit luluh."Mama, Om datang lagi," kata Belle sambil menunjuk Ansel yang memeluk boneka beruang besar. Dia tampak bersemangat. "Beruangnya lebih besar dari Mama!""Hmm." Kiar

  • Kurelakan Suamiku Bersama Cintanya   Bab 17

    "Kiara, temani Belle sebentar ya. Aku masak sebentar saja." Nada suara Ansel terdengar bahagia. Adegan ini sudah sering dia bayangkan dalam mimpi dan sekarang akhirnya menjadi kenyataan.Belle dengan senang hati membuka hadiah-hadiahnya. Ada berbagai macam barang. Boneka, buku aktivitas, LEGO, hewan peliharaan elektronik ....Ketika melihat semua itu, hati Kiara pun terasa perih. Kenapa manusia baru tahu menghargai setelah kehilangan?"Ayo, sudah waktunya makan." Ansel menyajikan hidangan terakhir, melepaskan celemeknya, lalu memanggil Belle dengan penuh semangat.Belle berkeringat dan tangannya penuh warna. Ansel membawanya cuci tangan dulu, lalu mengeringkannya dengan lembut dan menggandengnya ke meja makan."Aku ini suami dan ayah yang payah. Aku bahkan nggak tahu kalian suka makan apa, jadi cuma asal masak." Ansel menyesal, menatap Kiara dengan hati-hati.Dia memasak iga asam manis, ayam filet, tumis selada air, dan sup ikan. Kiara terkejut karena tidak menyangka Ansel bisa masak.

  • Kurelakan Suamiku Bersama Cintanya   Bab 16

    "Maaf, aku harus naik ke panggung." Kiara tak menjawab, hanya melewati Ansel dan berjalan ke atas panggung.Sebagai perwakilan perusahaan, Kiara memperkenalkan produk baru mereka. Dia tampil percaya diri, penuh wibawa, dan menyampaikan materi dengan sangat profesional.Ansel menatapnya, penuh penyesalan. Dia baru sadar bahwa ternyata wanita itu begitu bersinar. Jantungnya yang telah lama mati rasa kini kembali berdebar kencang. Tatapannya tak terlepas dari Kiara.Dia tidak akan menyerah. Dia pasti akan merebut kembali istri dan putrinya."Terima kasih semuanya. Kalau ada yang belum jelas, bisa tanya langsung kepadaku nanti." Kiara mengakhiri presentasi dengan anggun, lalu membungkuk dan turun dari panggung.Belle berlari menghampirinya. Kiara menggandeng putrinya dan menyapa beberapa orang yang mendekat.Ansel hanya berdiri diam di sisi, tak berani menyela. Baru saat semua orang pergi dan hanya Kiara serta Belle yang tersisa, dia memberanikan diri untuk mendekat."Presentasimu luar bia

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status